109
terjadi, PT. SMART mensinkronkan kepentingan masyarakat, kepentingan perusahaan dan kepentingan pemerintah bagaimana berjalan dengan seimbang
agar tidak ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan. Perusahaan juga berperan aktif bagaimana langkah perusahaaan untuk pendekatan kepada masyarakat,
pemerintah kabupaten dan pusat.
3.2.3. Menjalin Kemitraan
Selain menjalankan penyelesaikan konflik agraria melalui jalur hukum sesuai dengan undang-undang, pihak PT. SMART mencoba menjalankan kerja sama dengan
masyarakat Desa Padang Halaban sesuai dengan hasil keputusan hasil mediasi. Ini merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan permasalahan batas lahan yang telah
lama terjadi. Karena hal itu, sudah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku dalam bermitra, yaitu pihak dari masyarakat Desa Padang Halaban sebagai objek mitra
untuk melakukan kembali penanaman bibit kelapa sawit. Tawaran bermitra tersebut disampaikan di Medan pada Tanggal 12 Oktober 2015, akan tetapi hal itu ditolak oleh
perwakilan masyarakat. Tentu saja penolakan yang dilakukan oleh masyarakat bukan tanpa alasan.
Konsistensi yang tunjukan oleh pihak masyarakat berlandaskan kepada keyakinan bahwa tanah yang mereka duduki selama ini adalah tanah milik mereka. Ajakan dari
pihak PT. SMART untuk menjadikan masyarakat sebagai mitra kerja dianggap langkah mundur yang hanya akan merugikan pihak masyarakat. Tuntutan masyarakat
tetap bahwa konsesi PT.SMART yang sudah merusak dan menyerobot lahan pertanian masyarakat harus dikeluarkan dari areal konsesi PT. SMART.
Universitas Sumatera Utara
110 Berikut hasil dari wawancara yan peneliti lakukan kepada Ketua masyarakat
petani “Serikat Tani Padang Halaban Bapak Suratmin yang mengatakan:
Hasil dari mediasi yang difasilitasi oleh pemerintah sekitar tahun 2015 lalu yaitu disepakati program kemitraan antara masyarakat dengan perusahaan.
Jadi masyarakat sebgai objek mitra dari PT. SMART dan PT. SMART sebagai guru yang bermitra. Akan tetapi, masyarakat tetap menolak
dengan alasan itu karena dirasa hanya membodoh-bodohi dan menipu masyarakat. Karena program dari bermitra yang diusulkan PT. SMART
dirasa hanya merugikan masyarakat, yang ujung-ujungnya juga terus menyerobot lahan masyarakat
97
.
Cara yang ditawarkan oleh PT.SMART bersama Badan Pertanahan Nasional Labuhan Batu pada tahun 2015 lalu merupakan langkah yang ditawarkan, akan tetapi
ditolak oleh masyarakat dengan alasan mitra yang ditawarkan adalah warga didampingi oleh PT. SMART untuk melakukan pengelolaan atas lahan mereka. Hal
ini masyarakat jauh memahami soal pengelolaan lahan, usaha yang ditawarkan juga memberatkan masyarakat. Masyarakat yang di damping oleh STPHL menyatakan ada
beberapa hal peran serta masyarakat sekitar dalam penegeloaan lahan. Mengusulkan putusan Undang-undang No. 8 Tahun 1954 tentang pemakaian lahan yang oleh
masyarakat dijadikan alas dasar kepemilikan lahan. Peran dalam tahap perencanaan pengelolaan lahan akan berdiri sampai dengan berproduksi harus mampu melihat
fungsi lahan sebelum beroperasi. Berikut tanggapan dari pihak PT. SMART terhadap perencaaan pengelolaan
lahan di Desa Padang Halaban, melalui Bapak Syahnal: Sejak berdirinya PT. Sinar Mas Agro Resourcse and technology dengan Surat
Keputusan Kehakiman No. J.A.51153 tanggal 29 Agustus 1963. Sebelum mendapatkan ijin PT. SMART sudah melakukan survey terlebih dahulu ke
97
Wawancara bersama Bapak Suratmin selaku koordinator STPHL di sekretariat STPHL tanggal 17 September 2016 pukul 20.15 Wib.
Universitas Sumatera Utara
111 kabupaten-kabupaten yang berpotensi sebagai penyuplai bahan baku.
Sebenarnya PT. SMART tidak melihat adanya konflik pada waktu meminta izin pada kementrian dari hasil rekomendasi dari Bupati Labuhan Batu Utara.
Pada prinsipnya semua perizinan dan rekomendasi didukung
98
.
