BAB IV KORUPSI DALAM PANDANGAN HADIS
A. Macam-Macam Korupsi Dalam Hadis
Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini, ada dua hal yang harus kembali dijelaskan yakni apa itu korupsi dan apa itu hadis. Hal ini guna
menjadi pembahasan bahwa korupsi memiliki ciri yang berbeda dengan tindakan kejahatan atau dosa yang lain dalam Islam, yakni al-Quran dan hadis. Karena
bagaimanapun Islam memiliki aturan tentang berbagai hal dalam kehidupan manusia, termasuk didalamnya adalah hak-hak terhadap kepemilikan terhadap
sesuatu. Yang kemudian penyelewengannya memiliki beberapa macam istilah seperti sariqah pencurian, riba, risywah penyuapan dan sebagainya.
Hadis, M. ‘Ajjaj al-Khatib menjelaskan dalam etimologi berarti yang baru dari segala sesuatu. Namun secara terminologis beliau menyebutkan bahwa hadis
bisa disamakan dengan sunnah, yang keduanya memiliki arti sebagai segala sesuatu yang diambil dari nabi Muhammad saw. sebelum dan sesudah diangkat
menjadi rasul. Akan tetapi bila disebut kata hadis, umumnya dipakai untuk segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rasul setelah kenabian, baik berupa sabda,
perbuatan maupun ketetapan. Dengan demikian, berdasarkan keterangan ini, sunnah lebih luas pengertiannya dari pada hadis.
1
1
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits; Pokok-Pokok Ilmu Hadis, Terj. M. Qaridunnur dan Ahmad Musyafiq Jakarta; Gaya Media Pratama, 1998 Hal. 7-9
45
Sementara sunnah, sebagaimana yang di jelaskan oleh M. Mustafaa Azami
2
dalam bukunya Dirâsât fî al-hadîth al-Nabawî wa Tarîkh Tadwînih bahwa kata sunnah telah dikenal sejak masa Jahiliyah. Pada saat itu mereka
mengenalnya sebagai bagian dari syair-syair mereka dan memiliki arti ‘tata cara’. Sedang dalam al-Quran kata sunnah dipakai untuk arti ‘tata cara dan tradisi’.
Sementara itu Nabi juga menggunakannya untuk arti yang sama. Kemudian arti ini memiliki perluasan terminologis, sebagaimana yang dipakai oleh para ulama
dan orang-orang Islam dengan menambah “al” di depannya yakni dengan pengertian bahwa sunnah adalah ‘tata cara dan syariat yang dibawa oleh
Rasulullah’ . Namun ini bukan berarti pengertian etimologis tidak terpakai, sebab pengertian yang belakang ini hanya dipakai dalam pengertian yang sempit yakni
pada apa yang disandarkan kepada nabi Muhammad. Adapun korupsi, sebagaimana yang dijelaskan pada bab sebelumnya
bahwa korupsi adalah “perbuatan yang dengannya menyebabkan kerugian terhadap negara atau masyarakat dan berdampak pada keuntungan pribadi maupun
golongan dengan cara penyalahgunaan kewenangan atau keprcayaan”. Selanjutnya dibawah ini adalah beberapa macam istilah atau kosa kata
bahasa Arab yang terpakai dalam hadis-hadis nabi. Dimana kosa kata tersebut dapat disepadankan dengan makna korupsi ataupun tindakan yang teridentifikasi
menjadi korupsi.
2
M.M. Azami, Hadis Nabi dan Sejarah Kodifikasinya, Terj. Ali Mustafa Yaqub. Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 2 th.2000 hal. 20
A.1. Ghulûl
3
Ghulûl
4
merupakan kata yang paling sering digunakan oleh Rosulullah dalam menyebutkan tindakan yang diidentikkan dengan korupsi, seperti
pengkhianatan dan penggelapan. Ghulûl berasal dari kata yang
merupakan isim masdar dari
ó ó
yang berarti mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya
5
. Dengan demikian bisa disamakan dengan penggelapan barang.
Hal ini berbeda dengan sarîqah pencurian, dimana yang berbeda terletak pada adanya wewenang
yang dimiliki oleh pelaku sâriq. Adapun dalam hadis nabi memakai
kata ghulûl untuk beberapa hal yang berbeda antara lain;
3
Kata ini digunakan dalam al-quran dengan beragam susunan kata seperti pada
surat al-Imran; 161, pada Al-Haqah; 30 dan
pada al-Maidah; 64.
4
Istilah ini pada awalnya banyak terdapat dalam beberapa kitab Muhaditsin seperti al- Tirmizi dengan Bâb Ma Ja’a fi al-Gulûl Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002 hal. 664, Ibnu Majah
dengan Bâb al-Gulûl Riyadh: Dar al-Afkar al-Dauliyah, 2004 h. 310, dan al-Bukhari dengan Bâb al-Ghulûl, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h.346
5
Selain itu dengan tasydid berarti pula
atau khianat, yang pada awalnya kata ini dimaknai sebagai haus yang sangat atau dalam kepanasan. Lihat. Ibn Manzur al-Iraqi, Lisanul
Arab, Beirut:Darul Fikr, tt. Hal 499. Lihat juga Muhammad Rawwas Qal’ah, Mu’jam Lughat al- Fuqaha, Beirut: Dar Diyan at-Turats, tt hal. 117
a. Hadis Ghulûl Umum
6
1
º º º
ƒ
7
Artinya: Dari Qutaibah bin Sa’id dari Abû ’Awânah dari Simâk bin Harb, selian itu juga dari Dari Hannâd dari Waqi’ dari Isrâil dari Simâk dari mas’ab bin
Sa’ad Ibn ‘Umar ra. Berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Salat yang dilakukan tanpa bersuci tidak akan diterima oleh Allah, begitu pula
sedekah dari hasil ghulûl, korupsi.”
2
ƒ ƒ
º ƒ
Æ ƒ ƒ ƒ
8
Artinya: Dari Muhammad bin Basyar dari Ibn Abi ‘Adî dari Sa’îd dari Qatâdah dari Sâlim bin Abi al-Ja’di dari Ma’dan bin Abi Thalha dari Sauban,
berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang ruhnya berpisah dari jasadnya mati dan dia terbebas dari tiga perkara; menyimpan harta tanpa
dizakati, gulûl korupsi, dan utang tak dibayar, maka ia masuk surga”
.
