dirugikan, sampai pada denda antara Rp 1 miliar dan Rp 25 miliar. Pengadilan dapat mengenakan pidana tambahan berupa penjara atau denda tambahan.
93
I. Posisi Dominan dalam UU No. 5 Tahun 1999
Salah satu ketentuan yang penting dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah ketentuan tentang posisi dominan. Posisi dominan dapat dikatakan menjadi sentral
dari hukum persaingan usaha, karena posisi dominan suatu pelaku usaha menjadi tanda awal untuk menilai apakah suatu pelaku usaha dapat melakukan praktik
monopoli danatau praktik persaingan usaha tidak sehat pada suatu pasar yang bersangkutan relevant market. Pelaku usaha mempunyai power secara mandiri
yang dapat bertindak tanpa memperhitungkan pesaing-pesaingnya.
94
Pengertian pasar yang bersangkutan relevant market terdapat dalam Pasal 1 Angka 10 UU No. 5 Tahun 1999 yakni pasar yang berkaitan dengan
jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
Pengertian pasar bersangkutan menekankan pada konteks horizontal yang menjelaskan posisi pelaku usaha beserta pesaingnya. Berdasarkan pasal tersebut,
cakupan pengertian pasar bersangkutan dalam UU No. 5 Tahun 1999 dapat dikategorikan dalam dua perspektif, yaitu pasar berdasarkan geografis dan pasar
berdasarkan produk. Pasar berdasarkan cakupan geografis terkait dengan
93
Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Op.Cit., hlm. 140.
94
M. Udin Silalahi, Op.Cit., hlm. 10.
jangkauan dan atau daerah permasaran. Sementara, pasar berdasarkan produk terkait dengan kesamaan, atau kesejenisan danatau tingkat substitusinya.
95
Pasal 1 butir ke 4 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa
tertentu. Para pelaku usaha yang menguasai pasar besar berpotensi untuk menyalahgunakan posisi dominannya dengan melakukan berbagai perilaku
antipersaingan karena para pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai.
96
Untuk menentukan posisi dominan pelaku usaha di pasar bersangkutan, perlu dibatasi
pasar yang bersangkutan tersebut. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan pasar produk product market dan yang kedua menentukan psar
secara geografis geographic market.
97
Para pelaku usaha tidak dilarang untuk menjadi besar, tetapi dilarang menggunakan posisi dominan yang mereka miliki
untuk secara langsung maupun tidak langsung menghalangi konsumen memperoleh barang danatau jasa yang bersaing, membatasi pasar dan
menghambat pelaku usaha lainnya.
98
95
http:www.ibcc.bizinfo_relevantmarket.html diakses tanggal 21 Juni 2015.
96
Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Op.Cit., hlm. 142.
97
M. Udin Silalahi, Op.Cit., hlm. 12.
98
Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Loc.Cit.
Posisi dominan boleh dikatakan sebagai kunci pokok di dalam hukum persaingan usaha. Berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU No. 5 Tahun 1999
mengenai posisi dominan ini, dapat dinyatakan bahwa pelaku usaha melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. UU No. 5 Tahun 1999
membedakan empat kelompok posisi dominan yaitu : 1.
Posisi dominan yang bersifat umum Terjadi apabila satu pelaku usaha menguasai 50 lima puluh persen atau
lebih, atau dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai 75 tujuh lima persen atau lebih pangsa pasar untuk satu jenis barang atau jasa.
99
Pelaku usaha yang memiliki posisi dominan memiliki potensi untuk melakukan diskriminasi harga price discrimination, perjanjian tertutup tying
agreement, diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu barrier to entry, hambatan vertikal vertical restraint dan jual rugi untuk mematikan pesaingnya
predatory pricing. Pasal 25
UU No. 5 Tahun 1999 tentang posisi dominan ini memiliki korelasi dengan Pasal 19 tentang penguasaan pasar. Ketentuan Pasal 19 mengasumsikan bahwa suatu
pelaku usaha melakukan penguasaan pasar apabila pelaku usaha tersebut mempunyai posisi dominan baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain. Jadi
sebenarnya, posisi dominan telah menggambarkan siapa sebenarnya penguasa pasar dari produk tertentu.
100
99
Ahmad Shofin Nuzril, “Posisi Dominan”,
Indikasi awal dalam mendeteksi adanya penyalahgunaan posisi dominan adalah terdapatnya harga yang cenderung bergerak naik tanpa
fluktuasi sama sekali dan laba di perusahaan yang menguasai pasar sangat tinggi,
http:berbagitentanghukum.blogspot.composisi-dominan.html diakses tanggal 3 April 2015.
100
Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Op.Cit., hlm. 143.
diatas normal.
101
2. Posisi dominan karena jabatan rangkap
Dalam ilmu ekonomi, kekuatan ini dinamakan “kekuatan monopoli” monopoly power kekuatan monopoli dihitung dari berapa jauh selisih
harga jika dibandingkan dengan biaya marjinalnya.
Posisi dominan yang dilarang dalam hal ini adalah apabila pelaku usaha menjalankan jabatan rangkap Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999, yaitu menduduki
jabatan sebagai direksi atau komisaris suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan
lain, apabila perusahaan tersebut : a.
Berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau b.
Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang atau jenis usaha; atau c.
Secara bersamaan dapat menguasai pangsa pasar barang dan jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli danatau
persaingan usaha tidak sehat.
102
3. Posisi dominan karena kepemilikan saham mayoritas
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama. Kepemilikan
saham mayoritas yang dilarang adalah bentuk penguasaan terhadap modal perusahaan yang berakibat pada pemegang saham tersebut dapat memegang
kendali terhadap manajemen, penentu arah, strategi dan kebijakan perusahaan,
101
Ibid.
102
Munir Fuady 2, Op.Cit., hlm. 225.
termasuk pada penentuan komisarisdireksi, penentu hak veto, akses terhadap informasi sensitif private information, pembagian keuntungan dan tindakan
korporasi yang lain corporate actions.
103
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50 lima puluh persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; Kepemilikan saham mayoritas yang
dilarang adalah apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 75 tujuh lima persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
104
4. Posisi dominan karena penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan saham
Ketentuan mengenai posisi dominan ini terdapat dalam Pasal 28 dan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999. Penggabungan merger dapat terjadi secara vertikal
atau horizontal. Penggabungan secara vertikal terjadi antara dua pengusaha atau lebih terhadap suatu barang atau jasa tertentu yang memiliki kaitan atau
hubungan, misalnya pengusaha produsen farmasi melakukan penggabungan dengan pengusaha distributornya.
Penggabungan horizontal terjadi apabila beberapa pengusaha yang masing-masing memproduksi barang sejenis melakukan merger atau
penggabungan usaha sehingga membentuk perusahaan baru. Efek negatif dari penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan saham terhadap suatu persaingan
pasar adalah terciptanya atau bertambahnya konsentrasi pasar yang menyebabkan
103
Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 18.
104
Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit., hlm. 102-103.
harga produk semakin tinggi dan semakin besarnya kekuatan pasar market power yang dapat mengancam keberadaan pelaku usaha kecil.
105
J. Peranan KPPU Sebagai Lembaga Pengawas Terhadap Penegakan