Korupsi Dalam Pandangan Islam

c. Problematika terhadap sikap religiusitas

Sejatinya tak ada agama yang menghalalkan umatnya untuk mengambil keuntungan dari orang lain dengan cara merugikan orang lain. Dalam sikap ketuhanan yang luhur terwujud kejujuran dan keadilan yang universal baik kepada Tuhan sebagai pencipta maupun kepada manusia. Karena jika Tuhan telah dipercaya keberadaan-Nya, maka dengan sendirinya ia tidak akan melakukan kecurangan korupsi sebagai konsekuensi terhadap dosa yang akan dimiliki jika hal itu dilakukan. Dalam teologi manapun, Tuhan dipercaya mengetahui segala perbuatan manusia sehingga dengan tindakan korupsi ini sejatinya bisa diartikan menghilangkan keberadaan Tuhan sebagai sang maha Mengetahui 26 . Di sisi lain, kadang agama juga menjadi alasan kenapa kemudian tindakan korupsi muncul tidak bersamaan dengan meningkatnya keberagaman formalitas keagamaan baca, ibadah. Yang kemudian muncul bahwa agama tak lagi mampu menjadi moral control terhadap tindakan masyarakat dan umatnya.

D. Korupsi Dalam Pandangan Islam

Islam sebagai rahmatan lil ‘âlamîn 27 , itulah yang selalu menjadi slogan umat Islam dalam menjaga keharmonisan seluruh manusia. Dalam perjalannya Islam memunculkan nilai-nilai agama universal dari pembawanya yakni Muhammad. Misalnya keadilan ‘adâlah justice, persamaan derajat manusia equality, kejujuran ‘amânah truth, toleransi al-tasâmuh dan lain sebagainya. 26 Secara sederhana jika memang Tuhan diformalkan sebagai yang tahu akan perbuatan manusia dan akan memberi balasan baik dan buruk perbuatan tersebut tentu manusia akan mempertimbangkan apa perbuatannya, apakah melanggar aturan Tuhan ataau tidak. Lihat Surat al- Zalzalah ayat 7-8 27 Kelimat ini terdapat pada ayat 107 dari surat al-Anbiya’ yang menyatakan bahwa Muhammad terutus adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Secara jelas prinsip-prinsip universalitu telah ada dalam al-Quran dan hadis yang seharusnya muncul menjadi prinsip dalam kehidupan pemeluk agama ini. Sehingga tidaklah semestinya ungkapan muncul bahwa agama sebagai religiusitas formal tidak mampu berevolusi menjadi religiusitas sosial yang bias dirasakan oleh orang lain. Terkait dengan korupsi ini Azyumardi Azra berpendapat bahwa agama ternyata tidak memiliki korelasi signifikan terhadap kecenderungan korupsi. Artinya munculnya berbagai acara formal kegamaan seringkali tidak dibarengi dengan menurunnya angka korupsi di negeri ini. 28 Islam terlahir dalam ruang lingkup kehidupan Jahiliyah yang tentu bukan masyarakan yang bersih dari tindakan korupsi. Islam sebagai Agama yang mementingkan keadilan, kemudian harus menjadi kontrol masyarakat terhadap berbagai tindakan amoral. Di sini kemudian Islam memunculkan syari’at yang sebagai tujuannya maqâshid al-syari’ah ialah menjaga dan melindungi kemanuisaan. Perlindungan ini kemudian dikenalkan dengan 5 tujuan al- maqâshid al-khamsah, yakni; perlindungan terhadap agama hifz al-dîn, perlindungan terhadap jiwa atau nyawa hifz al-nafs , perlindungan terhadap akal hifz al-aql, perlindungan terhadap keturunan hifz al-nasl, dan perlindungan terhadap harta hifz al-mâl. Disini kemudian korupsi adalah bentuk pelanggaran dalan perlindungan terhadap harta manusia hifz al-mâl, dimana korupsi yang dimaknai sebagai penyelewengan terhadap tanggung jawab keuangan baik itu negara, perusahaan, organisasi atau apapun itu adalah bentuk pengkhianatan dan ini adalah haram hukumnya. 28 Azyumardi Azra, Kompas, Agama dan Pmberantasan Korupsi, dalam Pramono U. Thantowi, dkk. Ed, Membasmi Kanker Korupsi, Jakarta; Pusat Studi Agama dan Peradaban, 2005 hal. 244 Namun demikian, sesungguhnya korupsi adalah penyakit yang merusak semua tujuan hukum Islam maqâsid syari’ah. Di mana tindakan korupsi yang merugikan dalam bidang keuangan merupakan wujud dari kerusakan moral yang berujung pada reduksi terhadap nilai agama yang ada, di mana agam tidak lagi menjadi ukuran bagi seseorang untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Di sini kemudian wujud ketidak tercapainya perlindungan terhadap agama hifz ad-dîn. Selain itu korupsi akan berimbas pada ketidaksejahteraan