6
Pemberian nomor ini bertujuan untuk memudahkan dalam pembahasan bab berikutnya dalam penulisan skripsi ini pada kontekstualisasi hadis-hadis korupsi
7
Muslim, Sahîh, Kitâb al-Tahârah, Bâb Wujûb al-Tahârah li al-Salah, no. 224 Beirut: Dar al-Fikr, 2003, h. 106; al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Tahârah, Bâb Mâ Ja’a La Tuqbalu al-Salat
bi Ghairi Tahûr, no. 1 Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002 ha. 17; al-Nasa’i, Sunân, Kitâb al-Tahârah, Bâb Fard al-Wudu‘, no. 139 Beirut: Dar Ahya’ al-Turts al-islami, tt h. 27; dan Ibn Majah,
Sunân, Kitâb al-Tahârah, Bâb Lâ Tuqbalu al-Salat bi Ghairi Tahûr,hadis no. 271, 272, 273, 31 Riyadh: Dar al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 276
8
Al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Sair, Bâb Mâ Jâ’a fi al-Ghulûl, no. 1573. Dalam riwayat al-Tirmizi lainnya no. 1572 menggunakan redaksi berbeda, yaitu: Man mâta wa huwa barî’un
min al-kibr wa al-ghulûl wa al-dain dakhala al-jannah” Siapa saja yang mati dalam keadaan bebas dari kesombongan, korupsi, dan hutang, maka ia masuk surga. Di riwayat kedua ini
menggunakan al-kibr sombong, bukan al-kanz menyimpan harta tanpa dizakati. Beirut: Dar al- Ma’arif, 2002 hal. 664 Riwayat ini juga didukung riwayat Abû Hurairah dan Zaid ibn Khalid al-
Juhani. Walaupun demikian, menurut Tirmizi sendiri, riwayat yang menggunakan al-kanz lebih sahih.; diriwayatkan pula oleh Ibn Majah, Sunân, Kitâb Sadaqat, Bâb al-tasydid di al-Dain, no
2412 Riyadh: Dar al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 260
3
ƒ ƒ
ƒ È
º ƒ ƒ º È
ƒ ƒ
ƒ º ƒ
ƒ ƒ ƒ
º ƒ ƒ
Ê ƒ ƒ
º ƒ º
9
Artinya: Diriwayatkan dari Abdul Wahhâb bin Abd al-Hakam dari Hajjâj berkata dari ibn Juraij dari ‘Utsman bin Abi Sulaiman dari ‘Ali al-Azdi dari
‘Ubaid bin ‘Umair dari ‘Abdillah ibn Hubsyi al- Khaś‘ami, bahwa Nabi saw.
ditanya: “Pekerjaan apakah yang paling utama?” Nabi menjawab: “Beriman tanpa keraguan di dalamnya; Berjuang tanpa kecurangan di dalamnya; dan haji
yang mabrurbaik. Ditanya lagi: “Salat apakah yang paling utama?” Jawab Nabi: “Qunut berdiri dalam salat yang panjang”. Ditanya lagi: “Sedekah apakah yang
paling utama?” Nabi menjawab: “Sedekah yang sungguh-sungguh dari orang yang pas-pasan.” Ditanya lagi: “Hijrah apakah yang paling utama?” Nabi
menjawab: “Hijrah berpindah dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah.” Ditanya lagi: “Jihad apakah yang paling utama?” Nabi menjawab: “Jihad untuk
membebaskan orang-orang musyrik dari kemusyrikannya dengan harta dan jiwa.” Ditanya lagi: “Mati apakah yang paling mulia?” Nabi menjawab: “Orang
yang berjuang hingga darahnya tertumpah dan kudanya terluka.”
b. Hadis Ghulûl Ghanimah Korupsi Dalam Harta Rampasan
4
ƒ ƒ
9
Al-Nasa’i, Sunân, Kitâb al-Zakat, Bâb Juhd al-Muqill, no. 2523Beirut: Dâr al-Ihya’ al- Turâts al-Islamî, 2003, tt h. 427 dan Kitâb al-Imân wa Syara’i‘ihi, Bâb Zikr Afdal al-Imân, no.
4995, h. 798 dengan lafaz yang lebih pendek.
È
10
Artinya: Dari ‘Ali bin Abdillah dari Sufyân dari ‘Amru dari Salim bin Abi al-Ja’di dari ‘Abdullah ibn ‘Amr berkata bahwa ada seseorang bernama
Kirkirah yang mengurus perbekalan Rasulullah saw. Ia mati di medan perang. Kemudian Rasulullah bersabda: “Dia masuk di neraka”. Para sahabat bergegas
pergi melihatnya dan menemukan mantel ‘abâ’ah yang telah digelapkannya.
5
ƒ Ê
ƒ È
Ê ƒ
ƒ ƒƒ ƒ
ƒ È ƒ
ƒ ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ ƒ ƒÉ
ƒ È
11
Artinya: Dari Muhammad bin al-‘Ala’I dari Ibn al-Mubârak dari Ma’mar dari Hammâm bin Munabbih dari Abû Hurairah ra. Ia berkata bahwa Rasulullah
bersabda: “Salah seorang nabi terdahulu berperang di jalan Allah. Ia berkata kepada kaumnya: “Janganlah ikut berperang bersamaku, orang yang memiliki
istri dan ia ingin sekali berhubungan intim dengannya, padahal ia belum melakukannya. Jangan pula ikut berperang, orang yang sedang membangun
rumah, sedangkan ia belum selesai memasang atapnya. Jangan pula ikut, orang
10
Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb al-Jihad wa al-Sair, Bâb al-Qalil min al-Ghulûl, no. 3074, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 346; Ibn Majah, Sunân, Kitâb al-Jihad, Bâb al-
Ghulûl, no. 2849, Riyadh: Dar al-Afkar al-Dauliyah, 2004 h. 310.
11
Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb Furudul-Khumus, Bâb Qaul al-Nabi Uhillat lakum al- Ghanimah, no. 3124, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 351; Muslim, Sahîh, Kitâb al-
Jihâd wa al-Sair, Bâb Tahlil al-Ghanâ’im li Hazihi al-Ummah Khassah, no. 1747 Beirut: Dar al- Fikr, 2003, h. 693.
yang membeli memiliki kambing atau unta-unta yang sedang hamil tua, padahal ia menunggu kelahirannya. Kemudian nabi tersebut berperang dan mendekati
sebuah negeri pada waktu Salat Asar atau sekitar waktu tersebut. Nabi itu berkata kepada Matahari, “Sesungguhnya engkau diperintahkan oleh Allah, aku pun
diperintahkan juga oleh-Nya. Ya Allah, tahanlah Matahari itu untuk kami agar tidak cepat tenggelam. Lalu Matahari tersebut ditahan sampai Allah memberi
kemenangan atasnya. Kemudian sang nabi mengumpulkan ghanimah harta rampasan perang dan datanglah api untuk melalapnya. Rupanya, api itu tidak
mau melalap. Kemudian nabi tersebut berkata: “Sungguh ada di antara kalian yang berbuat ghulûl, maka berbaiatlah bersumpah setia kepadaku. Setiap
kabilah diwakili satu orang.” Lalu semua tangan dipegang oleh tangan nabi. Kemudian nabi itu berkata: “Ada ghulûl di antara kalian”. Kemudian mereka
datang dengan membawa sebuah benda mirip kepala sapi yang terbuat dari emas. Lalu mereka meletakkan emas itu dan datanglah api lalu melalapnya. Kemudian
Allah menghalalkan ghanimah bagi kita umat Muhammad saw.. Allah melihat kelemahan kita, maka Allah menghalalkannya kepada kita”.
