Keriwayatan Pendiri Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura

38 Selanjutnya Raja Kecik memulai perjalanannpanjangnya dari satu negeri ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Puteri Jamilan ibunda Yamtuan Sakti mengatakan kepada Raja Kecik bahwa lebih baik pergi ke Siak dan Bengkalis untuk menuntut bela atas kematian ayahmu dan menaklukan Johor. Untuk melaksanakan cita-citanya, Raja Kecik mulai menghimpun dan mencari beberapa dukungan dari Suku Minangkabau, Suku Melayu di Palembang, Suku Melayu Jambi, Suku Bintan, Suku Bugis, Suku Melayu di pesisir Selat Melaka dan Suku Laut di Pulau-pulau serta menjalin hubungan dengan orang Portugis agar pihak Portugis tidak berpihak kemana-mana, dan ketika Raja Kecik ingin menyerang ke Panchor,saat itu sebagai ibukota dari Kesultanan Johor. Pada bulan maret yang bertepatan pada tahun 1718 M, perahu-perahu angkatan perang Raja Kecik menyusuri sungai Johor untuk menyerang Panchor. Sesampainya di Johor pasukan Raja Kecik sudah menunggu dan segera mengejar rombonganYamtuan Muda Johor. 38 Peristiwa pengejaran ini berlangsung selama kurang lebih 20 hari pada akhirnya tepat pada tanggal 21 Maret Tahun 1718 M, akhirnya Sultan Abdul Jalil Riayat Syah kalah dan menyerah.Raja Kecik dengan ikhlas memaafkan dan tidak ada sikap kasar sama sekali kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, bahkan Raja Kecik memberikan izin kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah untuk tinggal di Johor. Kemudian dalam waktu itu pula Raja Kecikdinobatkan sebagai Sultan Johor XII dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Menurut versi Mohd Yusouff Hashim telah terjadi perpecahan didalam pemerintahan Kesultanan Johor, akibatnya sangat berdampak kepada rakyatnya 38 Haji Buyung Bin Adil, Sejarah Johor, 1980, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, hal. 94. Lihat juga Raja Ali Al Haji, Tuhfat al Nafis Sejarah Melayu dan Bugis, Singgapura : Malaysia Publication LTD. 39 yang selalu menimbulkan huruhara karena rakyat Johor ada berpihak kepada Raja Kecik adapula yang berpihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, sehingga timbul dualisme dalam satu pemerintahan. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan pihak Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau. Dalam peperangan tersebut pihak Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan beliau pindah ke Pahang kemudian Raja Kecik juga berpindah ke Riau. Sejak itulah Raja Kecik mulai menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor yang baru saja direbutnya. Kesultanan Johor terpecah menjadi tiga pusat kekuasaan yaitu, Terengganu dan Pahang sebagai daerah dibawah pemerintahan Bendahara Abdul Jalil Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Sedangkan Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara di bawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang dikuasai orang Bugis yaitu, Selanggor, Kelang dan Lingga di bawah pemerintahan Daeng Merewah dan Daeng Manompok. 39 Setelah diadakan musyawarah dan menghasilkan beberapa kesepakatan, maka Raja Kecik, Orang Besarnya, Hulubalang dan beserata para pengikut setianyaberanjak ke daratan Sumatera. Dalam perjalanannya sempat berhenti di Sungai Jantan nama Sungai Siak pada waktu itu karena menurut Raja Kecik tempat ini sangat cocok dan strategis. Kemudian Raja Kecik menentukan daerah Buantan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan akan mendirikan istana serta benteng-benteng yang kokoh untuk pertahanan dan sebagai simbol telah ada dan 39 Mohd. Yusouf Hashim, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara. 1992, Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusouf Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realita. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3. 