Jenis Dan Tipologi Korupsi

c. adanya unsur merugikan keuangankeuangan negara atau masyarakat langsung ataupun tidak langsung serta d. adanya unsur atau tujuan kepentingan atau keuntungan pribadi keluarga golongan. 10 Dengan demikian pengertian korupsi bisa dimengerti sebagai perbuatan yang dengannya menyebabkan kerugian terhadap negara atau masyarakat dan berdampak pada keuntungan pribadi maupun golongan dengan cara penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan.

B. Jenis Dan Tipologi Korupsi

Dalam perkembangannya korupsi banyak terjadi dalam berbagai lini dalam realitas kehidupan. Instrument korupsi yang menjalar ini, kemudian memunculkan prototype atau bentuk dan jenis korupsi yang begitu luas sehingga tidak mudah di hadapi sarana hukum semata. Hal ini kemudian menurut Husein Alatas memiliki 7 tujuh tipology, watak atau bentuk korupsi yaitu; a. Korupsi transaktif transitive corruption, jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan timbal balik atau transaksi antara pihak pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada kedua belah pihak demi tercapainya keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah b. Korupsi pengkerabatan nepotistic corruption, yakni yang menyangkut penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman, sanak saudara ataupun golongan. 10 Igm Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perpektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Yogjakarta: Pustaka Pelajar 2010 hal 20 c. Korupsi yang memeras extortive corruption, adalah suatu korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak yang biasanya disertai ancaman, teror, penekanan pressure terhadap kepentingan orang-orang dan hal yang dimilikinya. Biasanya hal ini dilakukan oleh pihk ketiga untuk kemudian memudahkan langkah pihak kedua dihadapan pihak petama. d. Korupsi investif invective corruption, yakni memberikan jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan pribadi dimasa depan dalam bentuk jabatan ataupun kemudahan dalam bekerja. e. Korupsi defensive defensive corruption, adalah pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlibat didalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan korupsi. Hal ini biasanya memunculkan idiom untuk merasa lebih baik korupsi lebih dulu dari orang lain atau mau dikorupsi. f. Korupsi otogenik autogenic corruption yaitu korupsi yang dilakukan seorang diri single fighter, tidak ada orang lain ataau pihak lain yang terlibat, yang lebih sering dalam bentuk penggelapan. g. Serta korupsi suportif supportive corruption adalah korupsi dukungan atau support dan tidak ada orang lain atau pihak lain yang terlibat. Biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan tinggi. 11 . Dengan berbagai bentuk atau typology dari korupsi tersebut menjadi semakin kronis serta komplek dalam segala permasalahan dan realitas kehidupan, 11 Kusumah M.W, Tegaknya Supremasi Hukum, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Hal. 141 tidak hanya pada ranah golongan maupun nasional, namun sudah menjadi masalah internasional. Dengan demikian dibutuhkan pula penjelasan tentang jenis korupsi dari segi potensinya dalam menimbulkan kerugian bagi negara maupun masyarakat. Diantaranya adalah;

a. Petit Corruption

Atau yang dikenal dengan korupsi kelas teri, dengan bentuk kasus pelayanan publik pada seluruh lemabaga instansi. Korupsi jenis ini adalah yang paling banyak terjadi dan selalu meresahkan dan memberatkan masyarakat walaupun kadang secara tidak langsung masyarakat lebih sering melakukannya karena potensi resikonya pun kecil. Contoh perbuatan jenis ini antara lain; pengurusan KTP, SIM, surat kelakuan baik, sertifikat tanah dan bentuk pelayanan kepada masyarakat lainnya yang meminta imbalan. Disini kemudian muncul idiom bahwa public servant atau pelayanan publik tidak lagi melayani mesyarakat tetapi to be served by the public atau meminta dilayani oleh masyarakat. 12

b. Ethics in Government Corruption

Pola jenis korupsi ini merupakan internal theft yang tergolong pada jenis korupsi kelas kakap. Korupsi pada ethics in government corruption ini terjadi pada unit-unit kerja pemerintahan dalam pengelolaan uang negara, APBN, APBD maupun bea dan cukai dalam bentuk penyelewengan data dan kewenanangan yang dimiliki. Contoh yang merupakan tindakan korupsi jenis ini adalah adanya makr-up terhadap terhadap pengadaan barang atau tanpa melalui tender. Hal ini berujung pada kerugian negara yang tidak sedikit walau memang tidak secara langsung terlihat kejahatannya dimasyarakat. 12 Awaludin Djamin, Penyalahgunaan Aparatur Negara RI dalam Era Reformasi, Jakarta: Yayasan Brata Bhakti Polri 1999, hal 1

