Aktivitas dan Karir Politik

dibaca, disamping itu ia pun acapkali berdialog atau diskusi tentang keislaman oleh tokoh-tokoh Islam, seperti KH. Ahmad Dahlan dan bahkan ketika ia belajar di Bandung, ia bertemu dan berkenalan dengan A. Hassan, seorang tokoh pemikir Islam dan pendiri organisasi Persatuan Islam Persis. Dari perkenalan itulah kerapkali terjadi percakapan dan dialog mengenai berbagai masalah, termasuk menyoal tentang Islam.

B. Aktivitas dan Karir Politik

Di THS atau Institut Tekhnologi Bandung ITB, Soekarno adalah seorang dari sebelas mahasiswa yang berasal dari anak bumiputra. Sebagai mahasiswa ia sangat aktif dan rajin belajar. Sekitar tahun 1923-an ia ikut mengubah nama “Jong java” menjadi “Jong Indonesia”, dan pernah pula menjadi anggota organisasi kepanduan di Bandung. 29 Ketika masih di Surabaya, Soekarno telah mendirikan perkumpulan politik yang diberimana Trikoro Darmo, yang berarti tiga tujuan suci dan melambangkan kemerdekaan politik, ekonomi dan sosial. Organisasi ini berlandaskan pada kebangsaan, yang kegiatannya diprioritaskan untuk masalah- masalah sosial. Disamping itu, ia juga aktif di studie club, sebuah kelompok semacam perkumpulan diskusi. Dalam studie club inilah Soekarno untuk pertama kalinya berpidato. Pidatonya itu, berawal dari ketidaksetujuannya terhadap pidato ketua studie clube yang intinya mengatakan bahwa keharusan menguasai bahasa Belanda bagi generasi muda. Mendengar pidato tersebut, Soekarno langsung berdiri dan 29 Yatim, Soekarno, Islamisme dan Nasionalisme, h.12. berpidato, yang menghimbau seluruh pemuda untuk bersatu dan mengembangkan bahasa Melayu. Setelah lulus sebagai seorang sarjana, tentu peluang-peluang di depan sudah menanti. Tetapi atas dasar pertimbangan dari beberapa peluang yang ia dapat, akhirnya ia menceburkan dirinya sebagai guru pada Sekolah Yayasan Ksatrya. Tetapi ia mengajar tidak lama, menurut penuturan ia, gayanya Soekarno mengajar sejarah yang bersifat menghasut menyebabkannya bertentangan dengan seorang Inspektur Belanda dari Departemen Pendidikan yang datang berkunjung, yang akhirnya membawa ia keluar dari pekerjaan itu. Disamping itu, pada tahun 1927 Soekarno bersama Ishaq Tjokrohadisurjo, dr. Tjipto Mangunkusumo, Budiarto dan Sunario mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia, yang selanjutnya pada bulan Mei 1928 dirubah menjadi sebuah partai politik PNI. Akibat aktivitas politik dan pergerakan perjuangannya, maka pada tanggal 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap bersama Mangkupradja, Maskun dan Supriadinata oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian, ia Soekarno diadili sekitar tanggal 22 Desember 1930, dengan keputusan hukuman 4 tahun. Dalam sidang tersebut oleh Soekarno diucapkan pledoi pembelaan, yang kemudian diabadikan sebagai dokumen sejarah yang diberi judul “Indonesia Menggugat”. Soekarno pun dibebaskan setelah Gubernur Jendral De Graeff, berakhir masa jabatannya. Akan tetapi, bulan Juli 1933 Soekarno kembali ditangkap dengan tuduhan melakukan makar atau anti pemerintah Hindia Belanda. Dari hukuman ini ia diasing- kan ke Endeh flores, selain itu ia kemudian dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1937. 30 Pada waktu api pemikiran nasionalisme membara, ditengah-tengah inilah Soekarno bergerak, dari penahanan dirinya ia bertambah semangat dan terus melakukan propaganda, hingga ia pun berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan, Douwes Dakker Setiabudi, Dr. Tjipto Mangkusuma dan Ki. Hadjar Dewantoro Soewardi Soerjaningrat. Selain itu, tokoh lain yang mempengaruhi alam cakrawala pemikiran Soekarno waktu itu ialah Tan Malaka. 31 Melalui pengaruh-pengaruh tokoh tersebutlah pemikiran politik Soekarno mulai tersusun secara teratur. Bacaannya mengenai sejarah sosialisme Eropa dan pengalamannya di Surabaya telah memberi- kan kepadanya pengertian terhadap bahayanya perpecahan suatu bangsa. Oleh karena itu, pemikirannya dipusatkan pada masalah terjaminnya persatuan dan kesatuan. Hal ini dapat dilihat ketika ia mendasarkan konsep bangsa pada teori Renan, yang mengatakan bahwa; “…Bangsa itu menurut pudjngga ini adalah suatu njawa, suatu azas akal, jang terjadi dari dua hal: pertama-tama rakjat itu dulunja harus bersama-sama mendjalani satu riwajat: kedua rakjat itu sekarang harus mempunjai kemauan, keinginan hidup mendjadi satu. Bukanja djenis ras, bukanja bahasa, bukanja 30 Lebih lengkap lihat Yulianto Sigit Wibowo, Marhainisme Ideologi Perjuangan Soekarno, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, h. 28. 31 Tan malaka ialah putra seorang kepala negeri di Minangkabau, belajar di negeri Belanda sejak tahun 1913, ia kembali ke Sumatra tahun 1919, pindah ke Jawa tahun 1921, bergabung dalam PKI yang baru berdiri, kemudian menjadi ketua untuk priode pendek, ditangkap karena peranannya dalam pemogokan pegawai pegadaian tahun 1922 dan akhirnya dibuang. Untuk mengenal atau meng- etahui aksi-aksi Tan Malaka lebih lanjut, baca: Tan Malaka, Aksi Massa, Jakarta: Aliansi Press, 2000 atau Safrizal Rambe, Pemikiran Politik Tan Malaka: Kajian terhadap Perjuangan “sang Kiri Nasionalis”, yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. agama, bukanja persamaan butuh, bukanja pula batas-batas negeri jang mendjadi “Bangsa” itu...” 32 Dari teori Renan tersebut di atas, oleh Soekarno dijadikan sebagai konsep nasionalisme, dalam artian luas. Bukan nasionalisme sempit. Secara subtansial nasionalisme Soekarno berangkat dari suatu bangsa, yaitu rakyat. Pengertian rakyat di sini adalah sekumpulan manusia yang secara histories mempunyai kesamaan riwayat, kemauan dan keinginan untuk menjadi satu, 33 melepaskan dan memerdeka-kan diri dari cengkraman penjajah. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno bersama Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, yang selanjutnya kedua tokoh tersebut dipilih sebagai presiden dan wakil presiden, Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden, yang secara resmi dilantik pada tanggal 16 Desember 1949. Searas perputaran waktu, maka tanggal 17 Agustus 1959, presiden Soekarno menyampaikan pidato tahunan. Pidato itu diberinama Manifesto Politik MANIPOL. Soekarno mengingatkan kepada Lahirnya Pancasila, ia juga berbicara tentang gotong-royong dalam Pancasila. Atas dasar itulah ia memberikan kebijakan pemerintahannya, yang dikenal dengan istilah USDEK, singkatan dari UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Keperibadian Indonesia. MANIPOL-USDEK oleh Soekarno dinyatakan sebagai pelaksanaan Pancasila. 32 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Djakarta: Gunung Agung, 1965, h. 3, lihat juga pada Soekarno, Panca Azimat Revolusi: Nasakom, Pancasila, Manipol Usdek, Trisakti Tavip, Berdikari, Ciputat: Totalitas, 2002, h. 12-13. 33 Wibowo, Marhainisme Ideologi Perjuangan Soekarno, h. 37.

C. Ideologi dan Konsep Dasar Pemikiran Politik Soekarno NASAKOM