6
ƒ Ê
ƒ ƒ ƒ ƒ
ƒ È
ƒ ƒ
ƒ Ê ƒ ƒ
ƒ È
Æ
12
Artinya: Dari Abdullah bin Muhammad dari Mu’âwiyah bin ‘Umair dan Abû Ishaq dari Malik bin Anas berkata dari Tsaur dari Salim Maula Ibn Muti’
12
Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb al-Maghâzi, Bâb Ghazwah Khaibar, no. 4234, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 472; Muslim, Sahîh, Kitâb al-Imân, Bâb Ghilazi Tahrim al-Ghulûl,
no. 115 Beirut: Dar al-Fikr, 2003, h. 61; Abû Dawud, Sunan, Kitâb al-Jihâd, Bâb Fî Ta‘zim al- Ghulûl, no. 2711Aman; Dar al-A’alam, 2003 h. 421; al-Nasa’i Sunân, Kitâb al-Aiman wa al-
Nuzur, Bâb Hal Tadkhulu al-Aradun fî al-Mal iza Nazara, no. 3836, Beirut: Dar al-Ihya al-Turats al-Islami, tt h. 602
dari Abû Hurairah ra. berkata: Kami telah membebaskan Khaibar dan ketika itu tidak mendapatkan ghanimah emas, perak, melainkan sapi, unta, barang-barang,
dan hawâ’it kebun-kebun. Kami pun berangkat bersama Rasulullah saw. menuju Wadi al-Qura lembah. Di sisi beliau ada seorang budak bernama
Mid‘am, hadiah seseorang dari Bani al-Dabab. Ketika budak itu menurunkan perbekalan Rasulullah, tiba-tiba ia terkena anak panah yang melesat kencang dan
ia meninggal dunia. Orang-orang pun berkata: ”Enak sekali, ia mendapatkan syahâdah mati syahid”. Kemudian Rasulullah bersabda: “Tidak, bahkan, demi
Zat yang diriku dalam genggaman-Nya, sesungguhnya syamlah mantel perang yang ia ambil gelapkan dari ghanimah di hari perang Khaibar sebelum tiba
waktu pembagian telah menyalakan api neraka atasnya”. Ketika mendengar pernyataan Rasulullah ini, seorang laki-laki datang menyerahkan satu atau dua
tali sandal sembari berkata: “Inilah sesuatu yang aku peroleh”. Kemudian Rasulullah menyatakan: ”Satu atau dua tali sandal dari api neraka”.
7
ƒ ƒ
º º
ƒ ƒ
ƒ º
È º º
ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ
ƒ
13
Artinya: Dari Zuhair bin Harb dari Hasyim bin al-Qasim dari ‘Ikrimah bin ‘Ammar dari Sima al-Hanafi abû Zumail dari Abdullah ibn ‘Abbas ‘Umar ibn al-
Khattab, ia berkata: “Ketika dalam perang Khaibar, sekelompok sahabat Nabi saw. menghadap dan berkata: ‘Si Fulan mati syahid, Fulan mati syahid’ hingga
melalui seseorang. Merekapun berkata; “Fulan mati syahid.” Kemudian Rasulullah saw mengatakan: “Tidaklah demikian. Sungguh aku melihatnya
masuk neraka karena burdah kain selimut atau ‘abâ’ah mantel yang ia gelapkan”. Selanjutnya, Rasulullah berkata: “Hai ‘Umar Ibn al-Khattab,
berangkatlah dan serukan kepada manusia bahwa tidak masuk surga selain orang beriman”. Umar berkata: “Lalu aku keluar dan menyerukan kepada manusia
bahwa tidak masuk surga kecuali orang yang beriman”.
13
Muslim, Sahîh, Kitâb al-Imân, Bâb Ghilazi Tahrim al-Ghulûl, no. 114 Beirut: Dar al- Fikr, 2003, h. 61; al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Sair, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Ghulûl, no. 1574, Beirut:
Dar al-Ma’arif, 2002 h. 665.
8
ƒ ƒ
ƒ ƒ
Å ƒ
ƒ ƒ
ƒ ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ
ƒƒ ƒ
ƒƒ ƒ ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ
Ê ƒ
Æ ƒ ƒ ƒ
ƒƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ
ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ
ƒ ƒ ƒ
ƒ ƒ
14
Artinya: Dari Abû Bakr bin Abi Syaibah dari Waqi’ bin Jarrah dari Syufya; juga dari Ishaq bin Ibrahim dari Yahya bin Adam dari Syufya; juga dari
Abdullah bin Hasyim –dengan kalimatnya- dari Abdurrahman yakni ibn Mahdi
14
Muslim, Sahîh, Kitâb al-Jihâd wa al-Sair, Bâb Ta’mir al-Imâm al-Umarâ’ ‘ala al- Bu‘uś wa Wasiyyatihi iyyahum bi Adabi al-Ghazwi wa Ghairiha, no. 1731 Beirut: Dar al-Fikr,
2003, h. 688-689; Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Jihâd, Bâb Fî Du‘a’i al-Musyrikin, no. 2612 redaksi panjang, no. 2613 redaksi singkat dan 2614 dari Anas ibn Malik dengan redaksi sedikit
berbeda, juz 2, Aman; Dar al-A’alam, 2003 h. 421; al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Diyât, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Nahyi ‘ani al-Muslah, no. 1408 dari Buraidah, Beirut; Dar al-Ma’arif, 2002 h. 590-
591; dan Ibn Majah, Sunân, Kitâb al-Jihâd, Bâb Wasiyyat al-Imâm, no. 2857 dan 2858 Riyadh: Dar al-Afkar al-Dauliyah, 2004 h. 311
dari Alqamah dari Martsad dari Sulaiman bin Buraidah, ia berkata: Rasulullah saw. bila hendak mengutus seorang panglima pasukan atau ekspedisi, selalu
mewasiatkan kebaikan secara khusus kepadanya dan pasukannya untuk bertakwa kepada Allah. Kemudian dipesankan: “Berjuanglah demi nama dan di jalan
Allah. Berperanglah mengatasi kekufuran orang yang kafir. Berjuanglah dan janganlah bertindak ghulûl penggelapan, janganlah berkhianat berpaling
meninggalkan medan perang, janganlah bertindak kejam terhadap musuh, serta janganlah membunuh anak-anak. Dan jika kamu bertemu musuhmu yang
musyrik, ajaklah mereka kepada tiga hal. Jika mereka memenuhi salah satunya, maka terimalah perdamaian dari mereka dan cegahlah perang terhadap mereka.
Kemudian ajaklah mereka pada Islam. Jika mau, terimalah mereka dan cegahlah perang. Kemudian ajaklah mereka untuk berpindah dari negeri mereka ke negeri
kaum Muhajirin. Jika mereka enggan, sampaikan bahwa posisi mereka seperti kaum Muslimin di pegunungan. Bagi mereka berlaku kebijaksanaan Allah seperti
yang berlaku bagi kaum Mukminin. Mereka tidak berhak mendapat ghanimah atau fai, kecuali mereka ikut berjuang bersama kaum Muslimin. Jika mereka
enggan, maka pungutlah jizyah pajak atas mereka. Namun jika mereka mau, maka terimalah perdamaian dari mereka dan cegahlah peperangan. Jika mereka
enggan, mintalah pertolongan Allah dan perangilah mereka. Dan bila kamu telah berhasil mengepung penghuni benteng, lalu mereka ingin agar kamu memberikan
jaminan Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kamu berikan jaminan itu, melainkan jaminanmu dan sahabat-sahabatmu. Karena sesungguhnya jaminanmu
dan sahabatmu lebih ringan untuk kamu penuhi dari pada jaminan Allah dan Rasul-Nya. Dan bila kamu berhasil mengepung penghuni benteng, lalu mereka
ingin agar kamu menerapkan kepada mereka kebijaksanaan Allah, maka janganlah kamu terapkan kebijaksanaan Allah atasnya, melainkan terapkanlah
kebijaksanaanmu, karena kamu tidak tahu apakah kebijaksanaan Allah sesuai terhadap mereka atau tidak?”
Dari berbagai Hadis di atas menunjukkan bahwa ghulûl ghanimah adalah bentuk korupsi, hal ini karena menunjukan kesamaan dalam unsur-unsur
kejahatannya. Pertama, yakni tentu menunjukkan suatu pengkhianatan atau penyelewengan kewenangan ataupun amanah yang diberikan kepada pelaku yakni
bahwa pelaku mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan terhadap harta ghanimah tersebut. Kedua, hal ini kemudian menimbulkan kerugian pada negara,
yang dalam hal ini adalah baitul mâl yang dianggap sebagai bagian dari sistem keuangan negara kala itu. Ketiga, tentu adalah hanya menimbulkan keuntungan
pribadinya dan merugikan orang lain karena mengambil sesuatu yang tentu bukan haknya.
c. Hadis Ghulûl hadiyyah Korupsi Dalam Bentuk Hadiah dan
Sedekah
8
ƒ È
É Ê
ƒ ƒ
È ƒ ƒ
Æ ƒ ƒ
ƒ
.
15
Artinya: Dari Abdullah bin Muhammad dari Syufyan dari al-Zuhri dari ‘Urwah bn al-Zubair dari Abi Humaid al-Sa‘idi ra., ia berkata bahwa Nabi saw.
mengangkat seorang pegawai dari al-Azd, bernama Ibn al-Utbiyyah menurut Muslim, Ibn al-Lutbiyyah untuk mengurus sedekah zakat. Ketika
pekerjaannya selesai, dia datang kepada Rasulullah, berkata: “Ini hasil zakat untuk engkau baitul mâl, sedangkan yang ini dihadiahkan untukku”. Lalu
Rasulullah berkata: “Tidakkah ia duduk saja di rumah ayah ibunya, lalu ia menunggu apakah ia akan diberi hadiah atau tidak?” Kemudian Rasulullah pun
bersada: “Demi Zat Allah yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya, tidak satupun orang yang mengambil sesuatu secara tidak sah, kecuali pasti ia akan datang
pada Hari Kiamat sambil memanggul sesuatu itu di atas pundaknya. Jika itu unta, akan bersuara, atau sapi akan melenguh, atau kambing akan mengembik”. Lalu
Rasulullah mengangkat tangannya hingga kami melihat bulu kedua ketiaknya seraya berkata: “Ya Allah, sudah aku sampaikan peringatan ini, sudah aku
sampaikan”, diulangi hingga tiga kali.
15
Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb al-Hibah wa Fadihâ wa al-Tahrid ‘alaihâ, Bâb Man Lam Yaqbal al-Hadiyyah li ‘Illatin, no. 2597, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 288; Kitâb
al-Aimân wa al-Nuzur, Bâb Kaifa Kânat Yamîn al-Nabi, no. 6636, h. 746-747; Kitâb al-Ahkâm, Bâb Hadaya al-‘Ummâl, no. 7174, h.805. Lihat juga Muslim, Sahîh, Kitâb al-Imârah, Bâb Tahrîm
Hadaya al-‘Ummâl, no. 1832 a, b, c, dan d, Beirut: Dar al-Fikr, 2003 h. 734-735 Muslim menyebutkan nama Ibn al-Lutbiyyah; Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Kharâj wa al-Imârah, Bâb Fî
Hadâya al-‘Ummâl, no. 2946, Aman; Dar al-‘A’lam, 2003 hal. 485. Semuanya dari Abû Humaid al-Sa‘idi dengan redaksi yang berdekatan.
9
ƒ Æ
ƒ ƒ ƒ
Æ ƒ
ƒ ƒ
16
Artinya: Dari Musaddad dari Yahya dari Abi Hayyan dari Abû Zur’ah dari Abû Hurairah, ia berkata: Nabi Muhammad saw. berdiri di antara kami lalu
menyebutkan kasus ghulûl dan menegaskan bahwa ghulûl termasuk perkara besar. Nabi bersabda: ”Sungguh, jangan sampai aku menemukan salah satu dari
kalian di Hari Kiamat membawa kambing yang mengembik di atas pundaknya, atau kuda yang meringkik. Orang yang berbuat demikian berkata di Hari
Kiamat: “Wahai Rasulullah, tolonglah aku”. Akupun menjawab: “Aku tidak memiliki kekuasaan untuk menolongmu sedikitpun. Bukankah sudah aku
sampaikan peringatanku”. Juga ada yang membawa unta mendengkur di atas pundaknya. Orang yang demikian berkata di Hari Kiamat: “Wahai Rasulullah,
tolonglah aku”. Aku pun menjawab: “Aku tidak memiliki kekuasaan untuk menolongmu sedikitpun. Bukankah sudah aku sampaikan peringatanku
kepadamu”. Juga ada yang membawa perhiasan emasperak di atas pundaknya. Orang yang demikian nanti berkata: “Wahai Rasulullah, tolonglah aku”. Aku pun
akan berkata: “Aku tidak bisa menolongmu sedikitpun. Bukankah aku sudah menyampaikan peringatan ini”. Atau ada juga yang membawa kain-kain selimut,
mantel, dsb. yang menyolok berkilauan. Orang yang demikian nanti berkata: “Wahai Rasulullah, tolonglah aku”. Maka aku menjawab: “Aku tidak memiliki
kekuasaan untuk menolongmu sedikitpun. Bukankah sudah aku sampaikan peringatan kepadamu”.
10
ƒ ƒ
ƒ
16
Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb al-Jihâd wa al-Sair, Bâb al-Ghulûl, no. 3073, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h.346; Muslim, Sahîh, Kitâb al-Imârah, Bâb Ghilaz Tahrim al-
Ghulûl, no. 1831Beirut: Dar al-Fikr, 2003, h. 734.
