19
BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI
INDONESIA
E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup
1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia
Keberadaan dan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup menjadi salah satu perdebatan yang telah berlangsung sejak lama dan melibatkan berbagai
wilayah yurisdiksi yang berbeda. Perbedaan pendapat mengenai pengertian yuridis perusahaan grup ini disebabkan oleh belum adanya pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup. Bahkan realita bisnis terkini yang ditandai oleh dominasi perusahaan grup dibandingkan dengan bentuk usaha lain ternyata belum
dapat menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup, sebagaimana bentuk-bentuk organisasi perusahaan lain seperti
perseroan terbatas.
23
Pandangan berbeda yang muncul mengenai pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup menggunakan pertimbangan bahwa pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup tidak diperlukan karena pemberian status perusahaan kelompok akan menghilangkan kemandirian yuridis anggota
perusahaan grup. Hal ini bertentangan dengan prinsip perusahaan grup yang beranggotakan badan hukum mandiri untuk membentuk kesatuan ekonomi, tetapi
23
Sulistiowati 1, Op.Cit., Hlm. 19.
bukan kesatuan yuridis. Kesatuan yuridis dicapai melalui merger dua badan hukum.
24
Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal sebagai kerangka pengaturan
terhadap perseroan-perseroan yang tergabung dalam perusahaan grup. Pengaturan mengenai perseroan-perseoran yang tergabung dalam perusahaan grup menjadi
bagian dari hukum perseroan. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai perusahaan grup sehingga sampai saat ini belum ada pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup.
25
Sesuai dengan peruntukan hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perseroan tunggal, hukum perseroan hanya mengatur mengenai keterkaitan
antara induk dan anak-anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup sebagai hubungan khusus di antara badan hukum mandiri. Dengan menggunakan
pendekatan perseroan tunggal, peraturan perundang-undangan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum dan anak
perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan
kemandirian yuridis status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk
perusahaan.
26
Konsepsi perusahaan grup tidak berada dalam ranah hukum. Keberadaan perusahaan grup mengacu pada realitas bisnis tergabungnya perusahaan-
24
Ibid.
25
Ibid.
26
Ibid., hlm. 20.
perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan. Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral, yang mengarahkan kegiatan usaha anggota
perusahaan grup untuk mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi.
27
Dibandingkan dengan hukum perseroan, hukum perusahaan grup menangani gejala khusus tersusunnya perusahaan-perusahaan yang secara yuridis
mandiri dalam suatu susunan yang erat antara satu sama lain. Sebaliknya, dari sudut pandang ekonomi, perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan yang
berada di bawah pimpinan sentral. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan
berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.
28
Hingga saat ini belum ada pengertian yang sama mengenai perusahan grup, baik bentuk jamak secara yuridis maupun kesatuan ekonomi. Konstruksi
perusahaan grup sebagaimana dinyatakan oleh Ludwig Raiser merupakan Sebagaimana penjabaran di atas, hukum perseroan mempertahankan
pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Pengakuan yuridis terhadap badan hukum induk
dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri berimplikasi terhadap aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Oleh karena itu,
perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis merupakan keniscayaan digunakannya hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perusahaan
grup.
27
Ibid.
28
Ibid.
polaritas dari pluralitas di antara anggota perusahaan grup yang berbadan hukum mandiri dengan kesatuan dari keseluruhan perusahaan grup, sedangkan Emmy
Pangaribuan menyatakan sebagai bentuk jamak secara yuridis dengan kesatuan ekonomi.
29
Untuk menjembatani belum adanya definisi yang seragam mengenai terminologi law of groups, Immenga berpendapat bahwa wacana mengenai
perusahaan grup dapat dimulai dari kombinasi perusahaan-perrusahaan yang memiliki kemandirian yuridis yang tergabung dalam satu kelompok. Emmy
Pangaribuan menyatakan bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain
terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.