40 berdiri sebuah kerajaan. Pada saat itu Raja Kecik dinobatkan sebagai sultan pertama yang bergelar sama halnya gelar Raja Kecik semasa Sultan Johor ke XII yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah dan kerajaan ini diberi nama Kesultanan Siak.Pada tahun 1722 M, setelah lengsernya Raja Kecik dari Sultan Johor ke XII, sejak itulah Kesultanan Siak memulai pemerintahan kerajaan hingga berekspansi perluasan wilayah. Seluruh peristiwa di atas menyimpulkan bahwa daerah Siak memiliki hubungan dengan Johor, dan Johor memiliki hubungan dari Melaka. 40 Adapun mengenai tulisan orang Melayu yakni Hikayat Siak pastinya telah ditulis pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Dalam Hikayat Siak, secara gamblang mengisahkanasal usul Raja Kecik, menyatakan bahwa Sultan Mahmud Syah II mempunyai seorang gundik 41 yang bernama Encik Pong, Encik Pong adalah seorang anak perempuan dari Laksamana. Terdapat kisah pada suatu malam menjelang sebelum baginda Sultan Mahmud Syah II terbunuh, Encik Pong dipanggil Sultan Mahmud Syah II untuk mengurut kaki baginda Sultan. Pada waktu menjelang subuh, saat itu sang Sultan begitu bergairah dan maninya hingga ke tikar. Baginda Sultan menyuruh Encik Pong untuk menelan air mani tersebut agar dapat hamil. Setelah Encik Pong melahirkan, Laksamana segera menemui Raja Negara Selat, Kepala Orang Laut Singgapura untuk menjelaskan kisah anak perempuan dan cucunya itu. Raja Negara Selat menyadari resiko yang menerima perintah dari Laksamana, namun dirinya tetap bersedia menerima cucu dari Laksamana dan segera menggantarkan kepada Temenggung Muar. 42 Setelah 40 Ok. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 16-27. 41 Gundik adalah sebutan selir dari kalangan rakyat biasa, sedangkan permaisuri sebutan selir dari kalangan bangsawan. 42 Asril,Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial,Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura, diakses pada 7 November 2014, pukul 14.00 wib.hal. 54. 41 cucu Laksamana berusia tujuh tahun, Temenggung Muar pergi ke Johor dengan membawa cucu Laksamana tersebut. Seperti kebanyakan tingkah anak-anak kecil pada umumnya, anak tersebut bermain sekitar makam Sultan Mahmud Syah II bersama teman-teman seusianya. Disekitar makam terdapat beberapa tumbuhan yang mengandung racun, karena ketidaktahuan anak-anak tersebut memakannya, dan semua anak-anak itu muntah darah karena kandungan racun yang ada pada tumbuhan itu, kecuali hanya anak dari Encik Pong yang tidak mengalami reaksi dampak racun tersebut. Kemudian Laksamana juga menceritakan keanehan dan keistimewaan tentang kelahiran cucunya itu kepada Nakhoda Malin. Nakhoda Malin memberikan anak itu sebuahnama dengan sebutan Tuan Bujang, setelah beranjak dewasa, Nakhoda Malin mengajak Tuan Bujang untuk berlayar menuju Jambi dengan menyusuri Sungai Batanghari dan pada akhirnya tiba di daerah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berada di tanah Minangkabau. 43 Pada saat itu Maharaja Yam Tuan Sakti sebagai penguasa di Kesultanan Pagaruyung mendengarkan penjelasan dari Nakhoda Malin, dan Maharaja Yam Tuan Sakti sangat antusias mendengarkan cerita yang diceritakan oleh Nakhoda Malin. Maharaja Yam Tuan Sakti juga tertarik akan paras tampan dari wajah anak tersebut. Kemudian Tuan Bujang dibawa kepangkuanibunda Yam Tuan Sakti yang bernama Putri Jamilan untuk bersedia merawatnya dengan penuh kasih sayang. Setelah enam tahun dirawat oleh Maharaja dan ibunda Yam Tuan Sakti, Tuan Bujang telah berusia 13 tahun, Tuan Bujang meminta restu kepada Maharaja dan Ibunda Yam Tuan Sakti merantau ke Batanghari semata untuk menuntut ilmu pengetahuan. 43 Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 55. 