É ƒ ƒ
ƒ Æ ƒ
.
17
Artinya: Dari ‘Utsman bin Abi Syaibah dari Jarir dari Mutharraf fari abi al-Jahm dari Abi Mas‘ud al-Ansari, ia berkata: Aku diutus oleh Nabi sebagai
petugas sedekah. Beliau berkata: “Berangkatlah, hai Aba Mas‘ud. Namun jangan sampai aku menemukanmu datang di Hari Kiamat dengan membawa unta
di atas pundakmu yang kamu gelapkan dari hasil sedekah.” Abû Mas‘ud berkata: Kalau begitu, aku tidak jadi berangkat. Nabi pun berkata: “Jika demikian, aku
tidak memaksamu”.
11
ƒ ƒ
º ƒ
ƒ ƒ
ƒ È
º ƒƒ
º ƒ ƒ ƒ
18
Artinya: Dari Abû Bakr bin Abi Syaibah dari Waqi’ bin al-Jarrah dari Isma’il bin Abi Khalid dari Qias bin Abi Hazim dari ‘Adi ibn ‘Amirah al-Kindi,
ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja di antara kalian yang kami beri pekerjaan lalu ia menyembunyikan jarum jahit dari kami atau
yang di atas itu, maka yang demikian itu termasuk tindakan ghulûl. Ia akan datang, di Hari Kiamat dengan membawa barang itu”. Perawi berkata: Seorang
laki-laki hitam, dari kaum Ansar, berdiri menghadap Nabi. Seolah aku melihatnya. Kemudian orang itu berkata: Ya Rasulallah, terimalah dariku tugas
yang engkau berikan kepadaku. Lalu Nabi berkata: “Dan apa yang ada padamu itu?” Ia menjawab: Aku mendengar engkau bersabda demikian dan demikian.
Nabi bersabda lagi: “Dan aku sekarang mengatakannya lagi, siapa saja dari kalian yang kami beri tugas untuk suatu pekerjaan, hendaklah ia datangkan laporkan
semua, sedikit ataupun banyak. Apa saja yang diberikan kepadanya olehku
17
Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Kharaj wa al-Imârah, Bâb Fi Ghulûl al-Sadaqah, no. 2947Aman; Dar A’lam, 2003 h. 485. Secara substansi hadis ini tidak bertentangan dengan
semangat hadis-hadis yang lebih kuat. Karenanya, dapat dijadikan hujjah.
18
Muslim, Sahîh, Kitâb al-Imârah, Bâb Tahrim Hadaya al-‘Ummâl, no. 1833Beirut: Dar al-Fikr, 2003, h. 735; Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Aqdiyah, Bâb Fî Hadâya al-Ummâl, no. 3581
‘Aman: Dar al-A’lam, 2003 h. 586
sebagai upah resmi silakan ia ambil dan apa yang dilarangnya, ia menahan diri tidak menerimanya”.
12
ƒ ƒ
º º ƒ ƒ
19
Artinya: Dari Zaid bin Ahzam abû Thalib dari Abû ‘Ashim dari abd al- Warits bin Sa’id dari Husain al-Mu’allim dari Buraidah ra., dari Nabi saw. beliau
bersabda: “Siapa saja yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan dan kami sudah memberikan rezeki gaji tertentu kepadanya, maka apapun yang ia ambil selain
itu, maka termasuk ghulûl”
.
13
ƒ È
ƒ ƒ
ƒ Ê ƒƒ ƒ Ê
ƒƒ Ê
ƒƒ ƒ
20
Artinya: Dari Musa bin Marwan al-Raqi dari al-Mu’afa dari al-auza’I dari al-Harits bin Yazi dari Zubair bin Nufair dari al-Mustaurid ibn Syaddad, ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Siapa saja yang menjadi pegawai untuk urusan kami, hendaknya ia berusaha mencari pasangan hidup suamiistri.
Jika ia belum memiliki pembantu, hendaklah ia mencari pembantu. Jika ia belum memiliki tempat tinggal, hendaklah ia berusaha mempunyai tempat tinggal.”
Mustaurid berkata bahwa Abû Bakar menyatakan: Aku diberi tahu bahwa Nabi bersabda: “Siapa saja yang mengambil selain itu, maka dia termasuk pelaku
ghulûl atau pencuri”.
Pada dasarnya hadiah adalah mubah menerimanya, namun dalam hal ini jika menyangkut dalam kewenangan seseorang atau diberikan kepada seseorang
19
Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Kharaj, Bâb fi Arzâq al-‘Ummâl, no. 2943, ‘Aman: Dar al-A’lam, 2003 h. 485
20
Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Kharaj wa al-Imârah, Bâb Fî Arzaq al-‘Ummâl, no. 2945, ‘Aman: Dar al-A’lam, 2003 h. 485.
yang memiliki kewenangan sesuatu dalam kebijakan orang banyak tentu akan mengakhibatkan adanya ketimpangan atau ketidakadailan dirinya dalam
mengambil keputusan. Hal ini kemudian nabi mengaktegorikannya sebagai tindakan ghulûl atau korupsi. Contoh yang paling nyata adalah pegawaipejabat
tingkat atas yang mendapatkan bingkisanhadiah tertentu dari bawahannya demi memperoleh keuntungan tertentu, yang dikatakan atau tidak akan berdampak
berbeda dalam peberian keputusan atasan tersebut terhadap bawahan yang memberikan hadiah kepadanya dan yang tidak. Inilah yang saat ini disebut
sebagai gratifikasi, sebagaimana nanti akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.
d. Hadis Ghulûl al-Ard Penggelapan Tanah
Beberapa hadis nabi bahkan menjelaskan seseorang yang mengambil tanah saudaranya secara bathil sebagai bentuk tindakan korupsi paling besar a’dzâmu
al-ghulûl. Sebagaimana hadis berikut;
14
Ê È
,
ƒ Ê
ƒ ƒ
.
21
Artinya: Waqi’ telah menceritakan hadis kepada kami, dari Syarik, dari Abdillah bin Muhammad ibn Aqil, dari Atha’ bin Yasar dari Abdul malik al-
Asy’ari, ia berkata bahwa Nabi Muhammad bersabda; Ghulûl yang paling besar dalam pandangan Allah pada hari kiamat adalah sejengkal tanah yang terdapat
diantara dua orang atau dua orang yang bersebelahan rumah. Keduanya membagi tanah tersebut, lalu salah satu dari keduanya mengambil satu zira sejengkal dari
tanah sahabatnya, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh jengkal tanah.
