Analisis Teoritis Analisis Implementasi Nawa Cita Jokowi Dalam Pembangunan Agraria. (Studi Deskriptif: Konflik Tanah di Desa Padang Halaban)

116 PT. SMART. Karena bagi kaum tani Desa Padang Halaban kedaulatan atas tanah adalah harga mati dan harus terus diperjuangkan. 101

3.3. Analisis Teoritis

Persoalan konflik pertanahan di Desa Padang Halaban adalah salah satu dari banyak konflik yang ada di Indonesia secara khusus di Sumatera Utara. Menurut data yang dihimpun dari AGRA Sumatera Utara pada tahun 2016 kaum tani menguasai tanah di Sumatera Utara sebesar 1.132.252,88 Ha sedangkan tanah yang dikuasai oleh perusahaan perkebunan besar terdapat 2.126.741,54 Ha tanah. Setidaknya ada 27 konflik agraria di Sumatera Utara yang sampai hari ini masih bergulir. 102 Perbedaan jumlah luas lahan antara jutaan kaum tani dan para pemilik perkebunan luas di Sumatera Utara tentu mengakibatkan ketimpangan ekonomi diantaranya berdampak akan terjadinya konflik agaria. Situasi tersebut disebabkan oleh tindasan politik terhadap kaum tani dalam bentuk perampasan tanah yang dilakukan oleh berbagai tuan-tuan tanah di Sumatera Utara. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Karl Marx, saat sistem monopoli alat produksi oleh segelintir klas minoritas atas klas mayoritas akan berdampak kepada konflik antara klas bermilik dan klas tidak bermilik. Konflik ini akan terus ada dan sifatnya adalah antagonistik sehingga tidak dapat didamaikan. 101 Didapat dari hasil wawancara dengan Adi Galang selaku Kadep Organisasi terkait situasi terkini. Pada tanggal 16 Oktober 2016. 102 Pernyataan Sikap AGRA Sumatera Utara dalam peringatan Hari Tani Nasional 2016. Universitas Sumatera Utara 117 Berkaca dari persoalan konflik Desa Padang Halaban, Pemerintahan Jokowi mencoba untuk memperbaharui dan meregulasi kembali kebijakan sebagai syarat untuk menyelesaikan konflik, akan tetapi tidak layaknya menghapuskan sistem monopoli tanah yang terus ada di Padang Halaban sebagai akar persoalan konflik agararia. PT. SMART sebagai sebuah perusahaan besar yang menguasi tanah di Pulau Sumatera dan Kalimantan telah melahirkan konflik-konflik yang berkepanjangan di desa-desa di Indonesia. Bukan hanya di Desa Padang Halaban, salah satunya adalah sebagai perusaahan yang bertanggung jawab atas pembakaran hutan di tahun 2016. Sehingga implementasi dari program Nawa Cita Jokowi secara khusus di lapangan agraria bukanlah jalan keluar dari penyelesaian konflik antara tuan tanah dengan kaum tani. Ketika tanah sebagai syarat hidup kaum tani Desa Padang Halaban tidak dikuasai oleh kaum tani sendiri tentu saja akan berimbas kepada segala aspek kehidupan lain petani Desa Padang Halaban. Dilain sisi, himpitan ekonomi kehidupan kaum tani Desa Padang Halaban ditengah konflik sebagai akibat dari perampasan tanah yang begitu tinggi juga akan menghambat pembangunan politik dan pembangunan agaria. Pembangunan politik yang seharusnya dibarengi dengan pembangunan agraria sudah selesai pasca proklamasi kemerdekaan, kini masih menjadi persoalan di Desa Padang Halaban. Keadaan konflik telah memperparah rendahnya infratruktur pendidikan dan kebudayaan masyarakat di Desa Padang Halaban yang mayoritas merupakan kaum tani. Keberadaan sekolah yang Universitas Sumatera Utara 118 memiliki jarak tempuh SD terdekat lebih dari 3 KM. Ditambah akses pendidikan yang masih rendah di Desa Padang Halaban menjadi faktor lain penghambat pembangunan di Desa Padang Halaban. Disisi lain, persoalan penyelesaian konflik melalui jalur hukum yang dilakukan oleh kaum tani di Desa Padang Halaban telah memakan banyak biaya dan merugikan kaum tani. Tetapi tidak ada hasil yang memuaskan bagi kaum tani. Persoalan yang diawali dengan perjuangan kaum tani Desa Padang Halaban untuk mengambil alih 3000 Ha tanah yang dikuasai oleh PT. SMART sampai pada perjuangan menguasai 83 Ha tanah, tidak memberikan hasil yang menguntungkan kaum tani. Sehingga kesimpulannya bahwa kebijakan Nawa Cita Jokowi tentang penyelesain konflik tidak berhasil menyelesaikan konflik di Desa Padang Halaban. Hingga saat ini kaum tani Desa Padang Halaban masih berjuang untuk merebut tanah dari PT. SMART. Universitas Sumatera Utara 119 BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan