BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan umum dari pada manajemen keuangan adalah memaksimalkan nilai perusahaan yang dapat diukur dari harga saham perusahaan. Harga saham
mencerminkan indikator adanya keberhasilan dalam mengelola perusahaan. Pergerakan harga saham akan bergerak searah, karena harga saham suatu
perusahaan dipengaruhi oleh persepsi pasar terhadap kondisi perusahaan saat ini dan kinerja yang mereka harapkkan di masa mendatang. Misal, jika awal bulan
nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat dikatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar
20. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah investor akan menjual, menahan atau membeli suatu atau
beberapa saham, karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang
cepat pula. Perusahaan yang kinerjanya lebih baik dari perusahaan lain mempunyai
nilai saham yang lebih tinggi dan perusahaan ini lebih mudah dapat menghimpun dana dari investor dengan persyaratan yang lebih menungtungkan, karena investor
beranggapan bahwa dana yang disalurkan ke suatu perusahaan yang berhasil akan dimanfaatkan seefisien mungkin. Para investor yang menginvestasikan dananya
pasti memiliki ekspektasi untuk memperoleh return sebesar-besarnya dengan risiko investasi tertentu. Untuk investasi pada saham, return tingkat
pengembalian yang diperoleh berupa capital gain ataupun dividen.
1
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor dapat diprediksi melalui Economic Value Added EVA. Konsep EVA ini secara
sederhana menyatakan bahwa kinerja keuangan dikatakan baik apabila berhasil memperoleh laba di atas semua biaya modalnya cost of capital. EVA adalah alat
ukur yang paling sesuai untuk mengukur kinerja yang berkaitan langsung dengan kemakmuran pemegang saham sepanjang waktu karena EVA mempertimbangkan
biaya modal. Tolok ukur lain yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan selain
EVA adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian dari
penjualan investasi serta kemampuan perusahaan menghasilkan laba profit yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan. Rasio yang paling umum
digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah ROA Return on Assets, ROE Return on Equity, EPS Earning Per Share, dan BEP Basic Earning Power.
Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban
bunga dan pajak. Oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya
Dividen Payout Rasio. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
Sektor industri makanan dan minuman memang paling memikat, karena setiap orang perlu makan dan minum untuk bisa bertahan hidup, sehingga sektor
ini tidak ada matinya. Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia GAPMMI menyebutkan bahwa industri makanan dan
Universitas Sumatera Utara
minuman sudah siap meluncurkan produksinya untuk mensubsitusi peluang pasar. Produksi tidak terlalu menjadi masalah, karena saat ini kapasitas seluruh industri
makanan dan minuman baru terpakai sekitar 80. Ia menyebutkan industri susu, tepung, kopi, sereal dan minuman berpeluang meningkatkan produksi sekitar
10, selain itu industri yang berbasis bahan bakunya banyak dari dalam negeri, seperti coklat, minyak goreng, dan terigu Majalah SWA 04XXV19 Februari-4
Maret 2009. Hasil riset Nielsen Indonesia menggambarkan pertumbuhan bisnis
makanan dan minuman saat ini. Masuk dalam kelompok Fast Moving Consumer Goods FMCG, sejak tahun 2005 bisnis makanan dan minuman selalu tumbuh
dua digit dan ini suatu hal yang jarang dialami oleh industri lain dan dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman di Indonesia
Keterangan 2005
2006 2007
2008 2009
Pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia
20,1 31,0
17,5 14,9
12,0 Omset industri makanan dan
minuman Rp Triliun 248,87 326,07 383,01
440 493
Sumber: Majalah SWA 04XXv19 Februari-4 Maret 2009
Tabel 1.1 dapat dilihat pertumbuhan industri makanan dan minuman mengalami fluktuasi akan tetapi omset industri makanan dan minuman setiap
tahunnya mengalami kenaikan dan berikut data mengenai rata-rata EVA, rasio profitabilitas dan harga saham perusahaan makanan dan minuman mulai tahun
2005 sampai tahun 2009: Tabel 1.2. di bawah menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan EVA,
ROA, ROE, EPS, BEP, dan harga saham berfluktuasi. Pada tahun 2006 rata-rata ROA, ROE, dan harga saham mengalami penurunan sedangkan EVA, EPS, dan
Universitas Sumatera Utara
BEP mengalami kenaikan. Tahun 2007 rata-rata, ROA, EPS, dan harga saham mengalami penurunan sedangkan EVA, ROE, dan BEP mengalami kenaikan.
Tahun 2008 rata-rata EVA, ROE, EPS, dan BEP mengalami penurunan sedangkan rata-rata ROA, dan harga saham mengalami kenaikan.
Tabel 1.2 Rata-rata EVA, Profitabilitas dan Harga Saham Selama Tahun 2005-2009
No Variabel
Tahun 2005
2006 2007
2008 2009
1. 2.
3. 4.
5. 6.
EVA Rp juta ROA
ROE EPS Rp
BEP Harga saham Rp
-847,661 8,625
10,845 239,669
5,770 23930,345
-3032,149 5,401
6,811 248,339
6,295 22309,554
-2289,445 3,973
7,937 172,694
8,545 18145,038
-2490,973 3,976
3,854 109,463
6,355 18191,161
-4631,012 5,558
17,185 1029,766
71,053 31356,774
Sumber : www.idx.co.id,, 2010 data diolah
Tahun 2009 rata-rata EVA mengalami penurunan sedangkan rata-rata ROA, ROE, EPS, BEP, dan harga saham mengalami kenaikan. Tahun 2009 rata-
rata ROE, EPS, BEP, dan harga saham paling tinggi jika dibandingkan tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 karena di tahun 2009 Pasar Modal Indonesia kembali
membaik akibat krisis global yang melanda Indonesia dan berikut data market size makanan dan minuma di Indonesia:
Tabel 1.3 Market Size Makanan dan Minuman di Indoesia
Makanan Market Size
Rp Triliun Minuman
Market Size Rp Triliun
Biskuit dan wafer 3
Minuman berenergi 2,1
Mie instan 27
Air minum dalam kemasan 18
Snack 2
Teh siap minum 12
Jeli 0,1
Susu siap saji 2,2
Permen 1,5
Minuman berkabonat 10
Sumber: Majalah SWA 04XXv19 Februari-4 Maret 2009
Tabel 1.3 di atas dapat dilihat market size makanan yang paling banyak, yaitu mie instan, yaitu sebanyak Rp.27 triliun dan market size minuman yaitu air
minum dalam kemasan sebesar Rp.18 triliun kerena kedua makanan dan minuman
Universitas Sumatera Utara
ini sangat sering digunakan apabila sedang mengalami bencana alam dan keduanya juga sangat mudah dan cepat untuk mengkonsumsinya.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukan sebelumnya,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Economic Value Added Dan Rasio Profitabilitas dengan Harga Saham
Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”.
B. Rumusan Masalah