42 Sesampainya di Rawas dan di Palembang, kedatangannya disambut oleh Raja Palembang yang bernama Sultan Lemabang. Kemudian Tuan Bujang dijadikan pembawa Tapak Sirih Diraja. Tuan Bujang bersama Sultan Lemabang berserta rombongan datang ke Johor, setelah sampai di Johor rombongan termasuk Tuan Bujang, Sultan Lemabang menjadi pusat perhatian karena paras dari wajah Tuan Bujang serupa dengan paras dari Sultan Mahmud Syah II, dari Johor rombongan beranjak ke Siantan, kemudian menuju ke Bangka. Dari Bangka Tuan Bujang mohon izin kepada Sultan Lemabang untuk balik ke Rawas, setelah sampai di Rawas Tuan Bujang menikahi seorang puteri Dipati Batu Kucing dan buah dari pernikahan itu dikaruniai seorang putra dan diberi nama Raja Alam. Perjalanan berlanjut dari Rawas ke Jambi dan mengabdi kepada Sultan Maharaja Dibatu. Setelah berada di Pagaruyung, Tuan Bujang berencana menuntut bela atas pembunuhan ayahandanya. 44 Sebelum keberangkatnya ke Johor, Tuan Bujang diuji oleh pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung untuk memastikan zuriat Tuan Bujang sebagai anak dari Sultan Mahmud Syah II untuk menggenggam sebatang kayu yang terbalut dengan tumbuhan jelatang 45 sambil berdoa kepada Sang Kholik dengan penuh keyakinan, Tuan Bujang menggenggamnya dengan erat dan tidak terjadi reaksi apa-apa setelah melepaskan genggamannya dari sebatang kayu yang dibalut dengan tumbuhan Jelatang dan Tuan Bujang juga tidak terkena tulah 46 , kejadian ini membuat semua orang terkecut salah satunya Maharaja Yam Tuan 44 Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56. 45 Jelatang adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di tanah Minangkabau, Sumatera Barat, tumbuhan ini mempunyai kandungan getah yang beracun, bahkan efek dari racun itu dapat menyebabkan kematian bagi yang menyentuhnya apalagi dengan menggenggamnya. 46 Tulah merupakan istilah atau sebutan dari kata kutukan, tulah ini akan berefek ketika rakyat biasa yang tidak memiliki zuriat dari raja ketika memakai mahkota diraja, maka akan mengalami kutukan berupa sakit, bahkan hingga menyebabkan kematian akan tulah tersebut. 43 Sakti yang terpana melihat reaksi yang biasa-biasa saja dari Tuan Bujang, atas semua itu, seluruh pihak di Kesultanan Pagaruyung bener-benar yakin akan zuriat Tuan Bujang sebagai seorang anak dari raja dan bukan anak dari kalangan rakyat biasa. Kejadian ini pula Maharaja Yam Tuan Sakti memberi gelar kepada Tuan Bujang dengan gelar Yam Dipertuan Kecil. Pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung mempersilahkan Yam Dipertuan Kecil untuk berangkat ke negeri Johor. Dalam perjalanannya Yamtuan Sakti Raja Kecik dibekali berupa pedang yang bernama Saurajabe 47 , sebuah Cap Kerajaan Pageruyung 48 , dan berupa beberapa halubalang untuk menemani Raja Kecik. 49 Menurut versi Elisa Netcsher mengenai dari berbagai perspektif tentang asal usul Raja Kecik, maka dari berbagai pandangan dari Sejarah Melayu, secara singkat menyatakan, bahwa Raja Kecik sebagai pewaris yang berhak dan sah secara zuriat untuk menduduki kursi Kesultanan Johor, dan hal ini disebabkan karena Sultan yang terdahulu telah mengambil alih atau bisa dikatakan merampas dan bukan dari zuriah Sultan Mahmud Syah. Awal mula sejarah dari versi orang- orang Bugis ini berkembang, namun faktanya Bendahara memiliki saudara tua yang bernama Tun Husin. Tun Husin yang menjabat sebagai Bendahara pada saat pemerintahan adiknya, maka timbul rasa iri hati bahwa adiknya menjabat lebih tinggi darinya dan berupaya dengan menjodohkan puteri dari adiknya yang bernama Tengku Bungsu Tengku Kamariyah dengan Raja Kecik. Namun terjadi 47 Pedang Saurajabe adalah pedang yang berasal dari Kerajaan Kuantan, yang dihadiahkan kepada Raja Kecik untuk bekal dalam perjalanannya ke Johor dalam rangka menuntut bela kematiaan ayahnya yakni, Sultan Mahmud Syah II yang telah dibunuh oleh Megat Seri Rama. 48 Cap Kerajaan Pagaruyung ini merupakan cap atau symbol yang mengisyaratkan bahwasannya Raja Kecik adalah seorang anak yang telah diakui sebagai anak dari Kerajaan Pagruyung, dan sebagai alat ketika Raja Kecik mengalami kesultitan maka dengan cap itu memberikan isyarat kepada semua orang Minangkabau agar memberi bantuan kepadanya. 