Rekomendasi dari masyarakat Desa Padang Halaban dalam mempercepat proses penyelesaian konflik meminta supaya pemerintah kabupaten yang
berkepentingan memberikan waktu dalam hari kedepan dalam membuat undang- undang perlindungan masyarakat Desa Padang Halaban. Berikut jawaban yang
harus dipikirkan bersama-sama untuk masalah batas lahan. Tinjauan PT. SMART melakukan survey pada tahun 1970an untuk melihat
potensi sumber daya alam yang digunakan, pada dasarnya beranggapan tanah di Indonesia khususnya di Sumatera Utara adalah hutan negara atau hutan register.
Pada zaman Belanda sudah ada penempatan tanah yang menjadi milik negara dan masyarakat.
Setelah kehadiran PT. SMART di Kabupaten Labuhan Batu Utara banyak bentuk kegiatan yang berujung pada kekerasan dan kriminal yang dilakukan pihak
aparat kepada masyarakat Desa Padang Halaban. Perjuangan akan menempuh penyelesaian yang dijalankan lebih banyak menggunakan non-litigasi seperti
ajakan bermitra dan pemetaan ulang. Akan tetapi masyarakat dan STPHL melihat perjuangan seperti itu akan menjadikan masyarakat menjadi terpojok. Bukti
masyarakat memperjuangkan lahan pertanian mereka dari pembabatan yang
98
Wawancara bersama Bapak Syahnal selaku Humas PT. Smart di kantor PT. Smart tanggal 14 September 2016 pukul 11.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
112
dilakukan oleh PT. SMART adalah telah membuat GPS untuk memantau aktifitas kegiatan yang dilakukan perusahaan.
Pihak PT. SMART sebenarnya juga tidak mau melakukan cara-cara pengadilan karena masalah ini seperti halnya akan terjadi karena memandang
Sumatera Utara yang luas secara geografis. Cara penyelesaian yang mulai dilakukan dengan melakukan pemetaaan ulang dan bermitra, tetapi dengan
kuatnya masyarakat membuat perusahaan bingung untuk memutuskan dan memenuhi tuntutan masyarakat. Bersama-sama dengan pemerintah juga telah diwadahi dengan
adanya tim pansus yang harapannya mampu menengahi sebagai mediator dalam konflik.
Sebagaimana diketahui Undang-undang No.5 Tahun 1960 di dalam pasal 2, mengenai Hak negara atas tanah telah diuraikan bahwa kewenangan-
kewenangan dari negara tersebut adalah berupa
99
: 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2. Menentukan dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Berdasarkan data yang diketahui peneliti bahwa alternative non-litigasi penyelesaian sengketa di Desa Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten
Labuhan Batu Utara dalam kenyataannya masih eksis dan menjadi kebutuhan yang
99
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Pasal 2.
Universitas Sumatera Utara
113 sangat penting bagi setiap warga masyarakat. Ada berbagai alasan yang mendorong
masyarakat Desa Padang Halaban lebih memilih penyelesaian sengketa tanah ulayat melalui cara non litigasialternaif.
Penyelesaian sengketa non litigasialternatif yang didapat peneliti wawancara dengan Ketua Kelompok Tani, Bapak Suratmin adalah sebagai berikut:
Penyelesaian sengketa secara alternative lebih dipilih oleh masyarakat Desa Padang Halaban karena penyelesaian dengan cara ini tidak banyak
biayanya. Mereka menyadari bahwa tidak mungkin mereka menyelesaikan sengketa tanahnya melalui jalur hukum karena biayanya yang mahal,
sedangkan mereka sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan peternak
100
.
Hal lain yang mendorong mereka lebih memilih menggunakan cara alternatif, karena cara ini sudah menjadi kebiasaan dalam lingkungan mereka
dimana setiap terjadi sengketa dalam masyarakat akan diselesaikan secara musyawarah di antara mereka. Cara seperti ini telah berlangsung secara turun-
temurun. Waktu penyelesaian yang relative singkat juga menjadi alasan yang mendorong peneliti ketahui dan terlebih mengetahui alasan masyarakat memilih
penyelesaian secara alternatif. Untuk menyelesaikan satu sengketa biasanya hanya membutuhkan waktu beberapa minggu saja kalau saja ada koordinasi dari PT.
SMART pada saat mendirikan lahan konsesi. Berbeda dengan penyelesaian melalui pengadilan yang menbutuhkan waktu yang relatif lama yaitu berbulan-
bulan bahkan sampai bertahun-tahun.
100
Wawancara bersama Bapak Suratmin selaku koordinator STPHL di sekretariat STPHL tanggal 17 September 2016 pukul 20.15 Wib.
Universitas Sumatera Utara
114
3.2.4 Situasi Berkembang Kasus Konflik Desa Padang Halaban