Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu kejahatan manusia yang paling berpengaruh saat ini adalah korupsi. Itulah yang disinyalir mampu mengisi setiap berita pada media masa di abad 21 ini, terlebih di Indonesia pada beberapa tahun terakhir. Kejahatan ini ternyata tidak memandang usia, waktu, bahkan agama sekalipun, sehingga kejahatan sebagai kejahatan manusia yang paling memunculkan banyak polemik seperti kasus Bank Centuri pada tahun 2010 ini. Kejahatan ini memang sungguh banyak menyisakan masalah, hingga Amin Rais 1 dalam sebuah komentarnya menyamakan kasus Century itu seperti kasus Nabi Isa yang menemui kaumnya yang akan menghukum orang yang sedang berzina, lalu nabi Isa mengatakan bahwa yang boleh menghukumnya adalah yang tidak pernah melakukan dosa zina, namun yang terjadi justru semua mundur dan tidak jadi menghukum karena semua ternyata pernah melakukan hal yang sama. Kisah ini sebenarnya ingin menunjukkan bahwa sebagaimana korupsi ternyata tak banyak yang menyuarakan kebenaran bagi mereka yang mengetahuinya adalah karena memang yang akan menunjukkan itu bisa jadi mereka pun telah melakukan korupsi itu, maka tidaklah mungkin terlihat bahwa maling akan teriak maling. 1 Lihat tulisan Jaya Suprana, Amin Rais, Pansus dan Kisah Nabi Isa, dalam kolom Kelirumonologi, harian Seputar Indonesia; 20 Februari 2010, hal.1 1 Bentuk di atas adalah satu dari sebuah gunung es macam korupsi yang ada. Secara umum dalam Black’s Law Dictionary salah satu bentuk korupsi yakni penyuapan saja di artikan sebagai berikut : “any valuable thing given or promised, or any preferment, advantage, privilege or emolument, given or promised corruptly and against law as an inducement to any person acting in official or public capacity to violate or forbear for his duty, or to improperly influence his behavior in the performance of his duty” 2 Bentuk pembayaran penyuapan bisa berupa uang cash, hadiah barang kekayaan emas perhiasan, jam, lukisan, free samples, dan lain-lain, hadiah berupa pelayanan services penggunaan mobil, tiket pesawat terbang, mencarikan tempat tinggal, membayar rumah, dan lain-lain, pembayaran biaya jalan-jalan dan berhibur, menyediakan beasiswa untuk anak atau saudara pihak yang disuap dan lain-lain. Walaupun penyuapan ini dianggap sebagai kriminal oleh berbagai peraturan perundangan di seluruh dunia, tetapi ia berkembang sangat luas, terutama di birokrasi negara sedang berkembang, sehingga seakan- akan menjadi kepercayaan bahwa orang dapat membeli apa saja yang ia mau dan ia suka dengan uang suap. Memang dalam bahasa latin korupsi barasal dari corruptio yang berarti penyuapan dan corrumpere yang berarti merusak. Namun dalam perjalanannya korupsi ini berkembang di masyarakat dengan berbagai istilah seperti sogok, uang tempel, uang pelicin dan sebagainya. 3 Tentu pasti tidak akan ada asap tanpa api, sebagaimana pula tidak akan ada sebuah korupsi yang tanpa sebab. Dalam hal ini KPK Komisi Pemberantasan 2 St. Paul, Blacks’ Law Dictionary , ed. 3, Inggris:Mint West, 1968 hal. 250. 3 Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta:Dzikrul Hakim, 1997 hal. 41 Korupsi memberikan setidaknya sembilan penyebab terjadinya korupsi. Pertama, penegakan hukum yang tidak konsisten, dimana sering terjadi tindakan hukum hanya berjalan seperti mata pisau yang tajam kebawah dan tumpul keatas. Hal ini telah banyak terjadi, khususnya di negeri ini. Kedua, penyalahgunaan wewenang kekuasaan, terlebih jika terjadi sebuah idiom yang menggejala pada masyarakat seperti adanya anggapan bodoh jika tidak menggunakan kesempatan apapun itu bentuknya. Ketiga, langkanya lingkungan yang anti korupsi, sebagaimana kisah nabi Isa diatas bahwa seringnya dampak mengetahui korupsi sehingga hal itu akan dianggap biasa, terlebih pedoman ataupun norma hukum hanya berlaku secara formalitas belaka. Keempat, rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Sehingga tindakan korupsi ini memang lebih sering terjadi di negara miskin maupun berkembang. Dalam prinsipnya pendapatan yang diperoleh harus memenuhi kebutuhan penyelenggara negara dan mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Kelima , yakni sebuah hal yang berkebalikan, kemiskinan dan keserakahan. Hal ini dianggap berkebalikan dari sisi pelakunya, dimana yang kurang mampu atau miskin akan melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi dan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi sebagai bentuk keserakahan, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Keenam , budaya memberi upeti, imbalan ataupun hadiah, sekalipun hal ini adalah suatu kelumrahan dalam kehidupan sebagai bentuk ucapan terima kasih, namun hal ini pula yang sering samar menjadi bentuk korupsi karena budaya itu sendiri. Ketujuh , konsekuensi hukum yang salah, dimana keuntungan yang didapat lewat korupsi lebih besar dari pada hukuman yang diterima, atau bahkan saat tertangkap misalnya bisa menyuap penegak hukum sehingga bisa mendapatkan hukuman yang seringan mungkin. Kedelapan, budaya permisif serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila terjaadi korupsi karena seringnya terjadi. Kesembilan, gagalnya pendidikan agama dan etika. Inilah yang nanti banyak berhubungan dengan keseluruhan penilitian yang akan diajukan. Sebagaimana bahasa Franz Magnis Suseno yang mengatakan bahwa agama telah gagal membendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Dimana agama hanya dianggap sebagai ritual ibadah saja dan tidak berhubungan sama sekali dalam bentuk peduli dalam hubungan sosial, dan menyadarkan bahwa korupsi adalah pula bentuk kejahatan dalam agama. 4 Selanjutnya bagaimanakah dengan Islam? Agama yang dibawa oleh Muhammad ternyata sangat jelas menjelaskan tentang korupsi ini, bahkan dengan berbagai bentuk bahasa dan kasus korupsi. Secara jelas Allah menjelaskan dalam firman-Nya; ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu Mengetahui. QS. Al-Baqarah: 188 4 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta: KPK -Komisi Pemperantasan Korupsi- RI, tth. Hal. 23 Dalam ayat ini dijelaskan larangan bagi umat Islam untuk memakan harta dengan tidak halal termasuk didalamnya yakni menyuap seorang hakim maupun penguasa. Karena hal itu merupakan sebuah kecurangan yang nyata. Seorang hakim ataupun penguasa haruslah orang yang melakukan amanahnya dengan sunguh-sunguh dan ikhlas bukannya meminta balasan apalagi meminta imbalan sesuatu guna melancarkan tugasnya dan jika tidak diberi ia melalaikan tanggung jawabnya. Mengenai ayat tersebut di atas Ibnu Hâtim dari Ibnu Abbâs menyatakan bahwa ayat ini turun sehubungan dengan orang yang bernama Qais bin Abis dan Abdan bin Asywân al-Hadrami yang bertengkar masalah tanah. Qais bin Abis berusaha mendapatkan tanahnya dengan bersumpah dihadapan hakim. Ayat ini diturunkan oleh Allah swt untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang suka merampas hak orang lain dengan cara tidak benar. Namun Ibnu Talhah juga dari Ibnu Abbâs mengatakan bahwa pada ketika itu ada seorang sahabat yang memiliki harta kekayaan yang dipersengketakan. Padahal dia sebagai pemilik asli tidak memiliki saksi yang kuat, sehingga ada seseorang yang bermaksud memilikinya mengadu kepada hakim. Padahal orang itu mengerti bahwa makan harta seperti itu adalah dosa. 5 Dari penjelasan asbab nuzul telah nampak bahwa memakan harta orang lain dengan cara mendekati hakim maupun penguasa guna mendapatkan sesuatu yang bukan haknya merupakan dosa tak terkecuali dengan bahasa terkini yang dikenal sebagai korupsi. Dalam ayat lain Allah menjelaskan: 5 A. Mujad Mahalli, Asbâbun Nuzûl, Jakarta:Rajawali Press, 1989 hal.67. È ƒ ƒ ƒ Artinya: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim yang sudah balig harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan menukar dan memakan itu, adalah dosa yang besar.QS. An-Nisa :2 Bahkan hal ini sebenarnya merupakan kebiasaan dari orang alim bangsa Yahudi dan Nasrani dan jelas agama Islam berbeda. Sebagaimana Allah menyatakan. È È ƒ ƒ ƒ ƒ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. QS. At-Taubah :34. Sekilas dari ayat-ayat diatas memang sangat jelas bagaimana Islam berbicara tentang korupsi, terlebih hal itu sebagai wujud kebiasaan