2. Ideologi Media
Sebelum membahas lebih jauh mengenai ideologi media, alangkah lebih baik jika peneliti menjabarkan dahulu beberapa pengertian ideologi.
Pemahaman mengenai ideologi pastilah berbeda menurut para ahli, artinya penggunaan kata ideologi memiliki arti yang berbeda dan tidak ada
keseragaman mengenai pengertian ideologi. Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri atas kata
idea dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Sedangkan
logia berarti pengetahuan atau teori. Ideologi menurut arti kata ialah
pengucapan dari yang terlihat atau pengutaraan apa yang terumus di dalam pikiran sebagai hasil dari pemikiran. Menurut Gramsci, ideologi lebih dari
sekedar sistem ide. James Lull berpendapat, ideologi merupakan ungkapan yang paling tepat untuk mendeskripsikan nilai dan agenda publik dari bangsa,
kelompok agama, kandidat dan pergerakan politik, dll.
22
Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, arti dari ideologi ialah kumpulan konsep bersistem yang
dijadikan asas pendapat kejadian yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup atau cara berpikir seseorang atau suatu golongan.
Raymond William mengklasifikasikan kata ideologi kedalam tiga penggunaan utama :
23
1 Ideologi merupakan sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki
kelompok atau kelas tertentu. 2
Ideologi merupakan sebuah kesadaran palsu.
22
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotika dan Framing
Bandung : Rosdakarya, 2004 h. 64-65.
23
Doni, “Konstruksi Media Cetak Atas Realitas Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P di Harian Kompas dan Republika,” Skripsi S 1 Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008.
3 Ideologi merupakan proses umum produksi makna dan ide. Ideologi di
sini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna.
Penggunaan pertama lebih pada aspek psikologis. Penggunaan kedua, bisa mencakup media ideologis, yakni mencakup sistem-sistem pendidikan, politik,
hukum dan media massa. Aspek penggunaan ketiga, lebih menekankan pada istilah yang digunakan untuk melukiskan produk sosial atas makna.
Gambar 1 Peta Ideologi Pamela J. Shoemaker
Peta ideologi Pamela J. Shoemaker, membagi jurnalistik ke dalam tiga bidang, yakni bidang penyimpangan sphere of deviance, bidang kontroversi
sphere of legitimate controversy, dan bidang konsensus sphere of consensus. Bidang terluar, yakni bidang penyimpangan, di mana dalam wilayah
penyimpangan, suatu peristiwa, gagasan atau perilaku realitas tertentu dikucilkan dan dipandang menyimpang. Berisi nilai yang dipahami bersama
oleh komunitas. Bidang yang paling tengah, yakni bidang kontroversi, di mana dalam wilayah kontroversi, suatu peristiwa, perilaku, atau gagasan realitas
Sphere of
Deviance Sphere
of legitimate controversy
Sphere of consensus
dipandang menyimpang dan buruk. Dalam bidang ini, realitas masih diperdebatkan atau dipandang kontroversi. Sedangkan bidang yang paling luar,
yakni bidang konsensus, di mana dalam wilayah konsensus menunjukkan bagaimana realitas tersebut dipahami dan disepakati secara bersama-sama
sebagai realitas yang sesuai dengan nilai-nilai ideologi kelompok.
24
Teori ini menjelaskan bagaimana sebuah ideologi yang ada dalam sebuah media massa
dapat mempengaruhi bagaimana sebuah peristiwa dibingkai oleh media tersebut. Ideologi sebuah media massa berupa citra ideal yang dikemas oleh media
massa seperti fakta dan dipahami sebagai realitas kongkrit. Ideologi media massa menghasilkan wacana media massa berupa konstruk kultural, termasuk
berita surat kabar. Ideologi media dapat tercermin dari isis media massa berupak produk dari media massa tersebut.
Media massa mempunyai kemampuan untuk memilih dan memilah-milah serta menentukan isu apa saja yang akan ditampilkan dan isu apa saja yang
harus disembunyikan. Selain itu juga menentukan isu apa yang harus ditonjolkan, sehingga isu tersebut dipandang penting oleh khalayak.
Kemampuan media massa yang seperti itulah yang dikenal sebagai kemampuan media massa menjalankan fungsi agenda setting.
Teori agenda setting ialah teori yang membahas mengenai dampak media efek komunikasi massa terhadap masyarakat dan budaya. Teori ini dikemukakan
oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw, dengan publikasi pertamanya “The Agenda Setting Function of The Mass Media”
. Model agenda setting mengasumsikan adanya hubungan yang positif antara penilaian yang diberikan
24
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 127-128.
media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak terhadap suatu persoalan. Agenda setting menonjolkan isu apa yang dianggap penting
oleh media, akan dianggap penting juga oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput dari perhatian masyarakat.
25
Ada tiga proses agenda setting
26
: 1
Media agenda di mana isu didiskusikan dalam media 2
Public agenda ketika isu didiskusikan dan secara pribadi sesuai dengan khalayak
3 Policy agenda pada saat para pembuat kebijakan menyadari
pentingnya isu tersebut Realitas yang dihadirkan media massa, harusnya dilihat oleh khalayak
sebagai realitas tangan kedua second hand reality. Realitas yang diterima khalayak ini bukan realitas yang sesungguhnya, melainkan sesuatu yang
dianggap sebagai realitas semu. Fakta semu inilah yang dianggap sebagai fakta oleh publik, sebab publik tidak mungkin melihat langsung fakta sesungguhnya
selain yang disajikan oleh media massa. “Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang adalah representasi
dari budaya masyarakatnya, maka representasi media massa adalah representasi budaya para redaktur dan desk sebuah media massa
dipengaruhi juga oleh kekuasaan kapitalisme termasuk budayanya, sehingga secara langsung nilai kapitalisme ikut mendominasi nilai-nilai
yang ada dalam pemberitaan media massa.”
27
3. Visi Misi Organisasi Media Massa