Latar Belakang Analisis Implementasi Nawa Cita Jokowi Dalam Pembangunan Agraria. (Studi Deskriptif: Konflik Tanah di Desa Padang Halaban)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah adalah salah satu alat utama bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, seperti bercocok tanam dalam hal faktor produksi dan bisa juga digunakan sebagai modal dalam kegiatan perekonomian. Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan negara kepulauan memiliki potensi alam yang besar tidak hanya dalam bidang kelautan tapi juga dalam pengolahan pertanian. Potensi pertanian Indonesia yang tinggi salah satunya disebabkan wilayah indonesia yang memiliki wilayah daratan sepertiga dari luas keseluruhan, ini dilewati barisan pengunungan dunia. Hal ini menyebabkan wilayah daratan Indonesia sangat subur. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Itulah mengapa selain disebut sebagai negara maritim, Indonesia juga disebut sebagai negara agraris. Oleh karena itulah tanah merupakan salah satu sumber daya penting bagi masyarakat. Dinamika dalam pembangunan subjek tanah menempati posisi yang khusus sebagai faktor produksi dan merupakan modal yang tidak dapat digantikan, tidak dapat dipindahkan dan tidak dapat direproduksi. Tanah juga Universitas Sumatera Utara 2 merupakan alas tempat tinggal, bahkan bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, tanah memiliki arti perjuangan kebangsaan sebagaimana tercermin dalam ungkapan “tanah air”. Arti yang beragam dan begitu penting mengenai tanah mengarah pada satu esensi utama yakni tanah untuk kemakmuran rakyat 1 . Dengan demikian, tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi kehidupan manusia. Tanah tidak lagi dipandang sebagai masalah agraria semata yang selama ini diidentikkan sebagai pertanian belaka, melainkan telah berkembang baik manfaat maupun kegunaannya, sehingga terjadi dampak negatif yang semakin kompleks, bahkan tanah sering menimbulkan guncangan dalam masyarakat serta sendatan dalam pelaksanaan pembangunan 2 . Selain dari faktor produksi tanah juga menyangkut hal-hal lain dalam aspek yang berbeda yang memiliki arti penting baik itu pada aspek sosial maupun aspek politik. Oleh sebab itu dapat kita simpulkan bahwa tanah tidak semata-mata merupakan masalah hubungan antara manusia dengan tanah, tetapi lebih dari itu dimana secara normatif merupakan hubungan manusia dengan manusiamakhluk sosial. Tanah dalam sistem sosial-ekonomi-politik apapun, dianggap sebagai faktor produksi utama, hal yang membedakan antara sistem yang satu dan sistem lainnya hanyalah bagaimana fungsi, mekanisme pengaturan, dan cara pandang terhadap tanah itu sendiri. Dalam sistem feodal, fungsi tanah lebih merupakan 1 Noer Fauzi. 1997. Penghargaan Populisme dan Pembangunan Kapitalisme, Dinamika Politik Agraria Indonesia Pasca Kolonial Dalam Reforma Agraria. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hal. 7. 2 Salindeho J. 1987. Masalah Tanah dalam Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 23. Universitas Sumatera Utara 3 simbol status kekuasaan bangsawan atau kerajaan 3 . Tanah secara keseluruhan dimiliki kelas bangsawan, sementara petani hanyalah pihak penggarap. Dalam sistem kapitalisme, tanah dan faktor produksi lainnya merupakan mesin pencetak laba, merupakan sesuatu yang dapat mengakumulasikan modal, sementara petani hanya pekerja. Dalam sistem sosialisme, tanah tidak dimiliki secara pribadi, tetapi secara kolektif, tanah merupakan alat produksi dan hasilnya digunakan secara bersama 4 . Begitu pula dalam pendekatan neo populisme, tanah dianggap sebagai alat produksi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat petani. Dalam pandangan ini tanah tidak dimiliki atau dikuasai bangsawan, negara