c. Gurita

Corruption Kata gurita yang disangkut pautkan dengan korupsi ini sempat dikenal banyak orang kala ditulisnya buku Gurita Cikeas yang mencoba membongkar adanya korupsi pada presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono oleh George Adicondro 13 . Korupsi ini adalah bentuk dari destroyer economic yang paling berbahaya karena dianggap bisa menghancurkan ekonomi negara secara laten dan permanen. Bentuk korupsi ini terkait dengan sistem pelayanan publik perdagangan global yang dilakukan oleh national corporation maupun international corporation dan sering kali dimotori oleh para konglomerat hitam. 14 Inilah korupsi yang paling diincar oleh para koruptor karena akan merdampak besar pada keuntungan dirinya melalui bisnis yang kolutif pada berbagai kebijakan dan juga sumber daya alam seperti pertambangan emas, timah, gas bumi dan sebagainya. Yang kemudian berdampak pada munculnya illegal logging, illegal fishing, business collusion serta perdagangan bebas seperti monopoli dan manipulasi. Selain itu terdapat pula berbagai jenis istilah korupsi modern yang harus diketahui guna menjadi wacana baru tindakan korupsi kontemporer di abad ini, diantaranya sebagai berikut; 13 George Junus Aditjondro, Membongkar Gurita CIkeas; Di Balik Skandal Bank Century, Yogjakarta; Galang Press, 2009 14 Igm Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perpektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Yogjakarta: Pustaka Pelajar 2010 hal 28

a. Corrupt Campaign Practice

15 Yakni berupa praktek kampanye dengan menggunakan fasilitas maupun keuangan negara. Dimana yang terjadi biasanya orang yang mencalonkan diri sebagai calon pemimpin kemudian memberikan sesuatu kepada calon pemilih agar pemilih tersebut bersedia memilihnya. Inilah yang kemudian dikenal sebagai politik balas budi. Sedang yang lebih bahaya lagi adalah jika ternyata pemberian yang diberikan oleh calon pemimpin tersebut adalah barang yang bukan miliknya, yakni fasilitas negara atau umum. Kampanye tidaklah dilarang jika memang berguna untuk memperkenalkan diri kepada calon pemilih, apapun jabatan yang akan diraihnya. Terlebih memang hal ini akan memudahkan bagi pemilih untuk menentukan seseorang untuk menjadi pimpinannya. Namun hal ini akan berbeda jika praktek korupsi ini terjadi, karena para pemilih memang memilihnya, disisi lain mereka akan mengatakan bahwa mereka hanyalah diberi, lalu apa jika salahnya diterima? Begitu juga para calon akan mengatakan, memberi kepada seseorang adalah ibadah, bukankah demikian? Pertama, pemberian tersebut adalah bentuk penyuapan kepada masyarakat yang dikemudian hari mereka akan merubah keputusannya bukan berdasarkan kapasitas dan kemampuan seseorang, tapi seberapa banyak para calon itu bisa memberikan sesuatu kepadanya atau membeli hak suaranya. 15 Istilah ini terdapat dalam kamus hukum pada Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta: KPK-RI 2006, hal 75 Selain kecurangan dalam bentuk pemberian sesuatu pada penentu pilihan itu, ada juga kecurangan kampanye dalam bentuk pemalsuan data yang di kenal sebagai Election Fraud 16 Yang kemudian dimaknai sebagai kecurangan yang bertalian langsung dengan pemilihan umum seperti pemalsuan calon anggota legislatif atau memberikan sesuatu kepada calon pemilih untuk mempengaruhi pilihannya. Di mana fraud berarti penipuan, yang tentu di tujukan kepada siapapun yang dapat mempermudah seseorang untuk meraih kekuasaan yang diincarnya.