21
Ahmad, Musnad, bâb hadis al-Asy’ari, Beirut: Dar al-Fikr, tt hal 389 no. 21839, Selain itu diriwayatkan pula oleh Abi Amr dengan matan yang mirip. Lihat Ahmad, Musnad, bâb
hadis Abi Amr, Beirut: Dar al-Fikr, tt hal 208 no. 21822
A.2. Risywah
22
Dalambahasa Arab kata ini berasal dari yang memiliki arti sesuatu
yang mengalir didalamnya air seperti pipa maupun selokan
23
. Yang kemudian istilah ini sering digunakan dengan arti tindakan suap menyuap. Adapun dengan
tindakan ghulûl, jenis yang paling mendekati dari istilah risywah ini adalah ghulûl hadiah. Dimana tidak hanya melibatkan satu orang pihak melainkan melibatkan
dua pihak yang saling mengetahui tentang keberadaan kecurangaan tersebut. Risywah rasywah rusywah adalah suap-menyuap untuk mempengaruhi
sebuah keputusan agar menguntungkan pihak tertentu dan sebaliknya akan merugikan pihak yang lain. Al-Jurjani
24
memberikan definisi tentang risywah sebagai
yakni apa saja yang dalam bentuk
pemberian untuk merubah ketentuan hukum dimana yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar. Sejalan dengah hal ini Ibnu Qayyim mengatakan bahwa
risywah adalah sebuah perantara untuk dapat memudahkan urusan dengan pemberian sesuatu atau untuk membatalan yang benar dan membenarkan yang
22
Kata ini berasal dari , Istilah risywah telah dipakai oleh para ulama hadis seperti
pada Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Aqdiyah, Bâb Fi Karâhiyati al-Risywah, ‘Aman: Dar al- A’lam, 2003, h. 586
23
Ibn Munzir al-Iraqi, Lisanul Arab, Beirut:Darul Fikr, tt. Juz 14 hal 322
24
Ali Ibnu Muhammad al-Jurnani, Kitâb Ta’rifât, Beirut: Maktabah Lubnan, 1978 h. 116 Lihat pula Muhmammad Abd al-Rau’f, Al-Tauqîf ‘ala Muhimmati al-Ta’rîf, Beirut: Dar al-
Fikr, 1990 hal. 365.
bathil.
25
Orang yang melakukan penyuapan selanjutnya disebut sebagai al-râsyi dan yang meminta atau yang menerima suap disebut sebagai al-murtasyi.
Imam San’ani mengatakan dalam kitabnya Subulussalâm bahwa hukum risywah adalah haram menurut ijma’ termasuk bagi hakim dan pengurus pajak dan
yang lainnya. Namun buku tersebut San’ani melanjutkan bahwa jumhur ulama memberikan pengecualian kepada mereka yang tidak bisa mendapatkan haknya
kecuali dengan disyaratkan harus membayar jumlah uang tertentu atau untuk memperoleh hak dan mencegah kezaliman seseorang
26
. Hal ini sebenarnya sejalan dengan kaidah ushuliyyah bahwa segala ke-madarat-an untuk dihapus yang
kemudian bahwa keadaan darurat yakni tiadanya jalan lain bisa menjadikan sesuatu yang asalnya haram menimbulkan madarat menjadi boleh sebagaimana
pembolehan makan babi ketika tiadanya makanan yang lain demi menjaga kelangsungan hidup
27
. Adapun hadis-hadis yang menyatakan dilarangnya risywah adalah sebagai
berikut:
15
ƒ ƒ ƒ
28
25
Ibn Qayyim al-Jauzi, Aunul ma’bûd, Jil. 5, Beirut:Darul Kutub al-Ilmi, tt. Hal 359
26
Imam San’ani, Subulussalâm, Riyad: Maktabah Nazr Mustafa al-Bar, 1995. Hal 1936 - 1927
27
Dalam ushul fiqh dikenal dengan kaidah
28
Al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Ahkâm, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Rasyi wa al-Murtasyi fi al- Hukmi, no. 1336, Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002 h. 560. Dalam riwayat Abû Hurairah ini ditambah
kata fi al-hukmi dalam perkara hukum. Tirmizi juga meriwayatkan redaksi tanpa menyebut fi al- hukmi, lihat Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Aqdiyah, Bâb Fî Karâhiyati al-Risywah, no. 3580
‘Aman: Dar al-A’lam, 2003, h. 586; al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Ahkâm, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Rasyi
Artinya: Diriwayatkan dari Qutaibah dari Abû ‘Awanah dari ‘Amr bin Abi Salamah dari ayahnya dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah saw. melaknat
orang yang menyuap dan orang yang disuap dalam perkara hukumkebijakan”.
16
ƒ É
Ê ƒ
Ë ƒ
É ƒ ƒƒ
29
Artinya: Dari Hisyam bin ‘Umair dari Sulaim bin Muthair dari Ahli Wadi al-Qura dari ayahnya, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. pada saat Haji
Wada‘ memerintahkan beberapa hal kepada manusia sekaligus melarang beberapa hal dari mereka, kemudian Nabi saw. berkata: “Ya Allah, sudahkah
aku sampaikan peringatan ini?” Mereka menjawab, “Ya Allah, benar” Kemudian Nabi saw. bersabda: “Ketika Bangsa Quraisy sudah saling tikam bermusuhan
atas dasar kekuasaan kepemilikan yang ada di antara mereka dan suatu pemberian al-‘ata’ telah menjadi kebiasaan atau pemberian itu telah berubah
menjadi suap, maka tinggalkanlah jauhilah”.
