membela atau mempertahankan prinsip kebenaran dengan keberanian yang ada pada tingkah laku kejahatan.
2.2.2. Kesopanan
Menurut Nitobe dalam Tarigan 2005:25 mengatakan bahwa di Jepang penghayatan musik merdu dan sajak-sajak indah merupakan kurikulum
pendidikan untuk menbangun perasaan dan jiwa lembut, yang kemudian akan menggugah penghayatan terhadap penderitaan orang lain. Kerendahan hati untuk
memahami orang lain adalah akar dari sikap sopan-santun. Kemudian menurut Nitobe dalam Sipahutar 2007:34-35 mengatakan
bahwa sikap sopan-santun merupakan unsur kemanusiaan tertinggi dan hasil terbaik dari hubungan masyarakat. Kesopanan yang tercermin pada masyarakat
Jepang bermula dari tata cara yang bersifat rutinitas. Bagaimana seseorang harus tunduk pada teguran orang lain, bagaimana seseorang harus berjalan, duduk,
mengajar, dan di ajar dengan penuh kepedulian Tata krama menjadi suatu ilmu; umpamanya pada upacara minum teh cha-
noyu. Upacara ini pada hakekatnya mengajarkan orang untuk bersikap sopan, terkendali, sesuai dengan tata-krama sehingga tercipta suatu ketenangan dan rasa
kebersamaan Tarigan, 2005:26.
2.2.3 Kesetiaan
Kesetiaan merupakan sifat yang harus dimiliki oleh seorang samurai. Kesetiaan muncul dari adanya rasa solidaritas yang memunculkan rasa
Universitas Sumatera Utara
kebersamaan dalam kehidupan sosial untuk mempertahankan daerah atau wilayah mereka dari serangan musuh.
Kesetiaan untuk kepentingan bersama dan tuannya merupakan pemenuhan kewajiban samurai untuk mentaati nilai-nilai kemasyarakatan dengan cara
mengabdi sepenuhnya kepada tuan dan menunjukkan pengabdian itu dengan cara berprestasi sebaik mungkin.
Setelah munculnya Konfusionisme dan Buddhisme di Jepang, arti kesetiaan mempunyai makna baru yang telah dipengaruhi oleh dua ajaran tersebut.
Di dalam konsep Buddhisme kesetiaan merupakan moral pengabdian diri yang bersifat mutlak kepada tuannya masing-masing di setiap daerah, dimana setiap
bushi akan mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk tuannya. Sedangkan di dalam Konfusionisme makna kesetiaan menjadi bernuansa moral, nilai moral yang
terkandung didalamnya meliputi nilai moral sosial, yang mendasarkan ajarannya dengan adanya hubungan antara anak dengan orang tua, kakak dengan adik, antar
sesama, terhadap pejabat pemerintahan, dan terhadap kaisar Sipahutar, 2007:38. Situmorang 2006:103 mengatakan bahwa ajaran buddha yang
mengatakan adanya reinkarnasi antara hidup dan mati, sehingga bushi anak buah tersebut bercita-cita ingin tetap hidup sebagai manusia dan menjadi bushi abdi
tuannya lagi turut mempertebal pengabdian bushi anak buah. Pengaruh Konfusionisme terhadap perkembangan makna kesetiaan mulai
tampak ketika kaisar menghendaki agar rakyat dan kaum bushi untuk memiliki sikap kesetiaan yang besar terhadap kaisar.
Kesetiaan pada penguasa penting dalam sistem Kong Fu Tse Cina, tetapi biasanya diatasi oleh kesetiaan pada keluarga. Sesungguhnya tiga dari lima
Universitas Sumatera Utara
hubungan etika dasar Kong Fu Tse ada kaitannya dengan kepatuhan anak dan kesetiaan keluarga yang lain. Di Jepang, kesetiaan pada tuan lebih terpusat pada
seluruh sistem dan walaupun keluarga penting, lebih mendahului kesetiaan keluarga. Jadi di Jepang kelompok supra keluarga lebih dahulu ditetapkan dan
lebih pokok ketimbang keluarga sendiri, dan ini lebih memudahkan perubahan dalam zaman modern pada kesetiaan terhadap negara dan kelompok-kelompok
lain yang bukan kerabat Reischauer, 1982:76 Pada masa pemerintah bakufu, pemerintahan militer yang feodal
memunculkan makna baru dalam konsep kesetiaan yaitu kesetiaan yang bersifat politik yaitu kesetiaan terhadap tuannya daimyo dan shogun.
Reischauer 1982:76 mengatakan bahwa kewajiban utama dalam sistem feodal bakufu di Jepang adalah nilai kesetiaan. Hal ini dapat terjadi karena
seluruh sistemnya tergantung pada ikatan kesetiaan pribadi terhadap tuan feodal. Makna kesetiaan menjadi lebih penting pada pengabdian terhadap
kelompok atau perorangan dalam dimensi politik. Perkembangan yang demikian terjadi sampai abad ke-19 atau sampai pada zaman Shogun Tokugawa, makna
kesetiaan dikembalikan pada posisi semula yang selalu melekat pada kehormatan dan keberadaan para samurai, sehingga nilai kesetiaan memiliki makna yang
naturalis, humanis, religius dan politis, serta kesetiaan terhadap kaisar.
2.2.4 Kehormatan