orang lain yang berwujud pada kemiskinan, kelaparan. Selanjutnya perkembangan korupsi ternyata sampai kepada perubahan redaksi undang-undang yang berujung pada pembenaran terhadap tindakan korupsi, sebagai contoh seseorang yang melakukan korupsi akan berbeda dengan melakukan kelalaian dalam hukum. Sedang sesungguhnya tindakan korupsi tidak hanya merugikan pelaku sendiri namun juga keturunannya yang akan selalu diingat sebagai keturunan koruptor. Dalam al-Quran Allah mengatakan bahwa bagian dari ke-ma’sum-an para nabi adalah ketidakmungkinan mereka untuk melakukan tindakan ghulûl atau korupsi, sebagaimana ayat berikut: ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ Artinya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan pembalasan setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. QS. Ali Imran: 161 Yang kemudian menjadi bagian dari sifat yang melekat pada nabi adalah sifat amanah yang berkebalikan dengan sifat khianat tersebut. Selain itu, bahwa korupsi adalah merupakan hal yang bertolak belakang dengan spirit Islam tentang keadilan dan kejujuran. Bagaimanapun nilai universal yang dibawa agama Islam adalah hal mutlak yang harus diikuti dan tidak mungkin bertolak belakang dengan ajarannya sediri baca: ajaran Islam, hal ini Allah perintahkan dalam kitabnya sebagai berikut: ƒ ƒ ƒ ƒ Ê ƒ Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui. QS. Al-Baqarah; 188 Dalam ayat ini dapat dijelaskan beberapa hal yang terkait dengan tindakan korupsi tersebut yakni. Pertama, adanya larangan memakan, menggunakan dan juga memanfaatkan harta orang lain dengan cara yang tidak benar yakni diluar ketentuan yang disepakati seperi jual beli, sewa-menyewa dan sebagainya. Kedua, membawa atau memberikan sesuatu kepada hakim atau pemegang kekuasaan dalam bentuk suap maupun gratifikasi yang dengannya pemberi berniat untuk merubah pendirian hakim mapun pemegang kekuasaan tersebut agar melancarkan keinginanya untuk memakan, menggunakan ataupun memiliki harta orang lain tersebut. Ketiga, yakni menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap pelaku korupsi pasti mengetahui bahwa tindakannya adalah salah dan berdampak dosa pada dirinya, namun hal ini sering ia tutupi dengan iming-iming keuntungan yang akan ia dapatkan nantinya. Dalam sebuah riwayat bahkan nabi pernah tidak mau melakukan shalat jenazah terhadap seseorang yang kala hidupnya melakukan korupsi 29 . Disamping itu beliau mengatakan bahwa sedekah dari korupsi tidaklah akan diterima sebagaimana tidak diterimanya shalat seseorang yang tidak dalam keadaan bersuci 30 . Disinilah kemudian Islam tidak menghalalkan tindakan korupsi tersebut. Selain memang tindakan korupsi sangat bertentangan dengan nilai-nilai islam seperti keadilan, amanah, dan kejujuran. Yang kemudian pada bab-bab berikutnya dari tulisan ini akan dipaparkan berbagai macam tindakan yang dapat dimasukkan dalam tindakan korupsi yang tergambar pada masa nabi. Karena bagaimanapun korupsi tidak hanya terjadi saat ini, maupun mulai dari zaman nabi, namun korupsi terjadi sejak adanya kekuasaan pada diri manusia. 29 Adapun terjemahan hadisnya adalah sebagai berikut; “Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr berkata bahwa ada seseorang bernama Kirkirah yang mengurus perbekalan Rasulullah saw. Ia mati di medan perang. Kemudian Rasulullah bersabda: “Dia masuk di neraka”. Para sahabat bergegas pergi melihatnya dan menemukan mantel ‘abâ’ah yang telah digelapkannya. lihat. Al-Bukhari, Sahîh, Kitâb al-Jihâd wa al-Sair, Bâb al-Qalîl min al-Gulûl, no. 3074 Riyadh: Bait al-Afkar al- Dauliyah, 1998, h.346; Ibn Majah, Sunân, Kitâb al-Jihâd, Bab al-Gulûl, no. 2849 Riyadh: Dar al-Afar Al-Dauliyah, 2004, h. 310. 30 Dari Ibn ‘Umar ra. Berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Shalat yang dilakukan tanpa bersuci tidak akan diterima oleh Allah, begitu pula sedekah dari hasil gulûl, korupsi.” Lihat. Muslim, Sahih, Kitâb al-Taharah, Bâb Wujûb al-Taharah li al-Salah, no. 224, h. 106; Abû Dawud, Sunân, Kitâb al-Taharah, Bâb Fardi al-Wudu’, no. 59 ‘Aman: Dar al-A’lam, 2003 h. 322

BAB III KONTEKSTUALISASI HADIS