A.3. Suht
30
Suht dalam bahasa pada awalnya disebutkan sebagai setap sesuatu
yang buruk atau haram, segala yang dihasilkan dari yang haram seperti hasil dari jual beli anjing, khamr dan babi
31
. Yang kemudian diartikan sebagai merusakkan,
wa al-Murtasyi fi al-Hukmi, no. 1337, Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002 h. 344 . Menurut al-Tirmizi, hadis tersebut hasan sahih. dalam riwayat dari Sauban terdapat redaksi yang berdekatan:
La‘anallahu al-rasyi wa al-murtasyi wa al-ra’isyi al-lazi yamsyî baina humâ Allah melaknat penyuap, orang yang menerima dan penghubung antara keduanya
29
Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Kharaj wa al-Imârah, bâb fî karâhiyati al-iftirad fi akhir al-zaman, no. 2959 ‘Aman: Dar al-A’lam, 2003 hal. 487
30
Kata ini terdapat dalam al-quran dalam beberapa ayat, seperti: Thaha; 61, dan Ali Imran; 42, 62 dan 63
31
Ibn Munzir al-Iraqi, Lisanul Arab, Beirut:Darul Fikr, tt. Juz 22 hal 41- 42
membinasakan atau tercampurinya harta dengan barang tipuan dan haram
32
. sebagaimana yang tertera dalam al-quran sebagai berikut:
ƒ ƒ
É ƒ
ƒ ƒ
Ê ƒƒ
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka orang Yahudi datang
kepadamu untuk meminta putusan, maka putuskanlah perkara itu diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka
mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah perkara itu diantara mereka
dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. QS. Al- Maidah: 42
Adapun kata ini digunakan Nabi dalam hadis sebagai berikut:
17
ƒ ƒ
ƒ É
Ê ƒ ƒ
ƒ È
Ê ƒ
ƒ ó
ƒ ƒ
ƒ ƒ
33
32
A.W. Munawwir, Kamus Arab-Indonesia terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 hal. 614
33
Muslim, Sahîh, Kitâb al-Zakah, Bâb Man Tahillu lahu al-Mas’alah, no. 1044Beirut: Dar al-Fikr, 2003, h. 373; Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Zakat, Bâb Mâ Tajuzu fîhi al-Mas’alah,
Artinya: Dari Yahya bin Yahya dan Qutaibah bin Sa’id keduanya dari Hammad bin Zaid dari Harun bin Riyab dari Kinanah bin Nu’aim al-‘Adawi dari
Qabisah ibn Mukhariq al-Hilali. Ia berkata: “Aku memikul suatu bebantanggungan berat. Lalu aku menghadap Rasulullah saw. untuk meminta
sedekah. Kemudian Rasulullah saw. berkata: “Berdirilah bertahanlah kamu hingga datang sedekah zakat kepada kami, lalu kami akan memerintahkan
engkau untuk mengurusnya”. Qabisah berkata: “Lalu Rasulullah bersabda: “Wahai Qabisah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak dihalalkan kecuali bagi
tiga
kelompok orang,
yaitu: pertama,
orang yang
menanggung tanggungandendahutang sementara ia tidak dapat membayarnya, maka ia
boleh meminta hingga dapat melunasinya, kemudian menahan diri untuk tidak lagi meminta-minta; kedua, orang yang tertimpa bencanakecelakaan hingga
hilang hartanya, maka ia boleh meminta hingga ia mampu bertahan hidup yang cukup; dan ketiga, orang yang tertimpa kebangkrutankefakiran hingga ada tiga
orang berakal sehat yang menjadi saksi dan berkata: “Si Fulan telah tertimpa kebangkrutankerugian atau kefakiran”, maka halal baginya meminta hingga
memenuhi kebutuhan untuk hidup atau cukup untuk hidup. Karenanya, meminta- minta, selain tiga hal itu, wahai Qabisah, adalah suht yang dimakan oleh
pelakunya secara haram.”
18
ƒ ƒ
Ê É
Ê Ê
ƒ ƒ
Ì ƒ
ƒ ƒ
ƒ ƒ
ƒ É
ƒ
34
Artinya: Dari ‘Abdullah bin Abbi Ziyad al-Qatahawani al-Kufi dari ‘Ubaidillah bin Musa dari Ghalib Abû Bisyr dari Ayub bin ‘A’id al-Tha’I dari
Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Ka‘b ibn ‘Ujrah. Ia berkata:
no. 1640 ‘Aman: Dar al-A’lam, 2003 h. 255 ; al-Nasa’i, Sunân, Kitâb al-Zakah, Bâb al-Sadaqah li man Tahammala bi Hamalatin, no. 2576 dengan lafaz ringkas, 2577 sama dengan redaksi
Muslim Beirut: Dar al-Ihya al-Turats al-Islami, tt h. 437
34
Al-Tirmizi, Sunân, Bâb Ma Zukira fi Fadli al-Shalah, no. 614, Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002 h. 279 Menurut Tirmizi sendiri, hadis ini berstatus hasan garib.
Rasulullah telah bersabda kepadaku: “Aku memohon perlindungan kepada Allah untukmu dari para pemimpin setelahku nanti. Siapa saja yang menutup pintu-
pintu mereka dan membenarkan kebohongan mereka serta mendukung kezaliman mereka, maka ia bukanlah termasuk bagianku golonganku dan akupun bukan
bagian darinya serta dia tidak masuk bersamaku ke dalam telaga di surga. Dan siapa saja yang menutup pintu-pintu mereka atau tidak menutupnya dan tidak
membenarkan kebohongan mereka serta tidak mendukung kezaliman mereka, maka ia termasuk bagianku dan akupun menjadi bagian darinya serta kelak akan
masuk bersamaku ke dalam telaga di surga. Wahai Ka‘b ibn ‘Ujrah, salat adalah bukti kebenaran. Puasa adalah perisai yang membentengi. Sedekah dapat
menghapuskan kesalahan seperti air memadamkan api. Wahai Ka‘b ibn ‘Ujrah, sungguh, setiap daging yang tumbuh dari hasil suht seperti suap, upeti, maka
nerakalah tempat yang paling layak baginya.”
Pengertian dari suht ini memang berbeda-beda, namun seluruhnya mengarah kepada tindakan korupsi sebagaimana Imam Thabari yang mengatakan
dalam tafsirnya mengenai ayat di atas bahwa suht berarti pula risywah. Hal ini beliau mengaitkannya dengan sebuah riwayat dari Ibn Mutsanna dari Muhammad
bin Ja’far dari Syu’bah dari Amar al-Juhni dari Salim bin Abi al-Jadid dari Masyruq berkata: Aku bertanya kepada Abdullah tentang as-suht, maka ia
menjawab; “Suht adalah yakni
seseorang yang menginginkan sesuatu kepada seseorang yang kemudian ia mengabulkannya dengan diberikannya hadiah dan ia menerimanya” yang
kemudian Abdullah menyebutnya sebagai risywah atau suap demikian pula riwayat Ibrahim.
35
35
Imam al-Thabari, Tafsir at-Tabari, hadis no. 11950 Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2005 Juz 4 h. 580, selain itu banyak pula al-Thabari menyampaikan riwayat tentang Suht sebagai
al-risywah fi al-hukmi lihat h. 579 – 581
A.4. Baiat Al-Imâm Li Ad-Dunyâ
36
Yang dimaksud baiat al-imâm li al-dunyâ yakni menyetujui atau memilih seseorang hanya demi kepentingan dunia, baik itu pribadi maupun golongan.
Dimana hal ini di masukkan dalam kriteria korupsi dengan alasan bahwa keuntungan itu hanya untuk pribadi maupun golongan yang pada nantinya akan
menimbulkan ke-madarat-an bagi orang banyak. Baiat bukan hanya terpaku pada pengakuan bahwa seseorang itu pantas atau mampu untuk menjadi seorang
pemimpin atau memegang amanat. Namun lebih sering pikiran yang dibawa adalah yang penting mendapatkan keuntungan dengan persetujuan kepemimpinan
seseorang tersebut. Hal ini sebagaimana yang disinggung oleh nabi dalam hadisnya sebagai berikut:
19
È É
ƒ Ç
ƒ ƒÊ
ƒ Ê
37
Artinya: Dari ‘Abdan dari Abi Hamzah dari al-A’mas dari Abi Shalih dari Abi Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Ada tiga kelompok
36
Istilah ini diambil dari Al-Bukhari yakni pada , Bâb Man Bayâ‘a Rajulan la Yubayi‘uhu illa li al-Dunyâ, Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h. 809
37
Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb al-Ahkâm, Bâb Man Bayâ‘a Rajulan la Yubayi‘uhu illa li al- Dunyâ, no. 7212, h. 809; Kitab al-Syahâdat, Bâb al-Yamin ba‘da al-‘Asri, no. 2672, Riyadh: Bait
al-Afkar al-Dauliyah, 1998 h.298; Kitâb al-Musaqah, Bâb Ismu man Mana‘a ibn al-Sabil min al- Ma’i, no. 2358 dengan sedikit berbeda redaksi, ada tambahan ayat QS. Ali ‘Imran: 77, h. 261;
Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Ijârah, Bâb Fî Man‘i al-Ma’i, no. 3474 ‘Aman: Dar al-A’lam, 2003 h. 571; al-Nasa’i, Sunân, Kitâb al-Buyu‘, Bâb al-Half al-Wajib li al-Khadi‘ah fi al-Bai‘, no.
4469 Beirut, Dar al-Ihya al-Turats al-Islami, tt h. 757; dan Ibn Majah, Sunân, Kitâb al-Buyû’, Bâb Mâ Jâ’a fi Karahiyati al-Aiman fi al-Syara’ wa al-Bai’ no. 2207 Riyadh: Dar al-Afkar al-
Dauliyah, 2004 h. 219 dan Kitâb Jihâd, Bâb al-Wafa’ bi al-Bai’ah no. 3870 h. 312-313
manusia yang Allah swt tidak mau berbicara kepada mereka di Hari Kiamat dan tidak mau menyucikan dosa dan kesalahan mereka dan bagi mereka siksa yang
pedih, yaitu: pertama, manusia yang memiliki kelebihan air di perjalanan yang. Ia menghalangi ibn al-sabîl para pejalan, musafir untuk mendapatkannya; kedua,
manusia yang memberikan bai‘at kepada seorang pemimpin hanya karena kepentingan duniawi, jika ia diberi sesuai keinginannya, ia akan memenuhi baiat
itu dan jika tidak diberikan, ia tidak memenuhi baiatnya; dan ketiga, manusia yang menjual dagangan kepada seseorang di sore hari sesudah Asar, lalu ia
bersumpah kepada Allah bahwa barang tersebut telah ia berikan tawaran dengan harga sekian dan sekian untuk mengecoh pembeli, lalu ia membenarkannya.
Kemudian si pembeli jadi membelinya. Padahal si penjual tidak memberikan tawaran dengan harga sekian atau sekian.”
A.5. Jaur Al-Qâdi aw Imâm
38
Yang dimaksud dengan jaur adalah yang berarti menyimpang dan
dalam bentuk masdarnya menjadi atau penyimpangan. Sehingga yang
dimaksud disini adalah bentuk penyimpangan-penyimpangan para qadi hakim dan imâm pimimpin yang memiliki otoritas kebijakan atas suatu putusan.
Adapun hadis yang berkenaan dengan hal tersebut adalah;
20
ƒ ƒ
ƒ ƒ
ƒ ƒ
ƒ ƒ
39
38
Istilah ini diambil dari bahasa Arab yang berarti pernyimpangan hakim dan pemimpin, hal ini dimasukkan dalam kategori korupsi karena mereka adalah orang yang memiliki
kewenangan atau amanah sesuatu, dan sebagai definisi korupsi adalah penyelewengan amanah, kewenangan atau kebijakan.
39
Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Aqdiyah, Bâb fi al-Qadhi Yukhti‘u, no. 3573 ‘Aman: Dar a-A’lam, 2003 h. 585 ; dan Ibn Majah, Sunân, Kitâb al-Ahkâm, Bâb al-Hakim Yajtahidu fa Yusibu
al-Haqq, no. 2315 Riyadh: Dar al-Afkar al-Dauliyah, 1998, h. 370. Menurut Abû Dawud sendiri hadis ini sahih
Artinya: Dari Muhammad bin Hassan al-Samti dari Khalaf bin Khalifah dari Abi Hisyam dari Buraidah ra., dari Nabi saw. bersabda: “Qadi
hakimpemutus perkara ada tiga macam, yang satu masuk surga dan yang dua masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah qadi yang mengetahui
kebenaran dan dia memutuskan berdasarkan kebenaran tersebut. Sedangkan qadi yang mengetahui kebenaran, namun dia menyimpang darinya dalam membuat
keputusan hukum, maka ia masuk neraka. Begitu juga qadi yang memutuskan perkara manusia atas dasar kebodohan kecerobohan, maka ia masuk neraka.”
21
ƒ ƒ
ƒ ƒ
Ê É
ƒ É
40
Artinya: Dari Abd al-Qudus bin Muhammad Abû bakr al-‘Athar dari ‘Amru bin ‘Ashim dari ‘Imran al-Qathan dari Abi Ishaq al-Syaibani dari
‘Abdullah Ibn Abi Aufa, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Allah senantiasa bersama seorang qadi selama tidak menyelewengmenyimpang. Jika ia
menyimpang dari kebenaran, Allah melepaskan diri darinya dan ia akan ditemani setan”.
22
ƒ ƒ
ƒ Ê
Ê É
ƒ ƒ ƒ
41
Artinya: Dari Muhammad bin ‘Ubadah al-Wasiti dari Yazid Ibn Harun dari Israil dari Muhammad bin Juhadah dari ‘Athiyah al-‘Aufa dari Abi Sa‘id al-
Khudri, ia berkata bahwa Rasulallah saw. bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat adil benar, lurus kepada sultan atau pemimpin
yang menyimpang dari kebenaran.”
23
ƒ ƒ
40
Al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Ahkâm, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Imâm al-‘Adil, no. 1330 Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002 h. 558 . Menurut Tirmizi hadis ini hasan gharib.
41
Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Malâhim, Bâb al-Amr wa al-Nahy, no. 4344 ‘Aman: al- A’lam, 2003 h. 705-706 ; al-Tirmizi, Sunân, Kitâb al-Fitân, Bâb Mâ Jâ’a Afdalu al-Jihad
Kalimat Haqq ‘inda Sultan Ja’ir, no. 2174 Beirut: Dar al-Ma’arif, 2002 h. 865 dengan lafaz sedikit berbeda ; al-Nasa’i, Sunân, Kitâb al-Bâi‘ah, Bâb Fadlu Man Takallama bi al-Haqq ‘inda
Imâm Ja’ir, no. 4220 dari Tariq ibn Syihab dengan redaksi Kalimatu haq ‘inda sultan ja’ir Beirut: Dar al-Ihya al-Turats al-Islami,tt h. 717
Ê
42
Artinya: Dari ‘Ali bin Munzir al-Kufi dari Muhammad bin Fudhail dari Fudhail bin Marzuq dari ‘Athiyah dari Abi Sa‘id, ia berkata bahwa Rasulullah
saw. bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah dan paling dekat tempatnya dari-Nya di Hari Kiamat adalah pemimpin yang adil. Dan
sesungguhnya manusia yang paling dibenci Allah dan paling jauh tempatnya dari Allah di Hari Kiamat adalah pemimpin yang menyimpang.”
B. Hukuman Bagi Pelaku Korupsi