20
Motivasi belajar pada dasarnya mempengaruhi tingkah laku belajar. Motivasi adalah sebagai penggerak tingkah laku dan sangat
penting dalam proses belajar. Siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar, maka prestasi belajarnya akan optimal, sebaliknya siswa yang
memiliki motivasi rendah dalam belajar, maka prestasi belajarnya di sekolah tidak akan meningkat.
2 Faktor Eksternal Siswa a Lingkungan Keluarga
Setiap orang memulai kehidupannya di dalam keluarga. Lingkungan keluarga besar atau kecil mempunyai pengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan anak. Posisi seseorang dalam keluarga yang merawatnya berpengaruh pada fungsi belajarnya. Studi lain
menunjukan bahwa penampilan sikap orang tua berperan penting dalam memajukan atau menghambat pendidikan seseorang.
37
Faktor-faktor fisik dan sosial psikologis yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan belajar anak. Termasuk faktor
fisik dalam lingkungan keluarga adalah: keadaan rumah dan suasana tempat belajar, sarana dan prasarana belajar yang ada, ketenangan dalam
rumah dan juga dilingkungan sekitar rumah. Kondisi psikologis keluarga yang diwarnai rasa sayang, percaya, keterbukaan dan rasa saling memiliki
akan mendukung kelancaran dan keberhasilan belajar.
38
Bimbingan dari orang tua juga merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam keberhasilan siswa dalam belajar. Bimbingan itu bisa
membuat siswa akan terdorong belajar secara aktif, karena bimbingan merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah
motivasi dalam belajar.
37
Monty P. Satiadarma Fidelis, Mendidik Kecerdasan Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h.122-123
38
Nana Saodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, cet ke-4, h. 163
21
b Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara
sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, atau pelatihan dalam rangka membantu para siswa agar mampu mengembangkan
potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya. Harlock
mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak, baik dalam cara berfikir, bersikap,
maupun berperilaku.
39
Lingkungan sekolah mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, seperti adanya sarana dan
prasarana yang memadai, metode mengajar, kurikulum, dan alat-alat pelajaran seperti buku pelajaran, alat olah raga dan sebagainya. Dengan
demikian lingkungan sekolah sangat mendukung prestasi belajar siswa di sekolah.
c Lingkungan Masyarakat Lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga
teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan
anak-anak penganggur, misalnya, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan
ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum di milikinya.
40
39
Syamsu Yusuf dan Nani M, Perkembangan Peserta Didik Jakarta: Rajawali Pers, 2011 ,h.30
40
Muhibbin, op cit., h.135
22
C. Kecerdasan Emosional Emotional Qoutient
1.
Pengertian Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin yairu emovere yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Dan pada dasarnya emosi adalah dorongan untuk bertindak. Menurut Daniel Goleman emosi
merujuk pada “suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis, psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak
.”
41
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan
suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berprilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai fikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam hati meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
Sedangkan menurut Zikri Neni Iska, “emosi adalah setiap keadaan diri seseorang yang disertai dengan warna afektif, baik pada tingkat yang
lemah maupun pada tingkat yang kuat. Warna afektif merupakan perasaan yang berbeda-beda, baik perasaan senang maupun perasaan tidak
senang. ”
42
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Decraetes. Menurut Decrates, emosi terbagi atas: Desire
hasrat, Hate benci, Sorrow sedihduka, Wonder heran, Love cinta dan Joy kegembiraan.
43
Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu: Fear ketakutan, Rage kemarahan, Love cinta.
44
41
Goleman, Emotional Intelligence Ter T Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007. Cet. 17, h. 411.
42
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan Jakarta: Kizi Brother’s, 2006 h. 104
43
Hartati, Nety, dkk. Islam dan Psikologi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003, Cet.1, h. 100
44
Ibid.,h. 94
23
Dan menurut F. Wundi ada tiga pasang kutub emosi, yaitu: Lust-Unlust senang- tak senang, Spannung-Losung tegang-tak tegang, Eerregung-
Berubingung semangat-tenang
45
. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi
adalah suatu perasaan afek yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam
maupun dari luar dirinya.
2. Pengertian Kecerdasan
“Inteligensi’’ atau “kecerdasan” merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau kata keterangan. Seseorang menunjukan
intelligensinya ketika ia bertindak atau berbuat dalam suatu situasi secara intelligentcerdas atau bodoh, inteligensi seseorang dapat dilihat dalam
caranya orang tersebut berbuat dan bertindak.
46
Beberapa tokoh mengemukan pengertian kecerdasan antara lain Howard Gardner berpendapat bahwa kecerdasan adalah kemampuan
untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Piaget mengatakakan “ Intelligence is what
yaou use when you don’t know what to do kecerdasan adalah apa yang
kita gunakan pada saat kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dan menurut Sternberg kecerdasan adalah 1 kemampuan untuk belajar dari
pengalaman, dan 2 kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar surrounding environment.
47
Dalam psikologi, dikemukakan bahwa intelligence, yang dalam bahasa Indonesia disebut intelligensi atau kecerdasan berarti penggunaan
intellektual secara nyata. Akan tetapi, kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain, oleh karena itu, intelligensi atau kecerdasan terdiri dari tiga
komponen yaitu a kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau
45
Ibid.,h. 102
46
Alisuf, op.cit.,h.115
47
Agus, op cit,h. 81-85
24
mengarahkan tindakan; b kemampuan untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan; c kemampuan untuk
mengubah diri sendiri.
48
Jadi kecerdasan merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelligensi
tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir
rasional itu.
3. PengertianKecerdasan Emosional
Istilah “kecerdasan Emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang ahli, yaitu Peter Salovey dan John Mayer
untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap penting untuk mencapai keberhasilan.
49
Salovey dan Mayer mendefinisikan “
Kecerdasan emosional
sebagai kemampuan
memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
”
50
Sementara Robert K. Cooper dan Sawaf mengatakan bahwa “ kecerdasan emosional menuntut seseorang belajar mengakui dan
menghargai perasaan pada dirinya dan orang lain untuk menanggapi dengan tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi, emosi
dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. ” kecerdasan emosional adalah
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy, informasi, koneksi dan
pengaruh yang manusiawi.
51
48
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008, Cet, ke-3. h. 60
49
Ibid.,.h.68
50
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Terj. Dari Working with Emotional Intelligence oleh Alex Tri Kantjono Widodo, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005, Cet. VI, h. 513
51
Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, Terj. Dari Emotional Intelligence in Leadership and Organizations oleh Alex Tri
Kantjono widodo, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, Cet. III, h.XV.
25
Dengan demikian , kecerdasan emosi merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan
emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik academic intelligence, yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang yang cerdas dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai
kecerdasan emosi, sehingga saat bekerja menjadi bawahan dari orang yang ber IQ lebih rendah, tetapi unggul dalam keterampilan kecerdasan
emosi.
52
Dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibanding
kecerdasan Intellektual IQ. Kecerdasan otak IQ barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang
sesungguhnya hampir seluruhnya terbukti mengantarkan seseorang
menuju puncak prestasi. terbukti banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan. sebaliknya
banyak orang-orang yang mempunyai kecerdasan intelektual biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha-pengusaha
sukses, dan pemimpin-pemimpin diberbagai kelompok.
53
Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya
dengan orang lain.
52
Hamzah, op.cit.,.h.72
53
Ari Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Quotient The ESQ WAY 165 1 Ihsan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta:Penerbit Arga, 2005 h. 17