49 Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56. 44 sebuah kesalahan yang dilakukan Raja Kecik dan melenceng dari skenario yang telah direncanakan, kejadian ini bermula dari penjodohan itu ternyata Raja Kecik lebih menyukai saudaranya Tengku Kamariah yang lebih muda dan cantik yakni Tengku Tengah akhirnya terjadi kekecewaan yang mendalam kepada Raja Kecik, kemudian Tun Husin memperkeruh keadaan dengan mengadu kedua belah pihak. Pada akhirnya Raja Kecik melakukan serangan ke Johor yang disokong orang-orang Minangkabau dan berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor, atas kekalahan ini maka Bendahara yang menjadi Sultan di Johor beserta anak- anaknya, yakni Raja Sulaiman, Tengku Tengah dan Tengku Kamariyah ke Pahang. Kemudian Raja Kecikmengejar mereka hingga ke Muara Sungai Pahang dan tepat diatas perahunya Bendahara itu dibunuh pada saat dirinya sedang melakukan shalat oleh orang-orang Minangkabau yang ikut dalam penyerangan ke Johor dan Raja Kecik kembali dan memilih untuk menetap di Riau. Setelah sampai di Riau, maka Raja Kecik menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor dengan membangun istana yang megah untuk kepentingan kerajaan. Kemudian Tun Husin segera menghadap Raja Kecik dan memberikan saran bahwa dirinya pantas menjadi seorang sultan di Johor. 50 Menjelang masa tua Raja Kecik yang semakin melemah dan mengalami sakit keras, kemudian Raja Kecik telah memikirkan dan mempersiapkan siapa yang menggantikan posisinya di kerajaan. 50 Elisa Netscher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, hal. 89-92. 45 Raja Kecik telah menikahi dua orang permaisyuri, yang pertama berada di Palembang dan menghasilkan seorang anak laki-laki yang bernama Raja Alam dan perempuan keduanya adalah Tengku Kamariyah saudara perempuan dari Sultan Sulaiman dan melahirkan seorang anak laki-laki pula yang bernama Raja Buwang Muhammad. Dari kedua pernikahan ini terlahir dua orang anak-laki- laki yang berbeda ibu tapi satu ayah, akan timbul kecemburan diantara kedua anak itu. 51 Pada saat itu kondisi kesehatan Raja Kecik menurun, keadaan ini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga ditambah lagi atas wafatnya Tengku Kamariyah sehingga Raja Kecik semakin melemah hingga Raja Kecik mengundurkan diri. Atas perintah Raja Kecik, dewan kerajaan segera dinobatkan Raja Alam sebagai Yang Tuan Muda, sedangkan Raja Buwang Muhammad sebagai penerus tahta kerajaan. Sepercik penjelasan diatas mengenai zuriat Raja Kecik dari berbagai tulisan dari tulisan orang Melayu maupun tulisan dari pihak luar juga senada dan sepakat bahwa Raja Kecik adalah zuriat yang sah dari Sultan Mahmud Syah II Sultan Johor ke-10 1685-1699 M Marhum Mangkat Dijulang. 51 Tenas Effendi,LintasanSejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 13.lihat juga Elisa Netscher,de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal. 117 dan 126-127. 46

BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan

Mengingat panjangnya rentang waktu pada masa lampau maka diperlukan pemenggalan-pemenggalan waktu tesebut menjadi suatu kurun waktu. Langkah bertujuan mempermudah pembahasan mengenai setiap peristiwa-peristiwa sejarah yang terkait dalam dimensi waktu. Pembagian waktu itulah yang kemudian dikenal sebagai periodisasi. Pemenggalan atau pembagian sebuah kurun waktu tidak didasarkan pada hitungan matematis, misalnya setiap satu abad, lima abad, dan seterusnya tetapi sering kali mengikuti perkembangan peradaban masyarakat manusia. Secara tradisional, biasanya masyarakat menghubungkannya dengan tokoh besar yang berpengaruh pada masa itu. Tokoh besar itu biasanya seorang pemimpin raja atau kaisar, atau tokoh besar lain. 52 Pada intinya periodisasi dilakukan untuk menunjukan perbedaan suatu kurun waktu sebelum atau sesudahnya, adapun kriteria waktu yang digunakan waktu antropologis. 53 Dari paparan diatas, maka penulis akan membahas peristiwa yang telah terjadi periodisasi pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari tahun 1723- 1946 M. Di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura initerdiri dari duabelas sultan, adapun selengkapnya mengenai periodisasi di Kesultanan Siak Sri Indrapura sebagai berikut: 52 Prof. M. Dien Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, hal. 25-26.Lihat juga Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995, hal. 63. 53 Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995, hal. 63. 47 Pada periode pertama ini sudah jelas pasti mengenai awal mula berdirinya Kesultanan Siak Sri Indrapura. Pada raja pertama ini yang bernama Raja Kecik dengan gelar yang pernah diberikan pada saat memerintah di Kesultanan Johor yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah adalah seorang anak dari Sultan Mahmud Syah II Sultan Johor ke-X, merupakan seorang anak dari Sultan Ibrahim Syah Sultan Johor ke IX, Sultan Ibrahim Syah seorang anak dari Raja Bajau yang menjadi Yam Tuan Muda Pahang dari tahun 1641-1676 M. Namun tidak dapat diketahui isteri atau ibunda dari Sultan Mahmud Syah II ini, Raja Bajau Raja Abdullah sebagai Sultan Johor ke VII 1615-1623 M, Raja Abdullah yang bergelar Marhum Tambelan dan beristeri dari anak Paduka Raja Tun Abdul Jamil. Raja Abdullah seorang anak dari Sultan Muzzafar Syah dan ibund nya bernama Seri Nara Diraja Pahang.Melihat silsilah dari keturunan Raja Kecik sangat jelas terlihat dari ayah dan ibu merupakan keturunan dari Sultan Johor I yaitu Sultan Mahmud Syah I yang bergelar Marhum Kampar. Bukti konkrit mengenai garisketurunan Raja Kecik, dapat dilihat pada bagan berikut ini : 48 Keterangan : ♂ : Ayah : Anak ♀ : Ibu : Orangtua ♥♥ : menikah Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa Encik Pong sebagai ibu dan Sultan Mahmud Syah II sebagai ayah dari Raja Kecik dan memiliki kakek yang sama yakni Paduka Raja Tun Abdul Jamil, akan tetapi isteri dari Paduka Raja Tun Abdul Jamil dan mengenai ibu dari Cik Pung tidak diketahui keberadaan mereka. 49 Sudah diketahui bahwa seorang anak perempuan dari Paduka Raja Tun Abdul Jamil menikah dengan Sultan Ibrahim Sultan Johor ke-IX, sedangkan nenek dari Cik Pung bernama Wan Sani. Kemudian silsilah ini dilanjutkan oleh anak-anak laki-laki ataupun perempuan, dari keturunan itulah yang meneruskan sampai kepada Sultan Mahmud Syah I Sultan Melaka yang terakhir kemudian menjadi Sultan Johor yang pertama dan menikah dengan Tun Fatimah dengan gelar Marhum Kampar pada tahun 1511-1528 M. Selama Raja Kecik memerintah di Kesultanan Johor sungguh senantiasa menghadapi permasalahan, salah satunya berselisih dengan saudaranya yang bernama Raja Sulaiman yang telah koalisi dengan pasukan perang Bugis. Sehingga menyebabkan Raja Kecik berserta pengikutnya mundur dengan memindahkan pusat pemerintahannya dari Johor Bintan, ke Bengkalis hingga akhirnya ke Buantan yang berada di sekitar Sungai Jantan. Pada tahun 1723 M, tepatnya di Buantan Raja Kecik dinobatkan sebagai pewaris Kerajaan Melaka-Johor yakni sebagai raja pertama di Kesultanan Siak. Adapun Raja Kecik mengawali dengan mencoba melakukan serangan kepada penguasa Kerajaan Johor, kemudian langkah berikutnya Raja Kecik juga mengadakan konsolidasi untuk memperkuat sektor pemerintahan, perekonomian dan pertahanan militer di Kesultanan Siak. Ketiga program kerja ini merupakan program utama pada masa awal pemerintahan Raja Kecik Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Dalam pemerintahan, Raja Kecik menerapkan pemerintahan seperti yang pernah diterapkan pada saat memerintah di Kesultanan Johor dengan bentuk Sultan sebagai puncak kekuasaan, pemerintahan yang didampingi oleh Dewan Kerajaan yang terdiri dari orang-orang besar kerajaan yang berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan dan berkerja sebagai penasihat utama sang