sekitar, dan memilih untuk menjalani hidup dengan mengabdikan diri pada ajaran agama. Menurut maknanya, sukke sama dengan melakukan junshi, tetapi yang
melaksanakannya tidak dihukum oleh pemerintah bakufu Situmorang, 1995:25. Pelarangan dari bakufu memutuskan Tsunetomo menjadi pengikut ajaran Buddha
Zen di kaki gunung Kinryu, sebelah barat Nabeshima dan menuliskan konsep bushidouu yang kemudian menjadi ajaran khusus bagi kaum samurai.
9. Kisah junshi Jenderal Nogi Maresuke
Seppuku dalam masyarakat pra modern di Jepang terjadi pada akhir periode Meiji ketika Jenderal Nogi Maresuke dan istrinya melakukan bunuh diri
junshi setelah kematian Kaisar Meiji pada tahun 1912. Bagi Jenderal Nogi, junshi tidak hanya berarti mengikuti kematian seorang penguasa, tetapi juga
merupakan sebuah cara untuk memperoleh kehormatannya kembali, yang hilang setelah kekalahannya dalam Perang Seinan. Dalam kejadian ini, seppuku lebih
dari sekedar kematian terhormat, tetapi juga sebagai sarana untuk menegaskan otoritas Jepang menghadapi pengaruh Barat.
3.2 Kasus Karoushi
Kasus karoushi pertama kali di laporkan terjadi di Jepang pada tahun 1969. Korbannya adalah seorang pria menikah berusia 29 tahun yang meninggal
akibat serangan stroke. Ia bekerja di salah satu perusahaan surat kabar terbesar di Jepang di bagian pengiriman. Kasus karoushi banyak terjadi pada pekerja di
Jepang karena frekuensi jam kerja yang sangat tinggi sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap perusahaannya. Berikut ini contoh-contoh kasus karoushi yang
Universitas Sumatera Utara
pernah terjadi di Jepang baik oleh pekerja perusahaan maupun pejabat pemerintahan :
1. Karoushi Keizo Obuchi
Keizo Obuchi merupakan perdana menteri Jepang, ia tiba-tiba masuk rumah sakit karena serangan stroke hingga akhirnya meninggal dunia, sehingga
masalah karoushi menjadi fokus pembicaraaan dunia. Penyebab kematiannya diakibatkan karena Obuchi terlalu memaksakan diri untuk kerja terlalu keras. Di
laporkan bahwa sebelum terkena serangan stroke, ia mengalami hari-hari yang sangat sibuk berkenaan dengan meletusnya gunung berapi di Hokkaido, Jepang
bagian utara. Kematiannya mengingatkan dunia tentang dampak buruk yang terjadi karena terlalu banyak bekerja, suatu kebiasaan yang seolah-olah telah
mendarah daging pada orang Jepang sebagai etos kerja. Yoshihiro Mori, penerusnya pun diberitakan mewarisi pekerjaannya
selama 18 jam sehari, yang dijadwalkan berdasarkan menit, bukan jam. Tomi Murayama, perdana menteri Jepang pada pertengahan tahun 90-an juga mengakui
bahwa ia tidak pernah dibiarkan sendiri kecuali pada saat di kamar mandi dan hanya tidur 4 atau 5 jam sehari.
2. Karoushi atau karojisatsu Ichiro Oshima
Ada juga fenomena yang berhubungan dengan karoushi yaitu karojisatsu bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang akibat tekanan mental yang disebabkan
oleh pekerjaan yang harus dilakukan yang berlebihan. Kasus ini terjadi pada pegawai Dentsu Corporation, perusahaan iklan raksasa yang menguasai 25
Universitas Sumatera Utara
pangsa pasar di Jepang. Pegawainya Ichiro Oshima 24 tahun, memutuskan untuk bunuh diri dalam kamar mandi setelah menyelesaikan program promosi radio
yang dibebankan kepadanya. Dilaporkan, sejak bergabung dengan perusahaan ini, ia harus menyelesaikan jadwal promosi radio untuk 40 klien dan untuk
menyelesaikannya ia terpaksa pulang jam 2 pagi. Ini terjadi 4 kali dalam sebulan. Setahun berikutnya, frekuensi jam kerja yang dilakukannya terus meningkat.
Seringkali ia masih berada di kantor sampai jam 6 pagi dan hanya tidur antara 0 menit sampai 2 jam saja. Begitu lelahnya, ia juga sampai harus memasang 3 buah
alarm agar bisa terbangun dan mulai bekerja lagi.
3. Karoushi Kenichi Uchino
Kenichi Uchino menduduki jabatan sebagai quality control atau berada di level menengah dalam jajaran menajemen Toyota Motor Corporation. Bekerja
sebagai quality control di Toyota memang cukup berat, setiap setelah jam kantor ada sesi quality control yang bersifat volunter, yang cukup menentukan kecepatan
promosi seseorang sehingga bagi sebagian karyawan sulit untuk dilewatkan. Kenichi Uchino bekerja melebihi waktu normal, hingga akhirnya
meninggal pada jam 4 pagi karena kelelahan bekerja pada Februari 2002 lalu, Ia meninggal di usia 30 tahun. Kenichi Uchino bekerja dengan waktu tambahan 80
jam dalam waktu 6 bulan berturut-turut. Saat meninggal, waktu overwork-nya mencapai 114 jam. Sebagai manajer pengendali mutu, tanggung jawab Uchino
memang tidak kecil. Dia antara lain bertanggungjawab untuk memberikan pelatihan kepada pekerja, menghadiri pertemuan-pertemuan dan menulis laporan
bagian produksi. Namun perusahaan Toyota memperlakukan semua waktu secara
Universitas Sumatera Utara
fakultatif dan tidak ada uang lembur bagi karyawan yang bekerja melampaui jam kantor. Kerja lembur yang dilakukan Uchino itu dianggap sebagai bagian dari
tanggung jawab pekerjaan yang harus dilakukannya.
3.3 Analisis Kasus Bushidou junshi Dihubungkan dengan Karoushi