2.1.2 Status Gizi Remaja
Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi
Supariasa, 2002
Menurut Almatsier 2002 status gizi nutritional status adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Banyak faktor yang
berperan dalam memengaruhi status gizi seseorang, faktor yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung yang memengaruhi status gizi seseorang
antara lain : pola konsumsi makanan sehari-hari, aktivitas fisik, dan keadaan kesehatan.
Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun secara antropometri. Kekurangan hemoglobin atau anemia dengan pemeriksaan darah.
Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling mudah dan murah. Indeks Massa Tubuh IMT direkomendasikan sebagai indikator yang baik untuk
menentukan status gizi remaja Fatmah, 2011 Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa status gizi remaja umur 16-18 tahun
secara nasional prevalensi pendek adalah 31,4 7,5 sangat pendek dan 23,9 pendek. Sedangkan prevalensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional
sebesar 9,4 1,9 sangat kurus dan 7,5 kurus. Prevalensi gemuk pada remaja umur 16-18 tahun sebanyak 7,3 yang terdiri dari 5,7 gemuk dan 1,6 obesitas.
Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta 4,2 dan terendah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
adalah Sulawesi Barat 0,6. Kecenderungan prevalensi remaja kurus relatif sama tahun 2007 dan 2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4. Sebaliknya prevalensi
gemuk naik dari 1,4 pada tahun 2007 menjadi 7,3 pada tahun 2013. Persentase status gizi remaja usia 16-18 tahun di Sumatera Utara prevalensi
pendek 38 dan sangat pendek 13. Prevalensi kurus 6 dan sangat kurus 2. Sedangkan prevalensi gemuk 9 dan sangat gemuk 1,5 Riskesdas,
2013. Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
persentase status gizi remaja diatas termasuk masalah kesehatan masyarakat karena telah melewati cut point yaitu pada prevalensi pendek diatas 20, kurus diatas 5.
Status gizi remaja dapat ditentukan dengan menggunakan IMT sebagai indikator ditentukan dengan merujuk ketentuan FAOWHO, yang membedakan batas
ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1- 25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan
tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan. FAOWHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang
digunakan adalah menggunakan ambang batas kali-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat
berat Supariasa, 2002.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya
diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia Supariasa, 2002.
Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori Keterangan
IMT
Kurus Kekurangan
berat badan
tingkat berat 17,0
Kekurangan berat
badan
tingkat ringan
17,0 – 18,5
Normal 18,5
– 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat
ringan
25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
27,0
Sumber : Depkes RI, 1994
2.2 Aktivitas Fisik Remaja