kolektif, atau kelas tuan tanah, tetapi tanah dikuasai secara tersebar oleh sejumlah besar rumah tangga pertanian. Dalam sistem-sistem tersebut, tanah mempunyai nilai strategis, walaupun memiliki fungsi berbeda-beda. Akibat dari pentingnya tanah dalam kebutuhan sehari-hari maka kerap adanya kecenderungan terjadi konflik bahwa orang yang memiliki tanah akan berupaya mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya dilanggar. Oleh karena itu tidak heran bila konflik pertanahan mengundang berbagai bentuk kekerasan, baik individu maupun massal. Adanya konflik sosial yang berkaitan dengan masalah tanahlahan sebenarnya sudah ada sejak zaman feodal, tetapi intensitas permasalahannya tidak seperti yang terjadi pada masa Orde Baru. Adanya istilah patron client yang mengatur hubungan antara petani 3 Endang Suhendar dan Yohana Budi Winarni. 1998. Petani dan Konflik Agraria. Bandung : Penerbit Akatiga. Hal. 14 4 Arief Budiman. 1996. Fungsi Tanah dalam Kapitalisme. Dalam jurnal e-book Aanalisis Sosial: Penerbit Yayasan Akatiga, Edisi 3Juli. Hal. 14. Universitas Sumatera Utara 4 pemilik lahan luas dengan petani gurem atau buruh tani yang berfungsi sebagai peredam gejolak masalah konflik tanah yang muncul 5 . Di Indonesia sendiri, dalam pembangunan agraria dari zaman orde lama hingga paska reformasi memiliki dinamika yang panjang. Dimulai setelah 15 tahun Indonesia merdeka, pada tanggal 24 September 1960, lahirlah “Undang- Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria” ,yang kemudian terkenal dengan istilah UUPA. Lahirnya UUPA bukan proses yang pendek. Karena setelah Indonesia merdeka, sejak awal sebenarnya pemerintah telah mulai memperhatikan masalah agraria. Lahirnya UUPA-1960, yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, No.56 tahun 1960 yang dikenal sebagai Undang-Undang “Landreform” sebenarnya merupakan hasil dari usaha untuk meletakkan dasar strategi pembangunan seperti yang dianut juga oleh berbagai Negara Asia pada masa awal sesudah Perang Dunia kedua Jepang,Korea,Taiwan,India,Iran,dan lain-lain 6 . Dimasa orde baru, Belum sampai terlaksana sepenuhnya apa yang diprogramkan dalam Reformasi Agraria pada masa Orde Lama, terjadi tragedi nasional dalam tahun 1965, yang melahirkan Orde Baru. Penguasa Orde Baru mewarisi situasi nasional dalam keadaan perekonomiaan Negara yang menyedihkan dan konstelasi politik yang dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ciri kebijakan pemerintah 5 Heru Nugroho. 2001. Negara, Pasar, dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal. 246. 6 http:dokumen.tipsdocumentssejarah-an-hukum-agraria-di-indonesia.html. Di akses tanggal 3 mei 2016 pukul 16:28 wib Universitas Sumatera Utara 5 Orde Baru ditandai oleh dua hal pokok. Pertama: Secara umum, strategi pembangunanya mengandalkan kepada bantuan, hutang, dan investasi dari luar negeri, dan bertumpu kepada “yang besar” betting on the strong, tidak berbasis pada potensi rakyat 7 . Dimasa reformasi, tampak membawa perombakan yang asasi dalam kebijakan pembangunan nasional di bidang ekonomi, sebagai yang ditetapkan dalam kebijakan pembangunan nasional di bidang ekonomi, sebagai yang ditetapkan dalam TAP MPR Nomor XMPR1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, yang berbeda benar dengan kebijakan pembangunan ekonomi Orde Baru. TAP MPR tersebut ditetapkan atas dasar pertimbangan, bahwa pelaksanaan Demokrasi Ekonomi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945 belum terwujud. Dinyatakan dalam TAP MPR tersebut, bahwa politik ekonomi mencakup kebijaksanaan, strategi dan pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional sebagai perwujudan dari prinsip-prinsip dasar Demokrasi Ekonomi, yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak, untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana dimaksud dalma pasal 33 UUD 1945 8 . Politik Ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional, agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuk keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar 7 Tulus Tambunan. 