Latar Belakang Masalah Analisis Nilai Kesetiaan Bushidou Dihubungkan Dengan Karoushi Karoushi Ni Kansuru Bushidou No Chuujitsu No Kachi No Bunseki

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat feodal atau 封建社会 hokenshakai lahir bersamaan dengan lahirnya shoenseido sistem wilayah yaitu wilayah pertanian yang berdiri sendiri terpisah dari pemerintahan Kaisar, wilayah tersebut dikelola oleh kizoku keluarga bangsawan. Keluarga bangsawan disini adalah keturunan Kaisar yang tidak menjadi pewaris istana. Mereka menguasai bagian lahan, dengan mempunyai petani sendiri. Sistem ini berjalan sampai zaman Kamakura tahun 1185 Situmorang, 2006:80. Menurut Martin dalam Situmorang 2006:78 feodalisme adalah penguasaan lahan tanah yang terpecah belah sebagai faktor produksi melalui kekuatan militer, dimana kaum feodal menyediakan keamanan bagi petani sehingga para petani dapat mengerjakan lahannya. Sedangkan pembagian hasil ditentukan oleh tuan feodal sehingga petani tidak bisa hidup menjadi kuat, tetapi harus selalu tergantung pada tuannya. Feodalisme awal yang terjadi di Jepang tersebut berpusat pada kesetiaan pengabdian diri 武士 bushi golongan militer kepada tuannya. Feodalisme di Jepang diawali pada zaman Kamakura 1185 hingga zaman Edo 1600, feodalisme pada zaman Kamakura tersebut berpusat pada kesetiaan dan pengabdian diri bushi kepada tuannya. Untuk memantapkan kekuasaannya, pemerintah Tokugawa pada zaman Edo mengajarkan 士道 shido jalan bushi baru Universitas Sumatera Utara sebagai ideologi baru bagi para bushi di Jepang yang beraliran kesetiaan terhadap keShogunan. Watsuji dalam Situmorang 1995:21 mengatakan bahwa etos pengabdian diri bushi sebelum zaman Edo adalah kesetiaan pengabdian diri kepada tuan yang didasarkan pada ajaran Buddha Zen, sedangkan pemerintah Tokugawa pada zaman Edo berusaha mengubahnya dengan dasar ajaran Konfusionis yang disebut dengan shid ō. Kondisi pada zaman feodal ini dimanfaatkan oleh kaum birokrat untuk mendidik sifat-sifat yang terkandung dalam ajaran bushidou kepada seluruh bushi. Salah satunya adalah sifat kesetiaan, sebab kesetiaan kepada tuannya merupakan hal yang paling penting. Maka dari itu setiap bushi harus menanamkan sifat setia yang tinggi terhadap tuannya di dalam hati mereka masing-masing. Bushi merupakan golongan masyarakat birokrat pada zaman Edo. Sejarah bushi sangat identik dengan sejarah feodalisme di Jepang, karena bushi itu sendiri lahir dari fungsinya sebagai pengawas di daerah pertanian yang pada mulanya mereka adalah petani juga, tetapi mereka dipersenjatai untuk menangkal kekuatan dari para perampok atau para penyerang dari wilayah lain, atau juga untuk menjalankan fungsi keamanan di dalam wilayah tuannya Situmorang, 2006:79. Keberhasilan masyarakat Jepang dalam perekonomian terutama bidang industri sekarang ini juga dikarenakan sifat mereka yang loyal atau setia terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Karena besarnya rasa loyalitas atau kesetiaan yang dimiliki oleh orang Jepang, maka mereka rela bekerja keras dan tidak mau dikalahkan oleh keadaan serta pandai dalam memanfaatkan kesempatan yang ada. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan Jepang dalam industri, antara lain : 1. Strategi yang tepat dalam menghubungkan produksi dengan perdagangan dan adanya kerjasama yang erat antara pemerintah dan pengusaha. 2. Kerajinan kerja orang Jepang yang melampaui jam kerja buruh negara- negara industri lainnya. Selain itu tingkat absensi di Jepang lebih rendah, sumber dari kerajinan kerja tersebut adalah kebanggaan buruh atau pegawai pada perusahaan tempat mereka bekerja. 3. Hasil manajemen perusahaan Jepang. Sebagai akibat dari manajemen, kesetiaan serta kebanggaan buruh pada perusahaannya, maka kaum buruh tidak ragu-ragu memberikan kontribusi kepada perusahaan Suryohadiprojo, 1982:89. Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang menonjolkan kelompok kerjasama yang disebut ba wadah atau tempat, maksudnya jika seseorang telah menjadi anggota suatu kelompok, termasuk di dalamnya kelompok bekerja perusahaan maka orang tersebut akan mendahulukan kepentingan kelompoknya itu. Chie Nakane menyatakan perusahaan bagi orang Jepang ibarat satu keluarga, pimpinan adalah kepala keluarga dan bawahan sebagai anggota keluarga Nakane, 1981:21. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja, dengan mempertimbangkan rata-ratanya secara keseluruhan, buruh yang merasakan bahwa kehidupan ini adalah paling berharga pada saat mereka sedang mencurahkan perhatian kepada pekerjaan mereka dan pada saat mereka memperoleh pengakuan dari orang-orang lain karena pekerjaannya itu berjumlah Universitas Sumatera Utara sampai 37 , mereka beranggapan bahwa kemampuan mereka terungkap dalam pekerjaan mereka, tanpa memandang besarnya perusahaan tempat mereka bekerja dan apakah mereka itu adalah buruh kasar atau pegawai Fukutake, 1988:120. Pada umumnya para pekerja di Jepang mulai bekerja sejak pukul 08:00 pagi dan pulang pada pukul 17:00 sore, namun sebagian pegawai di Jepang lebih senang melanjutkan sisa pekerjaannya zangyo di kantor, kadang-kadang mereka bekerja hingga larut malam dan bahkan tidur di tempat mereka bekerja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya 過労死 karoushi kematian pekerja yang disebabkan oleh stress dan kelelahan akibat kerja yang berlebihan dan karōshi ini membuktikan bahwa frekuensi jam kerja di Jepang masih sangat tinggi dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kematian yang dikategorikan dengan karōshi selalu berhubungan dengan jam kerja yang tinggi, shift kerja dan jadwal kerja yang tidak teratur yang kebanyakan mereka telah bekerja lebih dari 3000 jam per tahunnya sampai akhirnya kelelahan dan meninggal dunia. Tetapi karoushi pun terjadi karena keinginan dari diri sendiri sebagai bentuk loyalitas atau kesetiaan yang sudah mendasar dalam diri orang Jepang sejak dulu, seperti kesetiaan yang dimiliki oleh bushi. Atas dasar hal itulah penulis tertarik untuk membahas nilai kesetiaan yang terdapat dalam karōshi secara khusus melalui skripsi yang berjudul “ANALISIS NILAI KESETIAAN BUSHIDOU DIHUBUNGKAN DENGAN KAROUSHI”.

1.2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Nihon Go No “TE” Ni Kansuru Kanyouku No Imi No Hikaku NO Bunseki

8 69 94

5 CM No Shousetsu Ni Tsuite No Bunseki

0 18 24

Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Kibou) O Arawasu Toshite No –Tai To –Tagaru Toiu Jodoushi No Bunseki

5 98 64

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 1 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 1

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 7 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 15

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki Chapter III IV

0 0 19

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 2

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 5