43
Sebelah utara berbatasan dengan dusun Perlabean-Desa Aek Korsik, Desa Bandar Selamet dan Desa Purworejo Kecamatan Aek Kuo
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Padang Maninjau Kecamatan Aek Kuo dan Desa Pulo Jantan Kecamatan Na IX-X
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Simpang Empat, Desa Lobu Rampah Kecamatan Marbau
Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Parit Minyak Desa Aek Korsik Kecamatan Aek Kuo, Desa Aek Hitetoras dan Desa Bulungihit Kecamatan
Marbau. Desa Padang Halaban termasuk dataran rendah dengan sedikit bukit-bukit
kecil serta rawa-rawa. Daerah yang berada di antara dataran tinggi sebelah barat dan dataran rendah di sebelah Timur provinsi Sumatera Utara. Berada di antara
kabupaten Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batu Induk, namun lokasinya lebih dekat jika ke Labuhan Batu Induk atau ke Kota Rantau Prapat. Sekitar 7 Km ke
sebelah barat dari perkebunan Padang Halaban terdapat jalan besar lintas timur Sumatera. Sementara itu ditengah-tengah perkebunan terdapat stasiun kereta api
padang halaban yang akan menuju ke Medan atau Rantau Prapat.
2.1.2. Sejarah Desa 2.1.2.1. Periode Pasca Kedudukan Kolonial Belanda
Tahun 1911, pohon kelapa sawit diperkenalkan di Sumatera Timur sekarang Sumatera Utara. Tanah Itam Hulu dan Pulau Raja adalah lokasi
pertama kali perkebunan kelapa sawit dibuka oleh perusahaan Oliepalmen Cultuur
Universitas Sumatera Utara
44
dan Huileries de Sumatera. Perkebunan kelapa sawit semakin diperluas oleh perusahaan perkebunan sawit lainnya : Seumadam Cultuur Mij, Sungai Liput
Cultuur Mij, Mapoli Tanjung Genteng oleh Palmbomen Cultuur Mij, Medang Ara Cultuur Mij, Deli Muda oleh Huileries de Deli
46
. Hingga tahun 1915 luas perkebunan sawit sudah mencapai 2.715 Ha;
ditandai sebagai babak baru perkebunan sekala luas. Salah satu perusahaan perkebunan yang berdiri pada waktu itu adalah Perkebunan Padang Halaban
Plantagen AG Zurich. Dalam berproduksi perkebunan memperkerjakan buruh- buruh yang di datangkan dari pulau jawa dengan menggunakan program
transmigrasi Kolonial Belanda, sebagaimana di jelaskan dalam keputusan politik Etis Belanda. Orang orang Jawa yang didatangkan berasal dari beberapa daerah
dari Jawa Tengah, diantaranya : Kebumen, Banyumas, Banjarnegara, dan Klaten. Kedatangan orang orang Jawa ke tanah Deli akibat propaganda Belanda
tentang kehidupan lebih baik di pulau emas. Dengan menggunakan kapal laut melalui laut Jawa menuju selat Malaka, masyarakat diturunkan di beberapa
pelabuhan di Sumatera Timur ketika itu. Dari pelabuhan, para pendatang baru jawa ini di distribusikan ke beberapa perkebunan dengan alat transportasi berupa
trem dan mobil yang disediakan oleh kolonial Belanda. Di perkebunan- perkebunan tersebut orang-orang Jawa ditampung dalam satu kamp penampungan
46
STPHL-AGRA. 2014. Sejarah Perkebunan Padang Halaban. Hal 3. Dalam bentuk ebook.
Universitas Sumatera Utara
45
yang segera setelah itu dikomandoi oleh mandor kebun untuk bekerja di setiap afdeling
47
.
2.1.2.2. Periode Tahun 1942-1945
Pendudukan Indonesia oleh Jepang, kondisi rakyat pada waktu itu kekurangan kebutuhan pangan, demikian juga yang terjadi dengan buruh-buruh
perkebunan. Sekitar 1.000 Ha tanah dikelola oleh Jepang untuk menanam tanaman pangan. Masyarakat yang mendiami Desa Padang Halaban dimobilisasi
untuk menjadi buruh perkebunan tanaman pangan ini. Masyarakat tunduk pada aturan main tentara jepang yang kejam dan tidak manusiawi, seperti
memperkerjakan masyarakat tanpa jaminan kehidupan yang layak
48
. Pada pemerintahan Jepang masyarakat dikonsentrasikan dalam satu barak
penampungan yang dihuni oleh puluhan bahkan ratusan kepala keluarga. Masyarakat harus menjalankan kerja wajib untuk melakukan replanting tanaman
perkebunan menjadi tanaman pangan dengan waktu dan beban kerja yang tidak menentu. Diantara para pemuda diwajibkan untuk terlibat dalam tentara bentukan
Jepang, seperti PETA Pembela Tanah air dan HEIHO. Sedangkan perempuan dipaksa untuk menjadi budak seks orang-orang Jepang di perkebunan, yang
dikenal dengan Jugun Ian Fu
49
. Proklamasi kemerdekaan Indonesia membuat tentara Jepang keluar dari
perkebunan. Bekas tanah peninggalan Jepang kemudian diduduki oleh rakyat
47
Ibid. Hal 4.
48
Ibid. Hal 6
49
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
46
untuk kebutuhan pangan dan membantu laskar-laskar rakyat. Sementara tanaman komoditas seperti karet dan sawit yang ditinggalkan dikelola dan dipanen oleh
sebagian masyarakat desa Rembu Rempah. Seperti di wilayah Afdeling karet PT Plantagen AG Zurich di kelola oleh masyarakat dan dipanen untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
2.1.2.3. Periode Tahun 1945-1954
Tanah yang diduduki oleh masyarakat sebanyak 20 saja yang dimanfaatkan untuk perkampungan dan ladang pangan, sisanya menjadi semak
belukar. Diatas tanah tersebut dibangun beberapa desa, diantaranya desa : Sidodadi, Karang Anyar, Purworejo, Sidomulyo, Kertosentono, dan Blungit.
Terdapat beberapa perkampungan di areal perkebunan, diantaranya : Pondok Roni, Pondok Lawas, dan Sidomukti. Beberapa tahun menduduki tanah,
dikeluarkan Kartu Tanda Pendaftaran Pemakaian Tanah KTTPT yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah KRPT Wilayah
Sumatera Timur berdasarkan UU Darurat No 08 Tahun 1954 jo UU Darurat No 01 Tahun 1956 mengenai penyelesaian pemakaian tanah perkebunan oleh
rakyat
50
. Menurut data yang dihimpun oleh perkebunan ketika itu di tahun 1967-
1968 masyarakat yang mendapatkan KRPT sebanyak 403 orang yang terdiri dari : desa Sidodadi 92 orang, desa Karang Anyar 80 orang, desa Sidomulyo 139
orang, desa Kertosentono 12 orang, dan desa Blungit 6 orang. Terjadi
50
Pemerintahan Desa Padang Halaban. Sejarah Desa Padang Halaban. 2015. Hal 10.
Universitas Sumatera Utara
47
Konferensi Meja Bundar KMB pada tahun 1949, di Kopenhagen, Denmark. Beberapa tahun setelah perundingan tersebut, pengusaha Belanda yang
meninggalkan perkebunan setelah diusir oleh Jepang dan Revolusi Agustus 1945, kembali masuk ke areal perkebunan. Kedatangan mereka bermaksud untuk
merencanakan pembangunan perkebunan kembali. Hal ini bisa dibuktikan dengan usaha dari pemilik perusahaan menanyakan kepada penduduk di Panigoran,
Karanganyar dan Sidomulyo tentang kesediaannya kembali bekerja di kebun seperti sebelum pengusaha Belanda pergi atau jika tidak bisa terlibat dalam
pekerjaan kebun kembali bisa mengolah tanah yang sudah diduduki dan dimiliki oleh masyarakat
51
.
