Kehormatan Kebajikan Cinta, kemurahan hati, kasih sayang untuk orang lain, simpati, dan rasa Keteguhan Hati Keteguhan hati merupakan suatu sikap pantang menyerah. Seseorang

hubungan etika dasar Kong Fu Tse ada kaitannya dengan kepatuhan anak dan kesetiaan keluarga yang lain. Di Jepang, kesetiaan pada tuan lebih terpusat pada seluruh sistem dan walaupun keluarga penting, lebih mendahului kesetiaan keluarga. Jadi di Jepang kelompok supra keluarga lebih dahulu ditetapkan dan lebih pokok ketimbang keluarga sendiri, dan ini lebih memudahkan perubahan dalam zaman modern pada kesetiaan terhadap negara dan kelompok-kelompok lain yang bukan kerabat Reischauer, 1982:76 Pada masa pemerintah bakufu, pemerintahan militer yang feodal memunculkan makna baru dalam konsep kesetiaan yaitu kesetiaan yang bersifat politik yaitu kesetiaan terhadap tuannya daimyo dan shogun. Reischauer 1982:76 mengatakan bahwa kewajiban utama dalam sistem feodal bakufu di Jepang adalah nilai kesetiaan. Hal ini dapat terjadi karena seluruh sistemnya tergantung pada ikatan kesetiaan pribadi terhadap tuan feodal. Makna kesetiaan menjadi lebih penting pada pengabdian terhadap kelompok atau perorangan dalam dimensi politik. Perkembangan yang demikian terjadi sampai abad ke-19 atau sampai pada zaman Shogun Tokugawa, makna kesetiaan dikembalikan pada posisi semula yang selalu melekat pada kehormatan dan keberadaan para samurai, sehingga nilai kesetiaan memiliki makna yang naturalis, humanis, religius dan politis, serta kesetiaan terhadap kaisar.

2.2.4 Kehormatan

Nitobe dalam Sipahutar 2007:35 mengatakan bahwa seorang samurai yang lahir dan dibesarkan dengan nilai-nilai kewajiban dan keistimewaan profesi Universitas Sumatera Utara mereka, sadar benar bahwa kehormatan adalah kemuliaan pribadi yang mewarnai jiwa mereka. Kehormatan bagi bangsa Jepang diyakini sebagai suatu sensitifitas sejak anak berada dalam kandungan ibunya. Hilangnya kehormatan bagi bangsa Jepang tercermin dari rasa malu yang merupakan hukuman yang paling buruk. Kesadaran akan rasa malu menjadikan orang Jepang menolak terhadap segala sesuatu yang berupa penghinaan. Bunuh diri dengan cara seppuku digunakan untuk memperlihatkan kekuatan dan kemauan untuk mempertahankan kehormatan dan merupakan bunuh diri secara terhormat Sipahutar, 2007:36. Landasan filosofi yang terkandung dalam etika kehormatan ini adalah mencerminkan kebutuhan individu terhadap penghargaan berupa hasil kerja. Dalam bushidouu kehormatan bisa dicapai sejalan dengan bertambahnya usia yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi. Reputasi ini harus dijaga dengan baik, karena reputasi yang dibangun bertahun-tahun mungkin saja bisa hancur dalam satu hari saja.

2.2.5 Kebajikan Cinta, kemurahan hati, kasih sayang untuk orang lain, simpati, dan rasa

kasih sayang diakui menjadi unsur tertinggi dalam kebajikan. Kebajikan merupakan semangat dalam membangun pribadi kaum samurai dan mencegah mereka berbuat sewenang-wenang. Rasa sayang yang dimiliki oleh kaum samurai tidak berbeda halnya dengan rakyat biasa. Tetapi pada seorang samurai, juga harus didukung oleh sebuah kekuatan untuk membela dan melindungi. Universitas Sumatera Utara

2.2.6 Keteguhan Hati Keteguhan hati merupakan suatu sikap pantang menyerah. Seseorang

dapat bangkit dari kekalahan ataupun keterpurukan karena berlandaskan pengalaman yang berulang-ulang. Keadaan demikian juga terlebih dari nilai bushidouu, ini merupakan akibat dari kondisi geografis Jepang. Masyarakat Jepang yang tinggal di daerah bukit serta gunung berapi yang masih aktif, daerah aliran sungai dan gempa yang sering terjadi menyebabkan mereka memiliki sikap keteguhan hati yang tinggi, mereka memiliki kesadaran diri untuk tetap bertahan. Nilai keteguhan hati ini sejalan dengan prinsip dasar bushidouu yaitu : yu. Dimana pada ajaran tentang yu menekankan pada keberanian dan keteguhan hati, dan ajaran yang menekankan pada ajaran kebijaksanaan http:118.98.216.59subdommodulbahanpend_EtosKerja_2008Bagaimana_M ambangun_Etos_Kerja.htm. 2.3 Haihan Chiken dan Lahirnya Perusahaan Jepang 2.3.1 Haihan Chiken

Dokumen yang terkait

Nihon Go No “TE” Ni Kansuru Kanyouku No Imi No Hikaku NO Bunseki

8 69 94

5 CM No Shousetsu Ni Tsuite No Bunseki

0 18 24

Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Kibou) O Arawasu Toshite No –Tai To –Tagaru Toiu Jodoushi No Bunseki

5 98 64

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 1 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 1

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 7 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 15

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki Chapter III IV

0 0 19

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 2

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 5