dari kaum Yahuid dan Nasrani. Kaum yang selalu digambarkan sebagai contoh kaum yang buruk di dalam al-Quran. Selanjutnya, perlu juga di telaah adalah bagaimana sunnah nabi berbicara mengenai hal ini. Sebegaimana tergambar diatas mengenai ayat-ayat al-Quran, maka sudah barang tentu korupsi dengan berbagai jenisnya pun telah terjadi pada zaman nabi Muhammad. Tentunya dengan istilah yang berbeda pula seperti ghulûl, suht , hadiah dan sebagainya, yang kesemua itu pada saat ini teridentifikasi dalam kasus korupsi. Hal ini tentu akan menimbulkan wacana baru tentang problematika korupsi kontemporer pada abad modern dengan problematika pada zaman Nabi. Dengan demikian perlulah kiranya situasi upaya untuk mengaktualisasikan kembali dalam wujud kontektualisasi terhadap hadis-hadis yang menyangkut korupsi. Diantara hadis tersebut ada yang berbentuk kata-kata yang dapat disepadankan dengan korupsi. Seperti risywah, yang berarti penyuapan yang merupakan bagian dari korupsi. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abû Hurairah; ƒ ƒ ƒ 6 Artinya: Dari Qutaibah dari riwwayat Abû Awânah dari ‘Umar bin Abi Salmah dari ayahnya berkata dari Abû Hurairah berkata: Rasûlullah saw. melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang disuap dalam perkara hukumkebijakan”. Selain itu ada pula yang berupa tindakan sekalipun tidak menggunakan tidak menggunakan kata yang sepadan dengan korupsi namun tindakan tersebut bisa disepadankan dengan korupsi. Seperti baiâtul imâm li al-dunyâ yakni memilih pemimpin hanya demi keuntungan pribadi tanpa memperdulikan untung ruginya bagi orang lain. Sebagaimana yang diriwayatkan Abû Hurairah; È É ƒ Ç 6 Al-Tirmizi mengatakan hadis ini berkedudukan sebagai hadis hasan hadis, lihat Al- Tirmizi, Sunan, Bab Mâ Jâ’a fî al-Rasyî wa al-Murtasyî fî al-Hukmi no. 1336, Beirut: Dar al- Ma’arif, 2002 h. 560. ƒ ƒÊ ƒ Ê 7 Artinya: Dari Abdân dari Hamzah dari al-a’masy dari Abû Shâlih dari Abû Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang Allah swt tidak mau berbicara kepada mereka di hari kiamat dan tidak mau menyucikan dosa dan kesalahan mereka dan bagi mereka siksa yang pedih, yaitu: pertama, menusia yang memiliki kelebihan air diperjalanan yang ia menghalangi ibn al-sabîl para pejalan, musafir untuk mendapatkannya; kedua, manusia yang member bai’at kepada seorang pemimpin hanya karena kepentingan duniawi, jika ia diberi sesuai keinginannya, ia akan memenuhi baiat itu dan jika tidak diberikan, ia tidak memenuhi baiatnya; ketiga, manusia yang menjual dagangan kepada seseorang di sore hari sesudah asar, lalu ia bersumpah kepada Allah bahwa barang tersebut telah ia berikan tawaran dengan harga sekian dan sekian untuk mengecoh pembeli, lalu ia membenarkannya. Kemudian si pembeli jadi membelinya. Padahal si penjual tidak memberikan tawaraan dengan harga sekian dan sekian” . Hal ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab agama dalam menangani permasalahan kemanusiaan yang cukup mengakar saat ini, yakni korupsi. Dimana agama selalu ditarik sebagai pengkiat moral suatu peradaban manusia maka Islam yang dalam hal ini adalah hadis perlu menjadi filter yang solutif terhadap permasalah korupsi tersebut. Dengan berbagai latar belakang diatas, maka penulis merasa perlu untuk menunjukkan sebuah penelitian terhadap hadis-hadis nabi yang membicarakan tentang kasus-kasus yang di identikkan dengan korupsi dan berbagai aspeknya dari hadis tersebut. Terlebih memang hadis merupakan sumber primer dalam kehidupan umat Islam setelah al-Quran. Sehingga dalam penelitian ini penulis memberinya judul “KONTEKTUALISASI HADIS-HADIS KORUPSI; SEBUAH KAJIAN HADIS MAUDU’I” 7 Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb al-Ahkâm, Bâb Man Baya‘a Rajulan lâ Yubayi‘uhu illa li al- Dunya, no. 7212, 808; Kitâb al-Syahâdat, Bâb al-Yamin ba‘da al-‘Asri, no. 2672, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 298; Kitab al-Musaqah, Bab Ismu man Mana‘a ibn al-Sabil min al- Ma’i , no. 2358 dengan sedikit berbeda redaksi, ada tambahan ayat QS. Ali ‘Imran: 77, h. 261.

B. Rumusan, Pembatasan, Dan Identifikasi Masalah