Penyelidikan Atau Pengumpulan Data dan Fakta

101 Kasus Pertanahan sebagai acuan peraturan dalam penyelesaian konflik agraria yang dilegitimasi di bawah pemerintahan Jokowi-JK serta berbagai kegiatan yang berkenaan dengan upaya penyelesaian konflik agraria di Desa Padang Halaban. Penulis merangkup beberapa upaya tersebut dalam beberapa kegiatan, diantaranya yaitu kegiatan penyelidikan atau pengumpulan data fakta, mediasi, dan menjalin kemitraan dengan masyarakat yang berkonflik di Desa Padang Halaban yang dilakukan oleh PT. SMART. Adapun uraian dari kegiatan tersebut sebagai berikut.

3.2.1. Penyelidikan Atau Pengumpulan Data dan Fakta

Kegiatan ini merupakan pekerjaan tahapan awal menurut kepada peraturan menteri ATR No. 11 Tahun 2016. Berdasarkan pasal 10 ayat 1 tentang pengumpulan data dan analisis dalam peraturan tersebut diatur bahwa pejabat yang bertanggung jawab dalam hal ini pejabat instansi pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional Labuhan Batu Utara melakukan kegiatan pengumpulan data. Selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa data yang dikumpulkan berupa data fisik dan yuridis, putusan peradilan, berita acara dari Kepolisian Negara RI, kejaksaan RI, Komisi Permberantasan Korupsi, data yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat berwenang, data lainnya yang terkait dan mempengaruhi serta memperjelas duduk persoalan sengketa dan konflik, serta keterangan saksi. Kegiatan ini berdasarkan pengakuan dari Bapak Slamet selaku sekretaris Serikat Tani Padang Halaban STPHL-AGRA bahwa. Orang BPN dari rantau prapat pernah datang ke desa ini terus menjumpai saya pas saya lagi di posko. Terus mereka menanyakan kronologis kasus Universitas Sumatera Utara 102 konflik agraria dengan PT. SMART. Mereka minta dokumen tentang putusan pengadilan, organisasi kami, dan sama bukti kepemilikan tanah yang berkonflik. Mereka datang sekitar bulan Maret 2015. Tapi bukti kepemilikan tanah gak saya kasih, karena ini dokumen penting sama kami 90 . Keterangan oleh Bapak Slamet juga turut dibenarkan oleh Bapak Drs. Aminuddin Siregar selaku Kepala BPN Labuhan Batu menerangkan bahwa. Petugas kami pernah datang ke Desa Padang Halaban pada tahun 2015 menanyakan terkait dokumen putusan pengadilan dan bukti kepemilikan tanah kepada masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan yang bernama PT. Smart. Dan ada beberapa Dokumen yang petugas kami kumpulkan dan Dokumen nanti akan menjadi bahan analisis kami untuk menjadi bahan acuan dalam menangani dan menyelesaikan konflik di desa tersebut. Oleh karena itu saya menyuruh petugas kami untuk langsung turun dan menjumpai masyarakat sekitar untuk mencari bukti data – data tersebut. Selanjutnya kami juga tidak hanya mengumpulkan data yang bersumber dari masyarakat, melainkan kami juga turut melakukan pengumpulan data yang bersumber dari PT. Smart terkait dokumen- dokumen yang berkenaan dengan konflik agraria yang berlangsung di Desa Padang Halaban. Berdasarkan arsip kami dokumen tersebut antara lain SK HGU yang dimiliki perusahaan, kronologis pendirian perusahaan, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkenaan dengan pengelolaan aset perusahaan di wilayah Desa Padang Halaban 91 . Sementara dilain pihak dari PT. Smart yang diwakilkan oleh Bapak Syahnal selaku Humas PT. Smart, turut mengungkapkan kedatangan petugas BPN Labuhan Batu yang berkedudukan di Rantau Prapat kepada dirinya menanyakan kronologis dan beberapa dokumen tentang konflik area perkebunan PT. Smart di Desa Padang Halaban. Pada sekitar tahun 2015, petugas BPN mengunjungi kami dan menanyakan kedudukan perkara konflik tanah yang terjadi antara 90 Wawancara bersama Bapak Slamet selaku sekretaris STPHL di secretariat STPHL tanggal 10 September 2016 pukul 10.15 Wib. 91 Wawancara bersama Bapak Drs. Aminuddin Siregar selaku Kepala BPN Labuhan Batu tanggal 11 September 2016 pukul 11.04 Wib. Universitas Sumatera Utara 103 perusahaan kami dengan masyarakat petani Desa Padang Halaban di area seluas 3.000 Ha. Pada saat itu saya jelaskan bahwa s ejarah awal mulanya konflik pada tahun 1999 sebelum berakhirnya seluruhnya Hak Guna Usaha HGU PT. Smart Cooporation, dimana kami dari PT. Smart Cooporation memohon kepada gubernur pada saat itu untuk memperpanjang areal HGU PT. Smart Cooporation Tbk, di Kabupaten Labuhan Batu. Di karenakan adanya permohonan tersebut, gubernur membentuk tim D Plus ini dikarenakan HGU PT. Smart Cooporation berakhir pada tahun 1997 dan 1998, dimana tugas dari tim D plus ini adalah meneliti, mengidentifikasi, menginvertarisasi, seluruh persoalan pertanahan. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata hasil yang diterima oleh gubernur hanya merekomendasikan tanah untuk perpanjangan HGU seluas ± 3.000 Ha. PT. Smart Cooporation pada saat itu mengganggap kementerian yang berwenang adalah kementerian BUMN pada saat itu dictum 3 dan 4 berlaku untuk tanah sektar 3.000 Ha. kemudian terbit SK No. 42, 43, 44 HGU BPN 2002 pada sekitar bulan februari 2002 yang menerangkan diktum 3 dan 4 menjadi milik negara yang dan pendistribusiannya, pemanfaatannya dilakukan oleh gubernur Sumatera Utara setelah memperoleh izin dari kementerian yang berwenang. Dari areal-areal tersebut yang tidak diperpanjang, P.T Smart Cooporation mesertifikasi HGU nya, terkhusus areal yang ada di daerah desa Padang Halaban adalah 100 diberi HGU oleh BPN Sumatera Utara kepada P.T Smart Cooporartion. Luas lahan P.T Smart menjadi 3000 Ha dengan sertifikasi HGU 92Padang Halaban2001. Berdasarkan penguasaan ini pihak P.T Smart Cooporation melakukan penanaman kelapa sawit, tetapi kelompok ini tidak terinformasi. Selain itu amat disayangkan tindakan dari petani yang melakukan peracunan terhadap pohon-pohon sawit yang sudah siap 81 panen, dan berdirinya bangunan-bangunan liar di tengah-tengah perkebunan sawit yang notabene masih termasuk lahan P.T Smart Cooporation 92 . Namun sebagai perbandingan yang dilakukan oleh penulis terkait data yang disampaikan oleh pihak PT. Smart, ditanggapi oleh petani Desa Halaban sebagai berikut. Sertifikat HGU Padang Halaban No.922001 itu sifanya membodoh- bodohi rakyat. Kan gak ada wewenang BPN tingkat II mengeluarkan Hak Guna Usaha. HGU itu harus dikeluarkan BPN Pusat, bukan BPN Tingkat 92 Wawancara bersama Bapak Syahnal selaku Humas PT. Smart di kantor PT. Smart tanggal 14 September 2016 pukul 11.00 Wib. Universitas Sumatera Utara 104 II. Itu semua rekayasa karena perlu diketahui bahwa saat itu ada surat dari KAKANWIL Badan Pertanahan Nasional BPN Tingkat II Sumatera Utara yang isinya menyatakan bahwa instruksi pelarangan pengukuran kepada Kepala Kantor BPN Kabupaten dan Kota, dan ada lagi surat yang terbit menyatakan kalau tidak dibenarkan membuatmengeluarkan sertifikat HGU di atas tanah seluas 10 Ha keatas, tapi kok malah terbit HGU No. 922001 ini, kan ini sudah melanggar isi surat itu. Karena itulah pada waktu itu kami membuat surat permohonan agar HGU No. 922001 ini ditindaklanjuti kebenaran dari HGU No. 922001 ini. Sertifikat ini memang sah dan asli tapi apa ada hukumnya mengeluarkan surat itu? Sementara KAKANWIL bilang tidak boleh ngukur di atas 10 Ha, tapi dia kok ngukurnya sampai 3000 Ha. Kan sudah jelas itu ada yang tidak benar dalam pengurusan HGU ini. Kepala Kantor BPN Kabupaten Labura seharusnya sudah tahu ini kok malah dikeluarkan HGU ini, Kan dia tidak ada hak nya mengukur tanah itu. Lagi pula saya lihat Sertifikat HGU No. 922001 itu, berdasarkan kapan diukur dan saksinya kan tidak ada 93 . Pengumpulan data dan fakta yang telah di lakukan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Labuhan Batu telah menjadi bagian dalam proses penyelesaian konflik agraria di Desa Padang Halaban, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri ATR No. 11 Tahun 2016. Beberapa dokumen yang telah terinventarisir oleh pihak BPN selanjutnya menjadi bahan analisis untuk kemudian menjadi acuan dalam tahapan kegiatan berikutnya. Namun sebelum dilakukannya proses analisis dan pengkajian terhadap data dan fakta yang telah dikumpulkan, BPN sendiri bertanggung jawab untuk melakukann validasi terlebih dahulu untuk menguji kebenaran dan keabsahan dokumen- dokumen tersebut baik yang bersumber dari pihak masyarakat Desa Padang Halaban maupun pihak perusahaan PT. Smart. Hal ini juga turut diatur di dalam Peraturan Menteri ATR No. 11 Tahun 2016 pasal 10 ayat 3 bahwa validasi 93 Wawancara bersama Bapak Suratmin selaku koordinator STPHL di sekretariat STPHL tanggal 17 September 2016 pukul 20.15 Wib. Universitas Sumatera Utara 105 terhadap data-data yang telah dikumpulkan yang selanjutnya dinyatakan kebenarannya oleh pejabat intansi pertanahan yang berwenang. Namun dalam hal validasi terhadap data-data yang berkenaan dengan konflik agraria yang terjadi di Desa Padang Halaban baik yang bersumber dari perusahaan maupun pihak masyarakat, penulis tidak mendapatkan keterangan yang pasti dari pihak BPN sendiri terkait kebenaran data-data tersebut. Selanjutnya adapun pengkajian atau analisis konflik dilakukan dengan melakukan pengkajian akar dan riwayat koflik untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi dampak dari terjadinya konflik. Pengkajian konflik pertanahan dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis data konflik yang terjadi. Hasil dari penelitian dan analisa data dipergunakan untuk menentukan dan merumuskan pokok permasalahan atas terjadinya konflik. Terhadap pokok permasalahan konflik dilakukan penerapan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik danatau data pendukung lainnya, yang hasilnya kemudian dilakukan kajian penerapan hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan konflik.

3.2.2. Mediasi