b. Discretionary Corruption

17 Discretionary merupakan kata sifat yang berarti dengan kebebasan untuk menentukan atau memilih, terserah kepada kebijaksanaan seseorang 18 . Kemudian dalam kamus hukum di maknai sebagai tindakan korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan. Hal ini tentu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki otoritas kebijakan terhadap sesuatu, yang sebaliknya orang yang tidak memiliki otoritas kebijakan tersebut selalu menjadi korban dari tindakan korupsi tersebut. 19 Kejahatan ini dalam sejarahnya dimulai ketika orang telah memiliki kebijakan atau lebih khususnya memegang kendali keuangan negara atau perusahaan. Karena merekalah yang lebih tahu kemana seharusnya keuangan 16 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta: KPK-RI 2006, hal 75 17 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta: KPK-RI 2006, hal 75 18 Jhon M. Echols dan Hasan Sadili, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, cet 26 2007, hal 186 19 Penyelewengan ini sangat beragam, ketika seseorang memiliki otoritas dalam kewenangan namun ia tidak melakukan sesuai aturan dan hanya mementingkan keuntungan pribadi maupun golongan tentu adalah hal yang sungguh tercela. negara itu diatur, namun tidak melakukan amanahnya dengan baik. Menarik sebagai contoh beberapa bulan yang lalu yakni kasus Gayus Tumbunan sebagai makelar kasus Markus karena telah menggelapkan uang pajak negara. Yang kemudian tindakan ini berdampak cukup buruk karena munculnya mosi ketidakmauan masyarakat untuk membayar bajak karena khawatir hanya sebagai lahan korupsi pemegang kebijakan keuangan tersebut.

c. Illegal Corruption

20 Yang dimaksud dengan illegal corruption disini adalah bentuk korupsi dengan mengacaukan bahasa dalam bidang hukum. Yang tentu tindakan ini banyak dilakukan oleh mereka para praktisi hukum, baik itu para advokat, hakim dan sebagainya. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk merubah keputusan hukum atas tindakan seseorang yang melakukan sesuatu, baik yang dari asalnya korupsi kemudian menjadi tidak maupun sebaliknya. Dimana sering terjadi pemberitaan tentang seseorang yang melakukan korupsi kemudian diganti dengan hanya melakukan kelalaian, atau adanya kesalahan prosedur, kesalahan admnistrasi yang kesemuanya berujung pada pembenaran atas tindakan yang dilakukan orang tersebut agar tidak lagi disebut sebagai pelaku korupsi. Ini adalah bentuk pengacauan terhadap intelektual yang dilakukan pula oleh para intelektual. Seorang yang mengerti hukum hendaklah menghukum seseorang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh pelaku, namun yang seringkali terjadi adalah pengacara mencoba membela para kliennya yang minimal akan memperingan hukuman yang akan di peroleh pelaku kejahatan atau 20 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta: KPK-RI 2006, hal 75 korupsi. Disamping itulah tugas seorang pengacara, namun yang lebih menyedihkan adalah jika memang terdapat pasal-pasal karet undang-undang yang memiliki banyak interpretasi pada sebuah undang-undang yang kemudian setiap kesalahan bisa mendapatkan pidana ringan maupun berat sesuai kemampuan pelaku korupsi membayar para pengacara, hakim dan para penegak hukum yang lain.

d. Political bribery

21 Dimana tindakan korupsi jenis ini sering tidak dipahami oleh masyarakat umum. Yakni bahwa korupsi ini adalah bentuk kegiatan parlemen yang berkaitan dengan pembentukan undang-undang yang dikendalikan oleh kepentingan suatu golongan tertentu dengan harapan parlemen membuat aturan yang menguntungkan golongan tersebut. Hal ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi kala suatu golongan atau partai politik mendominasi jumlahnya pada suatu parlemen. Tentu hal ini adalah sebagai konsekuensi terhadap pemilihan demokrasi sebagai sistem kebernegaraan, dimana keputusan selalu diambil oleh suara terbanyak. Sehingga ada sebuah guyonan demokrasi yakni jika ada 4 ulama dan 6 pencuri menentukan hukum mengambil barang orang lain dengan cara mencuri tentu hasilnya adalah diperbolehkan karena 6 suara lebih menghendaki demikian. Inilah korupsi yang sangat berbahaya bagi kemaslahatan rakyat di suatu negara. Selain ini memang disebut sebagai penyimpangan kekuasaan, inilah salah satu bentut gurita corruption pada bab sebelumnya. Dimana bentuk korupsi raksasa yang tak mudah dilawan dan menimbulkan banyak kerugian negara. Sebagai 21 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta: KPK-RI 2006, hal 75 contoh di Indonesia, seberapa sering parlemen atau DPR membicarakan tentang kekayaan negara yang selalu dikeruk oleh negara asing, apakah ini terkait dengan siapa pemegang kekuasaan atau suara terbanyak di DPR tersebut? Sejarahlah yang akan membuktikannya.

C. Korupsi Sebagai Problematika