30
Langkah penggabungan dan atau peleburan merupakan lawan atau kebalikan dari tindakan “holding”. Holding adalah suatu tatanan diantara sejumlah
perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya
merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas berada di satu tangan dan jika perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri,
maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang
acapkali disebut sebagai struktur “holding” atau dalam kepustakaan Belanda 2. Holding Company di Indonesia
29
Ibid., hlm. 22.
30
Ibid.
sering disebut sebagai struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap kali disebut “group”.
31
Konstruksi perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang
sebagai induk dan anak perusahaan. UUPT tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup sebagai badan hukum tersendiri. Sebaliknya UUPT
telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup melalui legitimasi kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum
untuk memiliki saham pada perseroan lain atau mengambilalih saham yang menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi
kepada lahirnya keterakitan induk dan anak perusahaan.
32
A holding company heads a group of company, a companyies which is directly or indirectly under the control of holding company is termed a
subsidiary companyies. Stephen Griffin dalam bukunya yang berjudul Company Law Fundamental
Principles memberikan batasan-batasan mengenai definisi holding company :
33
Sebagaimana penjabaran di atas, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak
perusahaan dalm suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan.
Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau
31
Rudhi Prasetya 2, Op.Cit., hlm.144.
32
Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.23-24.
33
Stephen Griffin, Company Law Fundamental Principles US: Pearson Education Limited, 2000, hlm. 54.
mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi
sebagai holding company. Sementara itu, Ray August menyatakan bahwa holding company adalah
perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-
anak perusahaannya. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Garner, yaitu perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol
perusahaan lainnya, biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham dan mengelola manajerial.
34
Pengertian holding company di atas menunjuk kepada investment holding company karena induk perusahaan hanya menjalankan fungsi mengawasi,
mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya saja. Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa UUPT tidak mengenal kepemilikan
saham atau investasi perusahaan lain sebagai bentuk usaha.
35
Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut:
36
1. Investment Holding Company. Pada investment holding company, induk
perusahaan hanya melakukan penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk
perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan;
34
Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm. 24.
35
Ibid.
36
Ibid., hlm. 25.
2. Operating Holding Company. Pada operating holding company, induk
perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha
yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut. Terkait dengan adanya dua jenis holding company di atas, Pasal 2 UUPT
menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, danatau kesusilaan. Adanya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha pada ketentuan Pasal 2 UUPT menjadi syarat wajib bagi suatu perseroan
sehingga investment holding company tidak dapat dianggap sebagai suatu kegiatan usaha.
37
Berdasarkan penjabaran di atas, induk perusahaan dapat menunjuk anggota perusahaan lainnya untuk bertindak sebagai holding sehingga pada suatu
konstruksi perusahaan terdapat lebih dari satu holding company. Dari sudut Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa memiliki saham di perusahan lain
bukan merupakan kegiatan usaha perseroan yang bersangkutan sehingga tidak diperkenankan untuk dimasukkan sebagai salah satu kegiatan usaha perseroan dan
dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan. Pernyataan ini menegaskan bahwa UUPT tidak mengizinkan adanya investment holding company. Pada praktiknya,
selain menjalankan pengendalian terhadap anak perusahaan, sebagian besar induk perusahaan pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan usaha
sendiri.
37
Ibid., hlm. 26.
pandang induk perusahaan, anggota perusahaan grup yang ditunjuk untuk menjadi holding disebut sebagai subholding company atau holding antara. Sesuai dengan
arahan induk perusahaan, subholding company atau holding antara menjalankan pengendalian dan koordinasi terhadap anak-anak perusahaan. Perusahaan grup
biasanya menggunakan konstruksi ini untuk mengurangi kompleksitas pengendalian anak-anak perusahaan yang terdiversifikasi dan berjumlah banyak
sehingga induk perusahaan mendesentralisasikan sebagian kewenangannya kepada subholding company.
38
F. Aspek Yuridis Perusahaan Grup