Simon K.V. Napitupulu : Evaluasi Perkembangan Usahatani Kakao Di Kabupaten Tapanuli Utara Studi Kasus : Desa Pagaran Pisang Kecamatan Adian Koting Kabupaten Tapanuli Utara, 2008.
USU Repository © 2009
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara
terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka
tingkat produksi dan kualitas akan rendah. Berikut adalah taksonomi tanaman kakao:
Divisio : Spermatophyta
Klas : Dycotiledon
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L
Soehardjo dkk., 1996 hlm. 53. Berikut adalah gambar tanaman kakao dan buah yang dihasilkannya:
Gambar 1, Tanaman Kakao 8
Simon K.V. Napitupulu : Evaluasi Perkembangan Usahatani Kakao Di Kabupaten Tapanuli Utara Studi Kasus : Desa Pagaran Pisang Kecamatan Adian Koting Kabupaten Tapanuli Utara, 2008.
USU Repository © 2009
Pengembangan kakao di Indonesia sudah dilaksanakan cukup lama baik oleh perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta.
Dalam upaya meningkatkan produksi kakao sekaligus peningkatan pendapatan petani maupun masyarakat, pemerintah telah mengembangkan berbagai pola
pengembangan perkebunan yang dibiayai dari APBN dan bantuan luar Negeri BLN antara lain melalui proyek-proyek pola Unit Pelayanan Pengembangan
UPP, Perkebunan Inti Rakyat PIR , Perkebunan Besar PB dan pola Swadaya. Untuk pengembangan agribisnis kakao kedepan, kegiatannya akan lebih banyak
mengandalkan inisiatif petani melalui pola swadaya. Pemerintah diharapkan lebih berperan dalam upaya pengendalian hama PBKdan percepatan perluasan adopsi
teknologi budidaya maju Untuk melaksanakan program pengembangan agribisnis kakao tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar yang mencakup kegiatan
investasi peningkatan produktivitas kebun, biaya pengendalian hama PBK, investasi pengembangan sistem usahatani terpadu, dan pengenbangan industri hilir
kakao serta pembangunan infrastruktur pendukunnya termasuk kegiatan penelitian dan pengembangan hasil penelitian. Berikut ini akan diuraikan secara singkat
berbagai kebutuhan biaya tersebut. Kebutuhan biaya untuk pengembangan Gambar 2. Buah Kakao
Simon K.V. Napitupulu : Evaluasi Perkembangan Usahatani Kakao Di Kabupaten Tapanuli Utara Studi Kasus : Desa Pagaran Pisang Kecamatan Adian Koting Kabupaten Tapanuli Utara, 2008.
USU Repository © 2009
agribisnis kakao periode tahun 2005-2010 khusus untuk peningkatan produksi dengan target rehabilitas 2tahun, peremajaan 0,5tahun dan perluasan areal
2,5tahun diperkirakan mencapai Rp 3,87 triliun. Selanjutnya untuk periode 2010-2025 dengan target rehabilitas 3tahun, peremajaan 1tahun dan
perluasan areal 1,5tahun diperlukan biaya mencapai Rp 12,85 triliun. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk rehabilitasi, peremajaan dan perluasan
kebun kakao 2005-2025 mencapai Rp 16,72 triliun dengan Deptan, 2005 hlm.37 Nilai ekspor kakao asal Sumatera Utara terus meningkat dalam beberapa
tahun terakhir, mutu atau kualitas kakaonya masih belum terlalu baik. Masih banyak petani kakao di Sumatera Utara yang belum bisa menyeragamkan mutu
sesuai standar permintaan luar negeri. Akibatnya, potongan harga untuk kakao asal Indonesia selalu lebih besar dibanding kakao dari negara lain. Bahkan kakao
dari Indonesia lebih banyak menjadi campuran kakao asal Pantai Gading Afrika yang terkenal aromanya Anonimous, 2007 hlm. 3
Penerapan sistem agribisnis akan memperkuat kedudukan masing-masing sub sistem agribisnis atau setiap bisnis dalam suatu sistem agribisnis. Habitat asli
tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan
realtif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur
tiga tahun mencapai 4,50 - 7,0 meter. Tinggi tanaman beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao
bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang
Simon K.V. Napitupulu : Evaluasi Perkembangan Usahatani Kakao Di Kabupaten Tapanuli Utara Studi Kasus : Desa Pagaran Pisang Kecamatan Adian Koting Kabupaten Tapanuli Utara, 2008.
USU Repository © 2009
arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air wiwilan atau chupan, sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping
disebut dengan plagiotrop atau cabang kipas atau fan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004 hlm. 24.
Pertumbuhan daun pada cabang kipas terjadi dengan terbentuknya “flush”. Setiap flush terbentuk daun akan bertambah 4-6 helai per cabang. Flush adalah
kumpulan daun muda, pada saat mulai terbentuk sangat lunak dan lembut dengan warna hijau muda atau kemerahan sampai merah. Daun-daun ini lama kelamaan
mengeras dan berwarna hijau; cabang tersebut “dorman” untuk sementara sampai terbentuknya flush kembali. Flush ini akan terbentuk berulang-ulang: yaitu satu
tahun 4-5 kali dan pembentukan flush sangat dipengaruhi oleh berbagai factor lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah temperatur, hujan dan lamanya
penyinaran. Pada periode “flush” seharusnya muncul, bila hujan tidak turun banyak flush tidak terbentuk. Hujan yang mendorong pembentukan daun bila
flush sudah terbentuk Soehardjo, dkk, 1996 hlm. 56 . Perakaran kakao tumbuh cepat pada bibit dari biji yang baru berkecambah,
dari panjang akar 1 cm pada umur 1 minggu tumbuh menjadi 16-18 cm pada umur 1 bulan dan 25 cm pada umur 3 bulan. Pertumbuhan akan mencapai 50 cm pada
umur 2 tahun. Jadi, makin lama kecepatan pertumbuhan akar semakin berkurang. Pada akar kakao terdapat cendawan mikoriza yang membantu penyerapan unsure
hara tertentu terutama unsure P. Tanaman yang dikembangkan secara vegetatif tidak memiliki akar tunggang, namun nantinya akan terbentuk dua akar yang
menyerupai akar tunggang Susanto, 1994 hlm 75.
Simon K.V. Napitupulu : Evaluasi Perkembangan Usahatani Kakao Di Kabupaten Tapanuli Utara Studi Kasus : Desa Pagaran Pisang Kecamatan Adian Koting Kabupaten Tapanuli Utara, 2008.
USU Repository © 2009
Ekonomi petani ditopang oleh tiga hal yakni bagaimana alat produksi tanah, air, bibit, dll, proses produksi teknologi, pupuk, pengolahan tanah dan
kegiatan pasca produksi distribusi dan pengolahan pasca panen dimiliki dan dikelola secara hakiki oleh petani sendiri
Anonimous, 2006 hlm. 1 Selama ini, hasil tanaman kakao berupa biji kakao ada yang diolah tanpa
fermentasi dan ada pula yang difermentasi. Karena harga jual yang tidak jauh berbeda dan fermentasi memakan waktu yang cukup lama, petani lebih cenderung
mengolah hasilnya menjadi produk biji kering tanpa difermentasikan. Pengelolaan kakao ini menghasilkan hasil sampingan. Hasil sampingan ini tidak banyak
diperhatikan oleh masyarakat dan cenderung dianggap sampah sehingga pada akhir proses fermentasi hasil sampingan ini dibuang begitu saja. Salah satu hasil
sampingan yang diperoleh dari proses fermentasi kakao adalah limbah pulp. Cairan pulp adalah cairan yang diperoleh dari proses fermentasi biji kakao.
Limbah ini mencapai sekitar 10 dari berat basa biji Quesnel, 1967 dan mempunyai potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan. Limbah pulp ini dapat
dimanfaatkan menjadi suatu produk yang berguna dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Salah satu produk yang bisa dihasilkan dari limbah pulp ini adalah cuka.
Cuka merupakan salah satu kebutuhan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan, seperti pemberi rasa pada asam pada makanan serta dalam industri makanan, asam
cuka dapat digunakan sebagai penurun pH. Cuka yang selama ini dikenal di
Simon K.V. Napitupulu : Evaluasi Perkembangan Usahatani Kakao Di Kabupaten Tapanuli Utara Studi Kasus : Desa Pagaran Pisang Kecamatan Adian Koting Kabupaten Tapanuli Utara, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat diperoleh dari fermentasi buah-buahan dan bahan-bahan yang lain. Limbah pulp yang selama ini tidak diperhatikan masyarakat ternyata dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan cuka alternatif. Selain bahan bakunya melimpah dapat juga memberi keuntungan bagi petani dan masyarakat dalam hal
penciptaan lapangan kerja baru Kamaruddi dan Sudirman, 2008 hlm. 1
2.2 Landasan Teori