BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di saat seluruh bangsa Indonesia tengah memperingati Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 2008, terjadi insiden yang melibatkan dua organisasi massa,
yaitu Front Pembela Islam FPI dan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan AKKBB, di Lapangan Silang Monas. Berbagai
spekulasi mengenai penyebab terjadinya insiden yang dikalangan media lebih dikenal dengan nama insiden Monas ini, sempat dilontarkan oleh beberapa
pihak. “Ada yang mengatakan, massa AKKBB yang merupakan
organisasi massa pro-Ahmadiyah menjelek-jelekkan FPI yang sangat keras menentang dan meminta pemerintah membubarkan Ahmadiyah. Bahkan,
ada yang mengatakan, kerusuhan itu dipicu oleh sebuah tembakan yang membuat laskar FPI marah.”
1
Terjadinya insiden Monas ini sempat menjadi headline di beberapa media massa di Indonesia. Selama sepekan baik itu media elektronik maupun media
cetak menayangkan dan menampilkan berita mengenai insiden Monas. Berita mengenai insiden Monas ini adalah salah satu berita dengan sensitifitas yang
cukup tinggi. Banyak redaksi baik media cetak ataupun elektronik yang menyatakan bahwa insiden Monas merupakan salah satu isu paling sensitif
ketika masuk sidang redaksi. Sensitif dikarenakan berita ini berkaitan dengan persoalan agama, yaitu persoalan yang menyangkut banyak pihak. Sikap
masing-masing redaksi dan institusi media terhadap persoalan tersebut pastilah
1
Achmad Setiyaji, Tragedi Monas Berdarah Bandung : Semesta Ide, 2008, h. v.
berbeda. Peristiwa boleh saja sama, tetapi sudut pandang pastilah berbeda. Pernyataan tersebut dapat digambarkan secara jelas pada dua surat kabar
nasional, yaitu Koran Tempo dan Republika. Koran Tempo dan Republika mengambil sudut pandang yang berbeda dalam setiap penulisan berita mengenai
insiden Monas. Koran Tempo menyatakan bahwa insiden Monas merupakan peristiwa penyerangan atau aksi kekerasan yang dilakukan oleh FPI kepada
AKKBB, sedangkan Republika menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan bentrokan antara FPI dan AKKBB yang terjadi karena persoalan
Ahmadiyah. Koran Tempo
Senin, 2 Juni 2008 menempatkan kasus tersebut pada halaman pertama sebagai Top Headline dengan mengetengahkan judul
“Bubarkan FPI” , sedangkan Republika pada hari yang sama menempatkan
kasus tersebut juga pada halaman utama dengan mengetengahkan judul “Bentrokan Akibat Pemerintah Lamban”
. Pada hari berikutnya, Koran Tempo Selasa, 3 Juni 2008 menjadikan kasus ini sebagai Top Headline dengan
menampilkan foto Panglima Komando Laskar Islam Munarman sedang mencekik salah seorang anggota yang diduga berasal dari AKKBB, judul yang
diambil ialah “Pemerintah Kaji Pembekuan FPI”. Di hari yang sama, Republika
kembali menempatkan kasus tersebut pada halaman utama dengan judul “Masyarakat Diimbau tak Lakukan Provokasi”. Selama bulan Juni 2008,
Koran Tempo empat kali menjadikan kasus insiden Monas sebagai Top
Headline ditempatkan pada halaman depan, sebelas kali menjadikan kasus
tersebut sebagai Headline ditempatkan pada halaman kedua dan juga diberitakan pada rubrik Metro, serta rubrik Nasional. Sedangkan Republika,
tercatat enam kali menempatkan kasus insiden Monas sebagai Headline di halaman depan dan tiga kali menempatkan kasus tersebut bukan di halaman
depan. Beberapa judul berita di atas dan juga judul-judul lainnya serta pandangan
kedua media cetak tersebut mengenai insiden Monas tampak menarik untuk diteliti. Salah satu fungsi utama dari media massa sendiri adalah memberikan
informasi kepada khalayak. Berbagai media massa yang telah ada, dimanfaatkan oleh khalayak untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi yang secara
otomatis akan
lebih mengembangkan
wawasan intelektual
mereka. Menyampaikan berita secara obyektif adalah kewajiban yang harus dilakukan
oleh institusi media dan wartawan. Meskipun mereka telah menyampaikan informasi secara akurat dan aktual namun, pada kenyataannya tetap saja berita
yang disampaikan masih jauh dari obyektifitas. Di media massa seperti surat kabar misalnya, pemberitaan yang ada selalu saja dikaitkan dengan beberapa
kepentingan, baik itu kepentingan individu maupun organisasi. Banyak berita di surat kabar tidak dinyatakan secara eksplisit tetapi implisit.
“Lewat narasinya, surat kabar menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia : siapa pahlawan dan siapa penjahat;
apa yang baik dan apa yang buruk bagi rakyat; apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan seorang pemimpin; tindakan apa yang
disebut perjuangan demi membela kebenaran dan keadilan dan pemberontakan atau terorisme; isu apa yang relevan dan tidak; alasan apa
yang masuk akal dan tidak; dan solusi apa yang harus diambil dan ditinggalkan.”
2
Konstruksi berita pada dasarnya merupakan sebuah informasi yang disampaikan secara kuantitatif dan kualitatif. Sisi kuantitatif dapat dilihat dari
seberapa sering berita tersebut muncul dan jumlah pemakaian istilah dalam
2
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media Yogyakarta : LKiS, 2002, h. x .
berita. Sedangkan sisi kualitatif dapat dilihat berdasarkan unsur objektivitas dan faktualitas. Media memiliki ideologi yang ingin mereka refleksikan melalui
berita-berita yang disampaikan, baik ditujukan dalam cara penulisan berita, bentuk penceritaan suatu peristiwa atau penentuan fakta mana yang harus
ditekankan atau justru dihilangkan. Proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode, di antaranya analisis wacana, analisis framing dan analisis semiotika. Analisis framing merupakan metode yang sesuai
digunakan pada penelitian ini, karena dalam perspektif komunikasi analisis ini dipakai untuk mengetahui bagaimana cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana
suatu peristiwa atau realitas dibingkai oleh media.
3
Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu, peristiwa dipahami dengan
bentukan tertentu. Melalui penelitian ini, peneliti merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut karakter pemberitaan Koran Tempo dan Republika mengenai
penyebab terjadinya insiden Monas, 1 Juni 2008, dilihat dari proses pembingkaian masalah pada berita-berita yang disampaikan.
Dengan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, peneliti
merasa tertarik untuk menulis sebuah skripsi yang berjudul KONSTRUKSI REALITAS PADA MEDIA CETAK :
Analisis Framing Pemberitaan Insiden Monas di Koran Tempo dan Republika Edisi Juni 2008.
3
Ibid, h. 3.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah