berjalan sebagai bentuk tanggung jawab keberagamaan untuk menerapkan nilai- nilai agama tersebut pada setiap zamannya. Berbagai jenis tindakan korupsi
hingga saat ini memang sangat bervariasi, sehingga kadang definisi korupsi sendiri menjadi rumit dipahami. Inilah yang menjadi tantangan tersendiri untuk
kemudian berbagai hadis korupsi pun menjadi varian yang sebenarnya memiliki nilai dan spirit yang sama dalam konteks saat ini. Hal ini pun dirasakan oleh
Alatas
4
dengan komentarnya seperti berikut:
“ Seperti halnya semua gejala sosial yang rumit, korupsi tidak dapat dirumuskan dalam satu kalimat saja. Yang mungin ialah membuat gambaran yang
masuk akal mengenai gejala tersebut agar kita dapat memisahkannya dari gejala lain yang bukan korupsi”
Sehingga, pembahasan tentang beberapa istilah korupsi menjadi penting agar dapat menunjukan gejala-gejalanya. Yang kemudian dalam wacana
kontekstualisasi hadis, memberikan sebuah legitimasi dalam bentuk spirit terhadap legal spesific yang sama tentang pelarangan tindak pidana korupsi yang
terjadi saat ini, sebagaimana berikut:
B. Corrupt Campaign Practice
Kampanye selalu simaknai sebagai cara untuk memperkenalkan diri dan menunjukkan kemampuan guna dipilih sebagai apa yang diinginkan oleh sipelaku.
Dalam hal ini tentu adalah jabatan, yang kalau hal ini dilakukan untuk kebaikan dan demi kepentingan masyarakat tentu menjadi jalan jihad tersendiri. Namun
tindakan ini tentu jika dilakukan dengan kecurangan akan menghasilkan yang buruk pula nantinya. Kecurangan inilah yang kemudian dianggap sebagai bentuk
korupsi.
4
Syed Hussein Alatas, Korupsi Sebab, Sifat dan Fungsi, Jakarta: LP3ES, 1997 hal. 1
Mengenai hal hadis nabi no. 3 dan 8 patut menjadi acuan bahwa tindakan untuk berjuang dijalan Allah hendaklah untuk tidak diikuti dengan tindakan
korupsi, atau penyelewengan. Dalam hal ini bentuk penyelewengan dari
penggelapan dana negara demi kepentingan kampanye adalah terlarang sebagamana maksud hadis tersebut.
Selain itu, praktek korupsi yang terjadi pada masa kampanya adalah adanya semacam pemberian dari kepada calon pemilih yang dilakukan oleh
pelaku kampanye. Hal ini tentu menjadi perntanyaan kenapa berbuat baik menunggu waktu kampanye, disini kemudian dianggap sebagai bentuk penyuapan
kepada calon pemilih sebagaimana bentuk baiâtul imâm li al-dunyâ dalam hadis no. 19 dan bentuk risywah dalam hadis no. 15 dan 16.
C. Discretionary Corruption
Sebagaimana telah disebutkan bahwa yang membedakan antara korupsi dan pencurian adalah adanya kewenangan atau keuasaan untuk memiliki kebjakan
pada pelaku tindakan tersebut. Sehingga korupsi jenis ini seringkali dilakukan oleh para pemimpin atau pekerja yang memiliki kewenangan tertentu. Dalan hal
ini nabi menyebutnya sebagai penyimpangan atau jaur sebagaimana pada hadis no. 21, 22, dan 23.
Kendati sebenarnya semua hadis yang dipaparkan pun pada hakikatnya memiliki kecenderunan yang sama terhadapa penyimpangan kewenangan seperti
risywah yang tidak mungkin dilakukan kepada dan oleh orang yang tidak memiliki kewengangan apapun begitu juga pada tindakan ghulûl hadiyah dan
sebagainya.
D. Illegal Corruption