Analisis Kasus Bushidou junshi Dihubungkan dengan Karoushi

fakultatif dan tidak ada uang lembur bagi karyawan yang bekerja melampaui jam kantor. Kerja lembur yang dilakukan Uchino itu dianggap sebagai bagian dari tanggung jawab pekerjaan yang harus dilakukannya.

3.3 Analisis Kasus Bushidou junshi Dihubungkan dengan Karoushi

Kesetiaan atau loyalitas merupakan sifat yang dimiliki oleh bangsa Jepang yang telah membudaya, kesetiaan menjadi bagian dari sejarah peradaban bangsa Jepang sejak zaman samurai sampai zaman modern. Kesetiaan muncul dari adanya rasa solidaritas yang memunculkan rasa kebersamaan dalam kehidupan sosial. Kesetiaan untuk kepentingan bersama dan tuannya merupakan pemenuhan kewajiban setiap masyarakat untuk mentaati nilai-nilai kemasyarakatan dengan cara mengabdi sepenuhnya kepada tuan dan menunjukkan pengabdian itu dengan cara berprestasi sebaik mungkin. Kesetiaan yang ada di Jepang mendapat pengaruh dari agama Buddha Zen dan aliran Konfusionisme yang menjadi moral pengabdian para bushi. Sejarah moral pengabdian bushi di Jepang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama disebut dengan moral pengabdian bushi periode awal feodalisme di Jepang dan bagian kedua disebut dengan moral pengabdian bushi periode akhir feodalisme. Pada masa feodal ini kewajiban utama dalam sistem feodal di Jepang adalah nilai kesetiaan, karena seluruh sistemnya tergantung pada ikatan kesetiaan pribadi terhadap tuan feodal. Pada periode awal pengabdian diri bushi dipengaruhi oleh ajaran agama Buddha Zen, dimana ciri utama pengabdian pada masa ini adalah moral Universitas Sumatera Utara pengabdian diri secara mutlak kepada tuannya masing-masing, sehingga bushi rela mati demi tuannya sebagai wujud dari pengabdiannya. Pengabdian diri sampai mati untuk tuannya ini diwujudkan pada perilaku junshi, dimana para bushi akan melakukan bunuh diri apabila tuannya meninggal. Di dalam ajaran Buddha Zen, bahwa kematian adalah kegelapan sehingga para bushi berusaha ingin menemani perjalanan tuannya di dalam kegelapan menuju suatu reinkarnasi siklus kehidupan dan, untuk menemani tuannya mereka rela mati. Reinkarnasi yang diajarkan Buddha Zen membuat para bushi untuk abdi tuannya selama tujuh kali dalam siklus hidup dan mati tuannya. Moral pengabdian diri bushi pada periode awal ini disebut dengan bushidouu yang adalah janji untuk mengabdikan jiwa raganya bagi tuan, yang secara mutlak mengutamakan tuannya, dan menjadi anak buah yang dapat diandalkan yang melaksanakan sumpah setia kepada tuan. Dalam konsep perilaku junshi yang dilakukan oleh para bushi, mereka tidak memperdulikan apa pun, benar-salah, untung-rugi, rasional atau tidak rasional atas tindakan junshi yang dilakukan oleh mereka, yang terpenting adalah kehormatan yang didapat para bushi atas pengabdian demi tuannya, lebih baik mati untuk mendapat kehormatan dan mempertahankan harga diri daripada hidup menanggung malu yang akan disebut dengan bushi pengecut. Karena bushi yang dihormati bukan hanya bushi yang hebat dalam bertempur tetapi juga bushi yang setia mengabdikan jiwa raganya untuk tuannya. Di dalam pengabdian bushi periode akhir atau sering disebut shido, ajaran Konfusionisme banyak mempengaruhi moral pengabdian bushi. Pada masa ini Tokugawa mengajarkan pengabdian bertingkat untuk menanamkan penghormatan Universitas Sumatera Utara bawahan terhadap atasan, dimana shogun berada pada posisi paling atas sebagai pusat pengabdian seluruh masyarakat. Bagi para bushi ini berarti shogun menjadi puncak dari pengabdian diri mereka. Pengabdian bushi periode awal merupakan pengabdian diri bushi terhadap tuan daimyo, namun pada masa periode akhir pengabdian diri bushi di ubah oleh shogun menjadi perpanjangan pengabdian diri dari tuannya, sehingga shogun menjadi pusat pengabdian. Pada awalnya junshi dilakukan oleh anak buah untuk mengikuti kematian tuannya daimyo, seperti pada kisah 47 ronin, perilaku junshi anak buah Matsudaira Tadatoshi, perilaku junshi Gensatsu anak buah Ikeda Terumasa, perilaku junshi anak buah Date masamune, perilaku junshi anak buah Hosokawa Tadatoshi dan perilaku junshi Yamamoto Tsunemoto. Kesemua anak buah tersebut melakukan junshi setelah tuannya meninggal. Hal ini sesuai dengan ajaran bushi periode awal dimana mereka berani mengorbankan jiwa raganya untuk tuan dan menemani tuan didalam kematiannya. Namun dalam beberapa kasus junshi yang lain, perilaku junshi ditujukan bukan lagi untuk tuan daimyo, melainkan untuk mengikuti kematian shogun, seperti pada perilaku junshi anak buah Tokugawa Hideyashu, perilaku junshi Hatsuda Masamori dan Abeshige Tsugu, dan perilaku junshi Jenderal Nogi Maresuke. Dalam kasus ini terjadi penyimpangan dari ajaran shido, dimana dalam ajaran shido shogun melarang anak buah untuk melakukan pengabdian yang tidak rasional seperti melakukan junshi. Jika dikaitkan dengan ajaran kesetiaan bushi awal, hal ini merupakan bentuk dari adanya loyalitas anak buah terhadap tuan. Hal yang membedakannya adalah dalam kasus ini yang menjadi tuan adalah shogun Universitas Sumatera Utara sedangkan dalam kasus-kasus sebelumnya yang menjadi tuan adalah daimyo. Namun nilai inti dari kasus-kasus tersebut adalah adanya moral pengabdian diri dari bawahan terhadap atasannya baik daimyo maupun shogun. Dalam kasus perilaku junshi yang dilakukan oleh Jenderal Nogi Maresuke, junshi ditujukan untuk mengikuti kematian seorang kaisar yaitu Kaisar Meiji dimana pada era Meiji sudah tidak ada lagi penggolongan kelas masyarakat bushi seperti pada era Tokugawa. Selain sebagai suatu bentuk sikap setia seorang ksatria kepada atasannya, junshi yang dilakukan Nogi Maresuke ditujukan untuk memperoleh kembali kehormatan, dan juga sebagai bentuk pelecehan terhadap musuh dan menegaskan otoritas Jepang terhadap pengaruh barat. Nilai-nilai kesetiaan bushi yang telah ada banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat sampai zaman sekarang. Kesetiaan terhadap atasan merupakan sikap umum yang ada pada setiap orang Jepang, baik kesetiaan kepada kaisar ataupun kepada perusahaan, yang kini menjadi ciri dalam kepribadian masyarakat Jepang Di dalam perusahaan, pekerja harus memiliki loyalitas terhadap perusahannya, dimana para pemimpin bekerja untuk mempertahankan loyalitas anggota-anggota kelompok dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Loyalitas didalam perusahaan membentuk pola kerja keras yang melampaui jam kerja normal, dimana para pekerja di Jepang rata-rata bekerja selama 2052 jam selama satu tahun. Hal ini menimbulkan kelelahan yang mengakibatkan stres dan mengalami berbagai penyakit yang berujung pada kematian karoushi. Fenomena karoushi terjadi sebagai dampak dari tingginya Universitas Sumatera Utara frekuensi jam kerja di Jepang, namun karoushi juga terbentuk dari adanya rasa loyalitas terhadap perusahaan. Karoushi merupakan corak pengabdian diri bushi yang masih ada sampai zaman sekarang, dimana pada karoushi yang dilakukan oleh para pekerja bawahan terdapat pengabdian terhadap perusahaan atau pun negara yang berujung pada kematian, hal ini sama dengan pengabdian diri bushi yang setia terhadap tuannya sampai mati. Bagi orang Jepang perusahaan adalah sekumpulan dari orang atau merupakan kelompok individu-individu dalam sebuah ruang lingkup kerja sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya sekumpulan dari modal uang untuk membangun perusahaan. Di dalam perusahaan terdapat sistem solidaritas kelompok, dimana perusahaan merupakan kelompok terbesar. Untuk mempertahankan rasa solidaritas dalam kelompok perusahaan, perusahaan Jepang sering mengadakan wisata perusahaan. Dalam hal ini tidak tampak hubungan antara atasan dan bawahan tetapi hanya hubungan antar anggota kelompok dengan yang lain. Sehingga menimbulkan solidaritas dan loyalitas anggota pada perusahaan. Hal ini merupakan cara untuk mempererat hubungan di tempat kerja. Hal ini sesuai dengan awal dari kesetiaan bushi yaitu untuk mendapatkan hadiah dari tuannya untuk menghidupi keluarganya, kemudian karena anak buah tetap bekerja pada tuannya tersebut, maka hubungan keluarga tuan dan keluarga anak buah antar generasi semakin akrab dan menumbuhkan loyalitas bushi terhadap tuannya. Universitas Sumatera Utara Perusahaan sebagai kelompok terbesar, merupakan pemberi on kebaikan dari atasan kepada bawahan kepada pekerja sebagai bawahan dan anggota kelompok yaitu dengan pemberian kesempatan kerja dan berbagai fasilitas atau pun berwisata dan tunjangan lainnya. Perusahaan pun menjamin