91
tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati oleh pihak yang berhak dengan badan usaha swasta
78
. Jika kita mengkaji tentang kebijakan jokowi tentang perubahan
penyelenggaraan pengadaan tanah bagi kepentingan umum, analisisnya tentu saja kebijakan ini bertujuan untuk menarik investasi dari pihak swasta ataupun
investor luar negeri. Menurut Asian Peasant Coalation APC, sebuah aliansi organisasi buruh tani diwilayah asia melalui Kepala Departement Organisasi,
Harry Sandy AME beranggapan bahwa Kebijakan tentang Perpres No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum adalah skema culas yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK untuk semakin memperluas tanah
tuan-tuan tanah internasional. Tentu saja ini akan semakin mempertinggi angka buruh tani di Indonesia. Hasil investigasi APC bahwa satu keluarga
kaum tani itu hanya memiliki rata-rata 0,5 Ha. Mengatasnamakan kepentingan umum maka tanah-tanah akan diberikan kepada pihak swasta,
keadaan ini akan segaris lurus dengan perampasan tanah kaum tani di pedesaan dan semakin mempertinggi angka buruh tani dan pengangguran
di perkotaan. Maka dengan tegas APC perwakilan Indonesia mengecam dengan tegas kebijakan Perpres No 71 Tahun 2012 adalah kebijakan anti
terhadap kaum tani
79
.
3.1.2 Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Perubahan Fungsi dan Kawasan Hutan
Peraturan ini ditanda tangani sejak tanggal 22 Desember 2015 oleh Presiden Jokowi sebagai peraturan pemerintah. Tujuan dari peraturan ini yakni
mengatur tentang mekanisme perubahan fungsi dan kawasan hutan. Meskipun
78
Ibid.
79
Wawancara bersama Harry Sandy AME selaku Kadep Organisasi Asian Peasant Coalation APC tanggal 25 Oktober 2016. Pukul 13.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
92
secara substansial isi dalam peraturan ini berkenaan dengan kawasan hutan, namun dalam implementasinya tentu sangat berhubungan dengan kondisi agraria
di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya keberadaan masyarakat adat dan komunal yang tinggal dan hidup bergantung oleh keberadaan hutan di
Indonesia secara langsung. Sehingga dengan adanya peraturan ini tentu akan turut mempengaruhi pembangunan agraria di Indonesia terkhusus kepada kelangsungan
hidup masyarakat adat dan komunal yang hidup secara tradisional atau bercocok tanam dengan hutan di Indonesia.
Keadaan masyarakat yang masih banyak hidup secara primitif di hutan maupun daerah terpencil tentu akan terkena himbas dari kebijakan ini. Salah
satunya adalah keberdaan masyarakat primitif didaerah Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Menurut Rudi Harto Habedaman, Koordinator Front
Perjuangan Rakyat yang merupakan aliansi dari organisasi buruh, kaum tani, mahasiswa, lembaga hukum, LSM dan masyarakat adat beranggapan bahwa:
Kebijakan tentang tata kelola perubahan fungsi dan kawasan hutan akan bertentangan dengan reforma agraria sejati. Yang seharusnya negara
sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab akan pendistribusian tanah kepada masyarakat, nyatanya negara malah menjadi penguasa tanah
paling luas dan paling besar. Mengatasnamakan PERHUTANI, PTPN, Taman Nasional dan INHUTANI negara telah banyak menjadi aktor
konflik dengan masyarakat. Selaras dengan kebijakan ini pula, negara akan semakin melegalkan perampasanan tanah dan terus memperluas konflik
diberbagai daerah
80
. Adapun isi ketentuan pokok dari peraturan ini yaitu
perubahan Fungsi Kawasan Hutan dilakukan pada Kawasan Hutan dengan fungsi pokok: a. Hutan
80
Wawancara bersama Rudi Harto Habedaman selaku Kordinator Front Perjuangan Rakyat FPR tanggal 25 Oktober 2016. Pukul 13.45 Wib.
Universitas Sumatera Utara
93
Konservasi; b. Hutan Lindung; dan c. Hutan Produksi, yang dilakukan secara parsial atau untuk wilayah provinsi. Perubahan fungsi Kawasan Hutan menjadi
Hutan Produksi yang dapat dikonversi tidak dapat dilakukan pada provinsi dengan luas kawasan Hutan sama atau kurang dari 30 tiga puluh per seratus
81
. Menurut PP ini, perubahan Fungsi Kawasan Hutan secara parsial
dilakukan melalui perubahan fungsi: a. antar fungsi pokok Kawasan Hutan; atau b. dalam fungsi pokok Kawasan Hutan. Perubahan fungsi antar fungsi pokok
Kawasan hutan meliputi perubahan fungsi dari
82
: a. Kawasan Hutan Konservasi menjadi kawasan Hutan Lindung danatau
kawasan Hutan Produksi; b. Kawasan Hutan Lindung menjadi kawasan Hutan Konservasi danatau
Hutan Produksi; c. Kawasan Hutan Produksi menjadi kawasan Hutan Koservasi danatau
kawasan Hutan Lindung. Perubahan kawasan Hutan Konservasi menjadi kawasan Hutan Lindung
danatau kawasan Hutan Produksi dilakukan dengan ketentuan: a. tidak memenuhi seluruh kriteria sebagai kawasan Hutan Konservasi; dan b. memenuhi kriteria
sebagai kawasan Hutan Lindung atau kawasan Hutan Produksi. Adapun perubahan kawasan Hutan Lindung menjadi kawasan Hutan Konservasi danatau
Hutan Produksi dilakukan dengan ketentuan: a. tidak memenuhi seluruh kriteria
81
Op.cit
Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2015 Tentang Perubahan Tata Cara Fungsi dan Kawasan Hutan.
82
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
94
sebagai kawasan Hutan Lindung; dan b. memenuhi kriteria sebagai kawasan Hutan Konservasi atau Hutan Produksi.
Sedangkan perubahan kawasan Hutan Produksi menjadi kawasan Hutan Konservasi danatau kawasan Hutan Lindung wajib memenuhi kriteria sebagai
Hutan Konservasi atau kawasan Hutan Lindung. Perubahan fungsi dalam fungsi pokok Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dilakukan dalam: a. kawasan
Hutan Konservasi; atau b. kawasan Hutan Produksi. Perubahan fungsi dalam fungsi pokok Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud meliputi perubahan dari
83
: a. Kawasan cagar alam menjadi kawasan suaka margasatwa, taman nasional,
taman hutan raya, taman wisata alam, atau taman buru; b. Kawasan suaka margasatwa menjadi kawasan cagar alam, taman nasional,
taman hutan raya, taman wisata alam, atau taman buru; c. Kawasan taman nasional menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, atau taman buru; d. Kawasan taman hutan raya menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, atau taman buru; e. Kawasan taman wisata alam menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka
margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, atau taman buru; atau f. Kawasan taman buru menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka
margasatwa, taman nasional, taman hutan rata, atau taman wisata alam.
83
Ibid
Universitas Sumatera Utara
95
Peraturan ini menegaskan, perubahan Fungsi Kawasan Hutan secara parsial ditetapkan dengan keputusan Menteri, berdasarkan usulan yang diajukan
oleh: a. gubernur, untuk kawasan Hutan Lindung dan kawasan Hutan produksi; atau b. pengelola kawasan Hutan Konservasi. Adapun perubahan Fungsi Kawasan
Hutan untuk wilayah provinsi dilakukan pada Kawasan Hutan dengan fungsi pokok: a. Hutan Konservasi; b. Hutan Lindung; dan c. Hutan Produksi.
3.1.3. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 11 Tahun 2016