2.1.2.4. Periode Tahun 1954-1965
Di areal Perkebunan Padang Halaban tidak hanya berdiri PT. Plantagen AG, tapi juga beroprasi NV. Sumcama dan PT. Sarikat Putra. Perusahaan
perusahaan perkebunan ini beroprasi dengan memperkerjakan buruh yang berasal dari penduduk sekitar. Kondisi ekonomi, hidup masyarakat di perkebunan Padang
Halaban sangat bergantung dengan kegiatan produksi mengelolah tanah. Setelah pengusiran Jepang dari tanah Indonesia dan ditandainya kemerdekaan Indonesia,
masyarakat mulai bisa mengusahai tanah bekas perkebunan asing secara bebas. Tanah-tanah negara bebas mulai dikerjakan oleh masyarakat secara berkelompok
untuk membuka lahan-lahan baru dan dibagi secara merata melalui kegiatan pemancengan. Rata-rata kesanggupan masyarakat ketika itu untuk mengerjakan
51
Ibid. Hal 11
Universitas Sumatera Utara
48
lahan seluas 2 Ha. Masyarakat bergantung pada kegiatan bertani, mengolah tanah untuk kebutuhan tanaman pangan berkelanjutan. Untuk mengolah tanah
masyarakat bergantung pada perubahan cuaca dalam perkembangan bulan. Jika musim penghujan, tanah di kelola untuk tanaman padi. Ketika musim kemarau
tanah digunakan untuk menanam jagung. Dari dua tanaman ini masyarakat di kawasan perkebunan padang halaban memenuhi kebutuhan pangan harian
52
. Masyarakat di kawasan Padang Halaban tidak asing dengan nama-nama
organisasi massa maupun partai yang ada. Karena bagi mereka organisasi maupun partai tersebut wadah untuk bersosialisasi dan membangun persaudaraan diantara
sesama. Sebelum 1965, setiap orang yang tinggal di areal perkebunan memiliki organisasinya sendiri-sendiri. Sejak diusirnya kolonial Belanda dan pendudukan
Fasis Jepang di tahun 1945, para laskar-laskar rakyat dan masyarakat disekitar perkebunan Padang Halaban mengambil alih tanah. Usaha rakyat ini diperkuat
oleh seruan dari Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama. Dalam seruannya menyampaikan “perintah langsung kepada seluruh rakyat
Indonesia dan para laskar rakyat rakyat agar areal-areal atau tanah bekas perkebunan asing yang ditinggalkan pengelolanya supaya diberikan atau
dibagikan kepada rakyat Indonesia termasuk bekas kuli bangsa Jepang untuk ditanami dengan tanaman pangan guna membantu keperluan logitik laskar rakyat,
disamping juga sebagai tanda bangsa yang sudah merdeka”.
52
STPHL-AGRA. Op.Cit. Hal 20
Universitas Sumatera Utara
49
Berdasarkan seruan tersebut, pada tahun 1945 hampir seluruh areal lahan di Desa Padang Halaban seluas 3000 Ha, dibagikan kepada rakyat bekas kuli
bangsa jepang secara bekerjasama dengan para laskar rakyat. Tanah-tanah tersebut dibagikan berdasarkan bekas divisi perkebunan padang halaban di
masing-masing tempat. Untuk selanjutnya dikembangkan menjadi perkampungan rakyatdesa, dengan luas tanah yang berhak diusahai rakyat masing-masing seluas
2 dua HaKK. Pembagian tanahnya : Tanah di bekas Divisi I yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidomulyo, Tanah di bekas Divisi Pabrik yang diduduki
rakyat dinamakan Desa Karang Anyar, Tanah di bekas Divisi II yang diduduki rakyat dinamakan Desa SidodadiAek Korsik, Tanah di bekas Divisi III yang
diduduki rakyat dinamakan Desa PurworejoAek Ledong, Tanah di bekas Divisi
IV-V yang diduduki rakyat dinamakan Desa KartosentonoBrussel, dan Tanah di bekas Divisi VI yang diduduki rakyat dinamakan Desa SukadamePanigoran
Tahun 1954 setelah dikeluarkannya UU Darurat Nomor 8 Tahun 1954 oleh Pemerintah Republik Indonesia, masyarakat desa yang telah menduduki dan
mengusahai tanah rampasan perang, diberikan KTPPT Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah yang dikeluarkan oleh KRPT Kantor Reorganisasi
Pemakaian Tanah wilayah Sumatera Timur sebagai dasar untuk mendapatkan atau memperoleh alas hak yang diakui hukum seperti diatur dalam UUPA No 5
Tahun 1960
53
.
53
Ibid. Hal 25
Universitas Sumatera Utara
50
Sejak pengesahan tersebut rakyat dibebani kewajiban membayar pajak atau Iuran Pembangunan Daerah IPEDA oleh Pemerintah Kabupaten Labuhan
batu. Demikian pula dengan status tanah yang diduduki oleh rakyat disahkan oleh pemerintah telah dikeluarkan dari areal Hak Guna Usaha HGU Desa Padang
Halaban saat itu bernama Perusahaan NV. SUMCAMA. Untuk diketahui, bahwa luas areal desa-desa yang diciptakan oleh rakyat sejak tahun 1945 dan dikeluarkan
dari HGU Perusahaan Perkebunan Padang Halaban, hingga tahun 19691970 tidak pernah mengalami perluasan areal desa merebaknya penggarap liar. Areal desa
itu tetap luasnya sejak dibentuk menjadi desa hingga terjadi peristiwa penggusuran.
2.1.3 Keadaan Demografi 2.1.3.1 Jumlah Penduduk Desa