pekerja dan keluarganya, sehingga pekerja harus mampu memberikan giri kewajiban membalaskan kebajikan kepada perusahaan dengan cara bekerja keras untuk perusahaan, sehingga menimbulkan rasa loyalitas tehadap perusahaannya. Di dalam sistem perekrutan tenaga kerja perusahaan menginginkan pekerja yang baru lulus sekolah atau baru lulus universitas, mereka akan dididik dan dilatih oleh perusahaan secara teknis maupun secara moral. Karir mereka tidak tergantung pada kemampuan personal yang dimiliki, tetapi tergantung sepenuhnya pada perusahaan. Kesempatan kerja diberikan perusahaan adalah sistem kerja seumur hidup, dimana ia akan mengutamakan kepentingan komunitas perusahaan. Bagi keduanya ini membawa rasa aman dan bangga dan loyalitas yang kuat terhadap perusahaan Kesetiaan pada perusahaan ini merupakan jaminan bagi perusahaan akan adanya angkatan kerja yang produktif, yang merasa bangga dan puas dalam pekerjaanya. Baik pekerja kasar maupun pegawai kantoran gembira bekerja lembur, bahkan tidak menggunakan sepenuhnya masa libur yang diberikan. Mereka semua adalah pekerja yang tekun dan bisa dipercaya akan menjaga mutu pekerjaan mereka sendiri. Frekuensi jam kerja yang sangat tinggi merupakan dampak dari rasa loyalitas terhadap perusahaan guna kemajuan perusahaannya, para pekerja bisa Universitas Sumatera Utara bekerja mencapai 16 jam dalam sehari yang terus berlangsung secara berkesinambungan. Pada kasus karoushi sering timbul adanya seseorang bekerja melebihi jam kerja yang telah disepakati melalui kontrak, tetapi ia tidak memperoleh bayaran yang sesuai dengan lembur yang dilakukannya saabisu zangyounpaid overtime. Saabisu zangyo terjadi karena pekerja melaporkan jam lembur yang telah dikerjakannya lebih sedikit daripada yang sebenarnya, dan mereka tidak memperoleh bayaran atas lembur tersebut. Menyebutkan jumlah jam lembur yang sebenarnya seolah-olah dianggap tabu bagi seorang pekerja, karena dengan begitu kredibilitas kerjanya akan dipertanyakan. Karenanya jika ia menyebutkan jam lembur yang sebenarnya maka sebaliknya hal itu membukt ikan bahwa ia tidak memiliki kemampuan seperti pekerja lainnya. Disamping itu, kesadaran berkelomppok dan juga loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan membuat perusahaan bisa menuntut pekerjanya untuk lembur berjam-jam Dalam hubungannya dengan kesetiaan yang ada dalam ajaran bushidou, saabisu zangyo merupakan bentuk pengabdian pekerja kepada perusahaan yang tidak memikirkan untung rugi sehingga pekerja terus mencurahkan hidupnya untuk kemajuan perusahaan. Kasus karoushi yang menimpa PM Keizo Obuchi mengindikasikan bahwa sebelum kematiannya Obuci disibukan berkenaan meletusnya gunung berapi di Hokkaido. Obuchi bekerja 18 jam sehari sehingga mengalami kelelahan, dalam Universitas Sumatera Utara hal ini lembur yang dilakukan Obuchi merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai PM terhadap negaranya atas bencana yang sedang terjadi. Kematian yang terjadi akibat karoushi, tidak semata-mata merupakan hal yang ingin dilakukan oleh pekerja perusahaan maupun pejabat pemerintah, karoushi terjadi akibat loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan dan negara, sehingga tanpa disadari loyalitas yang mereka berikan dalam bentuk frekuensi jam kerja yang tinggi menimbulkan kelelahan, stres hingga mengalami penyakit sampai kepada kematian. Berbeda dengan perilaku junshi yang dilakukan oleh para bushi, bahwa kematian adalah pengabdian diri bushi terhadap tuannya. Universitas Sumatera Utara BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Nihon Go No “TE” Ni Kansuru Kanyouku No Imi No Hikaku NO Bunseki

8 69 94

5 CM No Shousetsu Ni Tsuite No Bunseki

0 18 24

Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Kibou) O Arawasu Toshite No –Tai To –Tagaru Toiu Jodoushi No Bunseki

5 98 64

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 1 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 1

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 7 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 15

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki Chapter III IV

0 0 19

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 2

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 5