Masa Pemerintahan Belanda Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme
94 Alamuddin Syah 1766-1780 M. Pada saat menjalani pemerintahannya Sultan
Alamuddin Syah menjadikan Tengku Muhammad Ali sebagai Raja Muda. Berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali sebagai pewaris
tahta kerajaan, karena dirinya sebagai anak dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Dalam menjalani pemerintahan yang dibantu oleh panglima perang yang
sebagai adik sepupu yang bernama Syarif Ali, karena Syarif Ali anak dari Syarif Usman. Pada masa ini pengaruh Belanda tidak terlalu kuat dan pihak Belanda
tidak mendapatkan keuntungan apapun. Sehingga Belanda melepas tangan dan tidak ingin membantu Kesultanan Siak Sri Indrapura karena sudah melanggar
perjanjian pada tahun 1761 M. Masuk pada masa pemerintahan yang keenam Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah merupakan anak dari Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah dari isterinya Tengku Tipah seorang puteri dari Sultan Mansyur Syah Marhum Janggut dari Kesultanan Terengganu.
Dalam menjalani pemerintahannya, Sultan Yahya selalu didesak oleh Belanda untuk menindak lanjuti perjanjian tahun 1761 M, agar segera direvisi
kembali karena ada beberapa perubahan pasal, kemudian diadakan lagi perjanjian pada tahun 1783 M. Dalam perjanjian ini menyatakan kerja sama perdagangan
oleh pihak Belanda. Ketentuan yang telah disepakati oleh kedua pihak antaralain salah satunya adalah, timah yang berasal dari Rokan akan dijual kepada Belanda.
Begitu cerdiknya cara Belanda untuk mengambil hati agar Sultan Yahya tidak menyadari bahwasannya pihak Belanda telah diuntungkan dari perjanjian tersebut,
dengan memberikan hadiah berupa alat perang yang terdiri dari Senapan, Meriam
95 dan Mesiu.
113
Kemudian pengaruh kolonialisme juga tidak terlihat pada periode ketujuh, tepatnya masa Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin. Sultan
Assaidis Syarif Ali menjadikan Kota Tinggi sebagai pusat pemerintahannya dan di dalam catatan Anrooij, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, saat itu Kota Tinggi
menjadi benteng kuat untuk pertahanan dan keamanan Kesultanan Siak.
114
Sehingga dengan keadaan ini pihak Belanda tidak berdaya hanya sebatas mengajukan saran untuk membangun kembali kerjasama dagang. Kolonial Inggris
dan Belanda tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan berlomba membujuk Sultan Ibrahim untuk menjalin kerjasama dagang. Dimulai perjanjian
antara Sultan Ibrahim dengan Kolenel Williaam Forquhar, Kepala Kompeni India Timur Inggris di Penang pada tanggal 31 Agustus 1818 M.
Kemudian pihak Belanda mendengar kabar mengenai perjanjian antara Sultan Ibrahim dengan Inggris, maka Pemerintahan Belanda yang berada di
Melaka mengutus Kapten D. Buys untuk belayar ke Siak dan membuat perjanjian juga di Bukit Batu pada tanggal 16 Desember 1822 M. Mengenai isi daripada
surat perjanjian termaktub bahwa Siak tidak diperbolehkan berkerjasama di bidang perdagangan dengan negara asing. Selanjutnya Belanda melancarkan
ambisinya hingga pemerintahan kesembilan yakni Sultan Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin 1815-1864 M, selama menjalani pemerintahan Sultan
Syarif Ismail mengalami perselisihan antara keluarga kerajaan ketika menentukan tahta kerajaan antara Tengku Putera dengan Sultan Syarif Ismail.
113
O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-110.
114
H. A.Anrooij Hijmans, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, diterbitkan oleh TBG. XXX, pada tahun 1885, Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode XXI-1305. Lihat juga O.K
Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120.
96 Untuk meminimalisir dan menyudahi perselisihan tersebut, kemudian
Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada Inggris dengan bantuan Tuan Wilson seorang petualang bangsa Inggris yang berada di Bengkalis dan Tuan
Wilson bersedia membantu namun dengan mengajukan beberapa syarat, apabila berhasil mengalahkan Tengku Putera, maka Inggris diperbolehkan masuk ke Siak.
Sultan Ibrahim menyetujui syarat yang ditawarkan kepadanya, kemudian Tuan Wilson bergegas membawa pasukannya dan pasukan Bugis yang berada di
Singgapura. Pada akhirnya pasukan Tuan Wilson berhasil mengalahkan dan mengusir
Tengku Putera, namun Sultan Syarif Ismail tidak memenuhi kesepakatan untuk memasuki daerah Siak dan hanya diperbolehkan menduduki Pulau Bengkalis.
Kejadian ini membuat murka Tuan Wilson, menyadari akan kemurkaan Tuan Wilson, maka pada tahun 1857 M, Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada
Belanda melalui Residen Belanda di Riau untuk mengusir Inggris dan Tuan Wilson dari Bengkalis. Setelah menerima permohonan dari Sultan Syarif Ismail,
kemudian pihak Belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melancarkan tujuannya untuk memonopoli perdagangan di Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Singkat kisah dengan berhasilnya Belanda mengusir Tuan Wilson dan bangsa Inggris, pada tanggal 11 Desember 1858 M, terciptalah perjanjian antara
Sultan Syarif Ismail dengan Belanda yang dikenal Traktaat Siak. Mengenai campur tangan Belanda terjadi hingga masa akhir pemerintahan Kesultanan Siak
Sri Indrapura, tepatnya pada masa Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin. Pengaruh kolonial Belanda sangat terasa pada sistem pemerintahan
97 dengan menguasai pajak dan mengatur kebijakan-kebijakan bahkan mengatur
pengangangkatan sultan harus berdasarkan persetujuan Belanda. Mengenai pembagian wilayah ini dapat dilakukan oleh Belanda dan sang
sultan tidak dapat berbuat banyak karena mendapatkan tekanan, maka terjadi perjanjian dalam bentuk pembagian wilayah pada tanggal 15 Juni 1915 no. 11915
yang disahkan oleh Gubernur Pantai Timur Sumatera pada tanggal 29 Oktober 1915 M.
115
Berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Pantai Timur Sumatera Belanda itu, pihak Belanda yang berada di Siak langsung memperkecil wilayah
kekuasaan kerajaan seperti berikut ini : a. Distrik Siak
Onder Distrik Siak di Siak Sri Indrapura, Onder Distrik Mempura di Buantan, Onder Distrik Mandau di Muara Kelantan, Onder
Distrik Sungai Oakning di Pakning. b. Distrik Selat Panjang
Onder Distrik Tebing Tinggi di Selat Panjang, Onder Distrik Merbau di Belitung.
c. Distrik Bukit Batu Onder Distrik Bukit Batu di Bukit Batu, Onder Distrik Dumai di
Batu Panjang. d. Distrik Bagan Siapi-api
Onder Distrik Bangko di Bagan Siapi-api, Onder Distrik Tanah Putih di Tanah Putih, Onder Distrik Kubu di Kubu.
115
O.K.Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siakhal. 162.
98 e. Distrik Pekanbaru
Onder Distrik Pekanbaru di Pekanbaru, Onder Distrik Tapung Kiri di Petapahan, Onder Distrik Tapung Kanan di Sekijang.
116
Pada masa pemerintahan terakhir yakni Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin 1915-1946 M, Pengaruh Belanda di Kesultanan Siak Sri
Indrapura salah satunya dalam bidang pemerintahan yang sangat dominan dalam mengendalikan sistem dengan membuat Kitab Undang-undang Hukum Pidana
KUHP yang disahkan oleh Gebernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera. Pada tanggal 17 April tahun 1925 M.
117
Tujuan dibentuknya KUHP untuk menyelesaikan perkara-perkara sesuai hukum dan undang-undang yang ditetapkan
oleh Belanda. Pada tahun 1939 M, Gubernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera
mengundang para sultan untuk datang ke Medan agar para sultan bersedia menandatangani kontrak antar raja-raja dengan para penguasa pemerintahan
Belanda, kontrak tersebut disebut, Politik Kontrak Zelf Bestuursregelen 1938.
118
Perjanjian kontrak ini bersifat permanen, walaupun raja atau sultan yang terlibat kontrak sudah wafat.
119
Adapun gambaran selama berjalannya kontrak tersebut antara lain, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dengan sikap
penolakannya untuk menandatangani kontrak politik tersebut dengan beberapa
116
Tenas Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 49-50
117
Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura, hal. 64.
118
Istilah Zelf Bestuursregelen 1938 adalah suatu pemerintahan swapraja dalam bidang ekonomi, politik, dan pemerintahan yang diperintah oleh sultan, akan tetapi secara wewenang
dikendalikan oleh Residen Belanda. Lihat juga, O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 170.
119
Usep Ranawidjaja,Swapraja Sekarang dan di Hari Kemudian, 1955, Djakarta, PT. Djambatan, hal. 6.
99 pertimbangan, salah satunya karena sultan menganggap pemerintahan Kesultanan
Siak Sri Indrapura sudah mengikat diri dan berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda.
120
Satu tahun kemudian tepatnya pada tahun 1940 M, pada akhirnya sultan datang juga ke Medan untuk menandatangani kontrak politik tersebut,
karena sultan mendapatkan intimidasi dari kolonial Belanda. Pada tahun 1941, pasukan kolonial Belanda yang berada di Siak terlihat panik, karena mereka
sedang menghadapi segala kemungkinanan yang akan terjadi akibat dari pengaruh Perang Dunia ke-II. Dengan berbagai siasat, residen dan asisten residen datang ke
Siak untuk menemui Sultan Siak ke-XII untuk memberi saran agar Kesultanan Siak Sri Indrapura segera membuat staatwach daerah pertahanan perang
sebagaimana di daerah Sumatera Timur telah dahulu mendirikan staatwach. Namun saran tersebut ditolak mentah oleh Sultan Assidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin, penolakan ini beralasan karena Kesultanan Siak Sri Indrapura tidak memerlukan pertahanan militer yang sudah berada di bawah
kekuasaan militer Belanda yang sangat kuat.
121
Akhirnya kolonial Belanda menyiapkan pasukan militernya yang berada sekitar pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, karena melihat tentara
militer Jepang sudah menuju ke Asia pasca Perang Dunia II dan kekuasaan pemerintahan Belanda berakhir pada tahun 1942 M.