individu  wartawan  sendiri  ketika  bekerja  merekonstruksi  realitas  bukan merupakan individu yang pasif.
Peneliti  memahami  bahwa  dalam  aktifitas  kreatifnya  individu  dalam  hal ini  wartawan  mengkonstruksikan  masyarakat  dan  berbagai  kenyataan  sosial.
Aktifitas tersebut menghadapkan wartawan pada dua kenyataan yakni kenyataan subjektif  dan  kenyataan  objektif  sebagai  bagian  dari  masyarakat  yang  pada
akhirnya  ia  menginternalisasikan  kenyataan  tersebut  sebagai  bagian  dari kesadarannya.  Realitas  bukanlah  sesuatu  yang  berada  di  luar  yang  bersifat
obyektif, benar dan seakan-akan ada sebelum diliput oleh wartawan. Sebaliknya, realitas  itu  dibentuk  dan  diproduksi  tergantung  pada  bagaimana  proses
konstruksi berlangsung. Realitas itu sebaliknya bersifat subjektif yang terbentuk lewat pemahaman dan pemaknaan subjektif wartawan.
C. Media Massa Sebagai Agen Konstruksi Sosial atas Realitas
1. Media Massa dalam Pandangan Konstruksionis
“Media  berasal  dari  kata  Latin  “medium”  tunggal  “media” jamak  yang  secara  harfiah  berarti  pertengahan,  tengah,  pusat.
14
Cetak dalam  arti  harfiah  bahasa  Indonesia  ialah  cap,  acuan.  Dalam  bahasa
Inggris, cetak yang berkaitan dengan produksi media cetak ialah press.”
15
Manusia  membutuhkan  komunikasi  sebagai  jembatan  yang  mampu mencegah  dan  menghilangkan  konflik  antarpribadi,  antarkelompok,  antarsuku,
antarbangsa  dan  antarras,  serta  membina  persatuan  dan  kesatuan  umat manusia.
16
Salah satu fungsi penting dalam  komunikasi bagi masyarakat  yaitu,
14
Masri Sareba Putra, Media Cetak Bagaimana Merancang dan Memroduksi Graha Ilmu, 2007,  h. 4.
15
Ibid. h. 5.
16
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003, h. 27.
kebutuhan  untuk  mendapatkan  informasi.  Fungsi  memberikan  informasi diartikan  bahwa  media  massa  menyebarkan  informasi  kepada  khalayak.
Khalayak  selalu  haus  akan  informasi  tentang  segala  sesuatu  yang  terjadi  di sekitarnya.  Semakin  berkembangnya  teknologi  saat  ini  pun,  telah  memberikan
kontribusi  besar  dalam  penyebaran  informasi.  Komunikasi  media  massa semakin canggih dan kompleks serta memiliki kekuatan yang lebih dari masa ke
masa.
17
Di  dalam  pandangan  kaum  konstruksionis,  media  dilihat  bukan  sebagai saluran  yang  bebas  seperti  yang  dipandang  oleh  kaum  positivis.  Media  ialah
subjek  yang  mengkonstruksikan  realitas,  lengkap  dengan  pandangan,  bias  dan pemihakkannya.  Media  dipandang  sebagai  agen  konstruksi  sosial  yang
mendefinisikan  realitas.  Dalam  hal  ini  digambarkan,  bagaimana  media memahami  dan  memaknai  sebuah  realitas  dan  dengan  cara  apa  realitas  itu
dibingkai oleh media. Gitlin  menyatakan  bahwa  bingkai  media  adalah  pola  yang  selalu  ada
dalam  bentuk  kognisi,  interpretasi  dan  presentasi  dari  seleksi,  penekanan  atau pengucilan.
18
Bingkai  media  diperlihatkan  melalui  konsepsi  dan  skema interpretasi wartawan dalam menyusun, mengisahkan, menulis dan menekankan
fakta dari suatu peristiwa tertentu. Setiap berita memiliki bingkai  yang menjadi pusat ide. Apa yang tersaji dalam berita yang kita baca setiap hari adalah produk
dari pembentukan realitas oleh media. Sejumlah pakar komunikasi seperti Gans 1979  dan  Gitlin  1980  mengelompokkan  sejumlah  pendekatan  terhadap  isi
media, di antaranya :
17
Elvinaro Ardianto, dkk., Komunikasi Massa Suatu Pengantar Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2005, h. 3.
18
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 69.
“Isi  merupakan  refleksi  dari  kenyataan  sosial  dengan  sedikit bahkan  dengan  tidak  adanya  distorsi,  isi  media  dipengaruhi  oleh
pengalaman  dan  wawasan  sosial  para  pekerja  media  dan  sikap-sikap mereka,  isi  media  sangat  dipengaruhi  oleh  kebiasaan  wartawan  dalam
menulis berita atau cara kerja organisasi media, isi media dipengaruhi oleh institusi  sosial  yang  lain  dan  kekuatan  di  luar  media,  isi  media  sangat
dipengaruhi oleh ideologi yang dianut oleh media tersebut.”
19
Realitas  pada  media  tidak  serta  merta  melahirkan  berita,  melainkan melalui proses interaksi antara penulis berita wartawan dengan  fakta. Terjadi
proses dialektika antara apa yang dipikirkan dan apa yang dilihat oleh wartawan sehingga  isi  berita  merupakan  realitas  yang  telah  mengalami  proses  konstruksi
kembali.  Pembuatan  berita  pada  dasarnya  merupakan  proses  penyusunan  atau konstruksi  kumpulan  realitas  sehingga  menimbulkan  wacana  yang  bermakna.
Media  massa  sudah  menyelimuti  setiap  aspek  kehidupan  manusia  hingga  saat ini. Dapat  dikatakan,  tak  ada  seorang  pun  yang  dapat  menghindarkan  diri  dari
terpaan berita yang disajikan media massa. Karena sifat dan faktanya, pekerjaan media  massa  yaitu  menceritakan  peristiwa  sehingga  kesibukan  utama  media
massa ialah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disampaikan kepada khalayak.
20
Berita  yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukkan  pendapat  sumber  berita,  tetapi  juga  konstruksi  dari  media  itu
sendiri.  Lewat  berbagai  instrumen  yang  dimilikinya,  media  ikut  membentuk realitas  yang  tersaji  dalam  pemberitaan.  Wacana  yang  bermakna  itulah,  pada
akhirnya mampu menentukan citra yang ditampilkan media atas suatu persitiwa. Apa yang disajikan media pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh  yang
19
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Dasar-Dasar Jurnalistik Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara LPJA
Jakarta : LPJA Press, 2006, h. 115-117.
20
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa Jakarta : Granit, 2004, h. 11
beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese mengidentifikasi ada lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi.
21
1 Level  Individual.  Faktor  ini  berhubungan  dengan  latar  belakang
profesional  dari  pengelola  media.  Level  individu  melihat  bagaimana pengaruh  aspek-aspek  personal  dari  pengelola  media  mempengaruhi
pemberitaan  yang  akan  ditampilkan  kepada  khalayak.  Latar  belakang individu  seperti  jenis  kelamin,  umur,  atau  agama,  sedikit  banyak
mempengaruhi apa yang ditampilkan media.
2 Level  rutinitas  media  media  routine.  Rutinitas  media  berhubungan
dengan  mekanisme  dan  proses  penentuan  berita.  Setiap  media umumnya  mempunyai  ukuran  tersendiri  tentang  apa  yang  disebut
berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. 3
Level  organisasi.  Level  organisasi  berhubungan  dengan  struktur organisasi  yang  secara  hipotetik  mempengaruhi  pemberitaan.
Pengelola  media  dan  wartawan  bukan  orang  tunggal  yang  ada  dalam organisasi  berita,  sebaliknya  ia  hanya  bagian  kecil  dari  organisasi
media  itu  sendiri.  Masing-masing  komponen  dalam  organisasi  media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri.
4 Level ekstramedia. Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di
luar  media  meskipun  berada  di  luar  organisasi  media,  hal-hal  di  luar organisasi  media  ini  dalam  banyak  kasus mempengaruhi  pemberitaan
media. Level ini terdiri dari : a.
Sumber  berita.  Dijelaskan  bahwa  sumber  berita  dalam  hal  ini bukanlah suatu yang netral dan hanya memberikan informasi apa
adanya.  Dia  mempunyai  kepentingan  untuk  mempengaruhi media dengan berbagai alasan, memenangkan opini publik, atau
memberi citra tertentu kepada khalayak.
b. Sumber  penghasilan  seperti  iklan,  pelanggan    pembeli  media.
Sebuah  media  itu  harus  survive  dan  untuk  bertahan  hidup kadangkala  media  harus  berkompromi  dengan  pengiklan.  Pihak
pengiklan  juga  memiliki  strategi  untuk  memaksakan  versinya kepada media.
c. Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Dalam
sebuah  negera  otoriter  misalnya,  pengaruh  pemerintah  menjadi faktor  yang  dominan  dalam  menentukan  berita  apa  yang
disajikan. Keadaan tersebut jelas bertolak belakang dengan media yang  berada  di  bawah  sistem  negara  demokrasi  yang  lebih
menganut paham liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada,  justru  pengaruh  yang  besar  terletak  pada  lingkungan  pasar
dan bisnis.
d. Level  ideologi.  Diartikan  sebagai  kerangka  berpikir  atau
kerangka  referensi  tertentu  yang  dipakai  oleh  individu  untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya.
21
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana Yogyakarta : LKiS, 2001, h. 7-13
2. Ideologi Media