2006. perekonomian indo sejak orde lama sampai pasca krisis. jakarta. PT Pustaka Quantum. hal. 21 8 Bagir Manan, 1992. Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia. Jakarta: Ind. Hill.Co. Hal. 18 Universitas Sumatera Utara 6 swasta dan Badan Usaha Milik Negara, yang saling memperkuat untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi 9 . Fenomena konflik pertanahan menjadi salah satu persoalan utama yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab persoalan ini tentunya berdampak kepada perjalanan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Terlebih mengingat deretan konflik agraria di Indonesia begitu panjang dan rumit seakan tak kunjung selesai. Sehingga upaya penyelesaian konflik tersebut menjadi kebutuhan yang mendesak bagi pemerintah sendiri agar dapat terselesaikan secara tepat demi pembangunan masyarakat yang adil dan sejahtera, dilain sisi, penyelesaian konflik agraria di Indonesia tentu saja merupakan bagian mendasar dari upaya pemerintah dalam rangka pembangunan agraria itu sendiri. Sebab tentu saja, pembangunan agraria baru akan dapat memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat ketika kepentingan masyarakat itu sendiri telah terselesaikan dari persengketaan dan konflik. Untuk menggambarkan kondisi agraria di Indonesia yang sarat akan konflik dan persengketaan 10 . Berdasarkan data Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria KPA, bahwa setelah mencuatnya kasus Mesuji berturut-turut konflik agraria bermunculan kepermukaan seperti konflik agraria di Pulau Padang, pembakaran 9 Doddy Rudianto. 1996. Pembangunan Ekonomi dan Perkembangan Bisnis di Indonesia. Jakarta : PT. Golden Trayon Press. Hal 53 . 10 Endang Suhendar dan Yohana Budi Winarni. Op. Cit. Hal. 16 Universitas Sumatera Utara 7 rumah-rumah masyarakat adat di Sumbawa dalam konflik dengan Dinas Kehutanan. Selama ini, belum ada penyelesaian menyeluruh mengenai konflik- konflik agraria ini. Data yang dihimpun Perkumpulan untuk pembaharuan Hukum dan Masyarakat HuMa menyebutkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir terdapat 108 konflik agraria di 10 provinsi di Indonesia yang didominasi oleh konflik teritorial dikawasan hutan 69 kasus dan konflik perkebunan 23 kasus. Badan Pertanahan Nasional BPN bahkan mencatat 8000 konflik agraria di Indonesia. Sementara Sawit Watch mencatat konflik tanah di perkebunan kelapa sawit mencapai 663 diseluruh Indonesia. Konflik agraria ini melibatkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta dan BUMN, perusahaan pertambangan, Taman Nasional, dan Perhutani. HuMa juga mengamati bahwa hampir disetiap konflik, terdapat keterlibatan aparat keamanan seperti kepolisian dan militer. Selain itu juga keterlibatan preman atau pamswakarsa 11 . Begitu juga yang terjadi di daerah Sumatera Utara banyak konflik yang terjadi. Perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia berada di Sumatera Utara dengan luas areal 1.018.580 Ha, dikelola swasta, BUMN maupun perkebunan rakyat. Dengan produksi CPO rata-rata 3,5 Juta ton per tahun, perkebunan tersebar di beberapa wilayah dataran rendah seperti Sumatera bagian Timur dan Sumatera bagian Tenggara. Hampir semua perusahaan berkonflik dengan petani, rakyat dan masyarakat adat yang berada di sekitar perkebunan. Konflik karena persoalan lahan sering terjadi di Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang 11 http:www.kpa.or.id?p=636, data ini diunduh pada 20 februari 2016, jam 02:30 wib. Universitas Sumatera Utara 8 Bedagai, Asahan, Simalungun, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Konflik itu biasanya terjadi antara perusahaan perkebunan swasta. Konflik yang mencuat berupa perusakan, pembakaran fasilitas perusahaan dan rumah, serta pembunuhan. Menurut data dari Polda Sumut dalam kurun 2006-2012 terjadi 2.833 kasus lahan atau yang kerap disebut konflik agraria 12 . Di Sumatera Utara, dalam semester pertama tahun 2013, Kasus konflik lahan antar petani, rakyat dan masyarakat adat dengan korporasi pemerintah dan swasta semakin meningkat. Menurut majalah Burta bahwa sampai saat ini ada delapan kelompok petani yang berkonflik dengan perusahaan, kasus tersebut terdiri dari kasus baru juga kasus lama yang kembali mencuat. Dari konflik yang terjadi, rakyat selalu menjadi korban dari tindakan pihak perusahaan yang di back up oleh aparat keamanan maupun pengaman swakarsa yang disewa perusahaan 13 . Mengacu kepada kondisi konflik pertanahan diatas, maka tentu tanggung jawab dan peran pemerintahlah yang sangat menentukan penyelesaian persoalan tersebut. Pemerintah Indonesia dalam hal ini yakni Pemerintah dibawah kepemimpinan Jokowi – JK yang mengemban tugas atas sederetan persoalan Negara sejak memenangkan Pemilihan Presiden 2014 lalu. 12 Harian Kompas. Pergolakan Konflik Agraria di Sumatera Utara. Tanggal 28 mei 2013. Hal 12 13 Majalah Burta. 2012. Semangat Perjuangan Buruh dan Tani, Bom waktu Konflik Lahan. Edisi 1 Tahun- I2012. Lentera Rakyat. Hal. 4. Universitas Sumatera Utara 9 Diawal pertarungan politik pada 2014 lalu, Jokowi – JK dan rivalnya yaitu Prabowo – Hatta memiliki komitmen politik atas pencalonannya masing-masing. Di pihak Jokowi – JK sendiri, komitmen tersebut dijabarkan dalam Sembilan program prioritas pembangunan Indonesia yang lebih maju. Sembilan program tersebut dikemas dengan nama Nawa Cita. Adapun program yang berkenaan dengan pembangunan agraria dalam Nawa Cita tersebut yaitu antara lain 14 : 1. Pada program keempat, kami akan menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Kami akan memprioritaskan pemberantas korupsi dengan konsisten dan terpercaya; pemberantasan mafia peradilan dan penindakan tegas terhadap korupsi di lingkungan Peradilan; pemberantasan tindakan penebangan liar, perikanan liar dan penambangan liar, pemberantasan tindak kejahatan perbankan dan kejahatan pencucian uang; Penegakan hukum lingkungan; Pemberantasan narkoba dan psikotropika,; Menjamin kepastian hukum hak kepemilikan tanah, penyelesaian sengketa tanah dan menentang kriminalisasi penuntutan kembali hak tanah masyarakat,; Perlindungan anak, perempuan dan kelompok masyarakat termarginal, serta penghormatan HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu. 14 http:www.opajappy.com. Data diunduh 20 Februari 2016 pukul 20.31 wib. Universitas Sumatera Utara 10 2. Pada program kelima, kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar dengan wajib belajar 12 Tahun bebas pungutan; peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu Indonesia Sehat; Serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program Indonesia Kerja dan Indonesia Sejahtera dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 Juta Hektar; program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat di tahun 2019. Berdasarkan dari kedua program tersebut, tersurat bahwa Pemerintahan dibawah kepemimpinan Jokowi – JK berkomitmen menyelesaikan sederetan sengketa atau konflik tanah yang bergulir selama ini di Indonesia. Pada pelaksanaanya, komitmen tersebut diwujudkan dengan pembentukkan kementerian baru di dalam Kabinet Kerja Jokowi – JK yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan selaku Menteri, selain merupakan kementerian yang berwenang atas pertanahan dan tata ruang di Indonesia, juga tentu saja memiliki tugas yaitu dalam menyelesaikan berbagai konflik agraria yang terjadi di Indonesia 15 . Dengan demikian, keberadaan Kementerian tersebut menjadi pihak sangat diharapkan agar berperan aktif dalam penyelesaian konflik pertanahan yang ada 15 Dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 Pasal 28 Universitas Sumatera Utara 11 saat ini. Terutama di Provinsi Sumatera Utara sendiri, sebagai Provinsi dengan jumlah kasus konflik tanah tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 silam. Berkaitan dengan hal tersebut, dimana terdapat satu daerah di Kabupaten Labuhan Batu Utara, tepatnya di daerah Padang Halaban yang hingga saat ini terus bergulir konflik tersebut antara pihak perkebunan swasta dengan masyarakat petani. Lokasi perkebunan sawit yang dikuasai PT. Smart berada di areal seluas 3000 Ha. Daerah ini jika dilihat dari jejak-jejak peninggalan sejarah, menggambarkan daerah yang subur dengan kontur tanah bebukitan dan juga terdapat lembah-lembah yang cocok untuk lahan pertanian. Apalagi lokasinya berada tidak jauh dari stasiun padang halaban dan juga jalan lintas sumatera yang menghubungkan kawasan labuhan batu ke kota medan maupun kota-kota besar lainnya. Padang halaban dikelilingi desa-desa yang diantaranya, desa Sidomulyo, Karanganyar, Aek Korsik, Kertosentono, Panigoran serta beberapa desa lainnya. Terdapat dua suku, diantaranya suku Jawa dan suku Batak. Keberadaan desa-desa ini sebagai bukti adanya kehidupan manusia sebelum penggusuran yang dilakukan rezim orde baru. Hal lain yang membuktikkan adanya kehidupan masyarakat di atas lahan yang dikuasai PT. Smart adalah pemakaman massal yang sudah ada sejak masa demokrasi terpimpin. Pada tahun 1969 sampai tahun 1970 proses penggusuran berlangsung. Penggusuran dilakukan di beberapa kampung, kampung pertama yang digusur SukodamaiPanigoran dengan menggunakan alat berat D8. Kampung kedua digusur adalah Sidomulyo dengan memakai tenaga TPU Tahanan Umum dibantu karyawan perusahaan dan dikawal oleh aparat. Universitas Sumatera Utara 12 Tindakan sewenang-wenang pengambilan tanah rakyat di area perkebunan Padang halaban telah memicu perjuangan rakyat setempat. Usaha-usaha perjuangan sudah dimulai sejak tahun 1970 dengan mendesak pihak perkebunan mengembalikan tanah rakyat. Usaha perjuangan pertama dilakukan pada tahun 1975 dengan mendesak pihak perusahaan untuk mengembalikan tanha rakyat, namun usaha tersebut tidak mendapatkan tanggapan sama sekali. Sementara tanah seluas 3000 Ha adalah tanah rakyat, karena sejak awal tanah ini dibuka, digarap dan dibangun oleh rakyat, namun keberadaan perusahaan-perusahaan silih berganti menduduki lahan sejak masa penjajahan Belanda–Jepang – sampai perkebunaan swasta PT. Smart. Melalui berbagai kebijakan, dari Agrarische Wet sampai ke UU Penanaman Modal, rakyat dibuat seolah-olah tidak punya hak atas tanah yang telah lama diduduki 16 . Dari situasi tersebut, tentu peran pemerintah sangat berarti dalam penyelesaian konflik di daerah Padang Halaban Kabupaten Labuhan Batu Utara. Oleh sebab itu, berdasarkan alasan-alasan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Analisis Implementasi Nawa Cita Jokowi Dalam Pembangunan Agraria. Judul ini nantinya akan didasarkan kepada satu lokasi di Provinsi Sumatera Utara yang dianggap memiliki konflik pertanahan yang telah lama bergulir dan menelan banyak kerugian. 16 Data ini di tinjau langsung dari kesaksian warga Padang Halaban yang dihimpun oleh Team Serve the People Pelayanan Rakyat Anggota Front Mahasiswa Nasional Cabang Medan. Universitas Sumatera Utara 13

1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang: