83
BAB IV HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN
DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT
UU NO. 5 TAHUN 1999
E. Perkembangan Holding Company dalam Perspektif Hukum Persaingan
Usaha di Indonesia
Eksistensi holding company di Indonesia telah lama ada jauh sebelum berlakunya UU No. 5 Tahun 1999. Selama ini perilaku dari berbagai perusahaan
grup pada umumnya telah menjurus kepada tindakan yang sifatnya melanggar prinsip-prinsip Hukum Persaingan. Hal yang dapat dimaklumi bahwa tindakan
tersebut pada umumnya berada dalam pengertian bahwa sebelum UU No. 5 Tahun 1999 diberlakukan, maka pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh berbagai pelaku usaha di Indonesia adalah karena ketidaktahuan bahwa beberapa tindakan yang dilakukan dapat dianggap bersifat anti persaingan.
Berbagai kegiatan holding company sangat luas dan variatif sifatnya. Holding dapat mengundang resiko dalam konteks Hukum Persaingan bila
dihubungkan dengan tindakannya yang berhubungan dengan perjanjian, harga, produksi, maupun distribusi. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu konglomerasi
usaha dan posisi dominan dalam pasar selalu mendorong terciptanya kekuatan pelaku usaha. Sebaliknya, kemandirian kebutuhan dari hulu ke hilir, kemampuan
mengontrol harga dan penguasaan pasar, apabila dimulai, dan dilakukan secara tepat dapat memperkuat dan membesarkan pelaku usaha yang bersangkutan.
115
115
Suyud Margono, Op.Cit., hlm. 199.
Praktik dunia usaha di negara-negara maju khususnya Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pada periode awal pertumbuhan raksasa-raksasa usaha dan
timbulnya pengaturan-pengaturan antimonopoli, jelas menggambarkan bahwa kondisi kelompok-kelompok usaha grup dan posisi dominan dalam pasar
menumbuhkan pelaku-pelaku usaha untuk menguasai secara curang. Pada periode kekuatan-kekuatan pelaku usaha tersebut mulai mendikte pasar dan dengan
kecurigaan munculnya ketidakwajaran harga, maka pemerintah Amerika Serikat memulai bentuk pengaturan atas perilaku kegiatan usaha.
116
Hal yang perlu dilihat dalam menyoroti masalah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di negara berkembang, khususnya Indonesia, adalah
dengan memperhatikan fenomena kelompok-kelompok usaha besar yang telah ada sebelum Indonesia merdeka, setelah Indonesia merdeka, sampai dengan
diberlakukannya Undang-Undang Antimonopoli tersebut. Penting untuk melihat data dan karakter masing-masing kegiatan kelompok usaha sebagai bahan
perbandingan, baik kelompok usaha nonpribumi yang tumbuh sebelum periode kemerdekaan seperti Oey Tiong Ham Concern, juga kelompok usaha lokal seperti
kelompok usaha Bakrie, maupun kelompok usaha yang berdiri atas usaha pengambilalihan dari kelompok usaha nonpribumi yang telah tumbuh sebelumnya
seperti kelompok usaha Rajawali Nusantara Indonesia.
117
Masing-masing kelompok usaha tersebut tumbuh dan bergerak dengan dpengaruhi oleh kebijakan pemerintah atau penguasa pada masing-masing periode
keberadaannya. Pada dasarnya kebijakan pemerintah atau penguasa memberikan
116
Ibid.
117
Ibid., hlm. 197.
pengaruh kepada iklim usaha yang terbentuk yang akan menjalankan seleksi dan menentukan keberlangsungan suatu kelompok usaha.
Fenomena perekonomian di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa seleksi yang berlangsung hanya berpengaruh pada keberlangsungan suatu
kelompok usaha secara semu, karena seleksi tersebut tidak didasarkan atas kualifikasi kompetensi dan kemampuan bisnis grup tersebut. Kebijakan
pemerintah yang tidak tepat menyebabkan tumbuhnya kelompok usaha yang keropos, mendapatkan berbagai fasilitas, dan mendapatkan kekuatan pasar secara
monopoli yang tidak berlandaskan kekuatan pasar yang sebenarnya dimiliki serta kualitas produk yang menunjang. Hal ini dialami secara berbeda oleh kelompok
usaha asing yang membesar karena penguasaan pasar dalam arti yang sebenarnya di dalam bisnis serta kualitas produk.
118
Fenomena perusahaan grup atau holding company sebenarnya adalah hal yang positif apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan
tidak menghambat proses persaingan usaha. Unsur utama dalam menentukan Seiring dengan beberapa hal di atas, kebijakan pemerintah yang tidak tepat
juga mengakibatkan gagal terbentuknya kelompok usaha yang sejati yang benar- benar dilandasi oleh kompetensi dan kemampuan usahanya. Tidak adanya iklim
usaha yang kondusif tidak memberikan kesempatan bagi pelaku usaha atau kelompok usaha yang jujur untuk tumbuh. Sikap ingin menang sendiri dari pelaku
usaha tidak akan pernah menciptakan produk atau jasa yang berkualitas dan kompetitif bagi konsumen.
118
Ibid., hlm. 198
apakah kegiatan holding company sifatnya menghambat proses persaingan dari sudut pandang hukum persaingan adalah dengan melihat pada unsur tujuan
intent ketika melakukannya. Umumnya perusahaan melakukan holding adalah untuk tujuan efisiensi dan mengurangi biaya produksi dengan alasan pembenaran
efisiensi akan menghasilkan produk yang lebih murah, terjangkau, kualitas terbaik dan dari segi ketersediaan, sehingga tercapai penggunaan sumber daya yang
maksimal. Oleh sebab itu, hasil akhir dan kesejahteraan akan dinikmati oleh konsumen.
119
119
Ningrum Natasya Sirait, Kumpulan Tulisan : Berbagai Aspek Mengenai Hukum Persaingan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 104-105.
Peraturan perundang-undangan persaingan usaha berdampak pada hampir setiap aspek kegiatan grup sehari-hari. Peraturan perundang-undangan
persaingan usaha tidak dapat berdiri sendiri . Peraturan perundang-undangan ini terkait erat dengan kondisi pasar. Jika suatu perusahaan grup terlibat dalam
kegiatan bisnis di mana peraturan perundang-undangan persaingan usaha mungkin relevan, perusahaan tersebut perlu mencari dan mendapatkan saran yang sesuai
dengan peraturan yang khusus disesuaikan dengan kejadian tersebut. Perusahaan dalam rangka persaingan yang efektif di pasar global perlu
untuk mencari informasi tentang kompetitor. Namun, perusahaan hanya dapat melakukannya melalui cara yang sah dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dibidang persaingan usaha. Informasi kompetitor tidak dapat dikumpulkan melalui cara yang melanggar hukum atau tidak benar, seperti
pencurian, dengan cara ilegal, penyuapan, penyajian yang salah atau sejenisnya.
Legalitas dari tindakan holding company hanya dapat diputuskan dengan memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan batasan apakah tindakan
tersebut menciptakan hambatan persaingan atau tidak. Oleh sebab itu holding company harus mampu membuktikan bahwa tindakan atau keputusan yang
diambil dan dijalankan oleh anak perusahaannya semata-mata bertujuan untuk kepentingan efisiensi dan dapat dilakukan secara independen tanpa adanya unsur
tujuan untuk mengurangi persaingan diantara mereka sendiri. Induk perusahaan sebagai holding company juga harus memastikan bahwa
grup perusahaannya mematuhi peraturan perundang-undangan tentang persaingan usaha dari negara dan keadaan ekonomi dimana perusahaan tersebut beroperasi,
serta mematuhi semua pedoman atau dokumen, baik di tingkat pasar regional, daerah atau setempat yang memberi dampak terhadap perluasan atau
pengembangan kebijakan perusahaan grup. Peraturan perundang-undangan mengenai persaingan usaha memegang
peranan penting dalam berjalannya kegiatan perusahaan grup. Kegagalan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan ini akan memberikan dampak yang
buruk bagi masing-masing perusahaan yang tegrabung dalam grup. Selain dampak pidana, pelanggaran juga dapat menurunkan reputasi grup dan konsekuensi
kerugian dari pemegang saham.
F. Hubungan Induk dan Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan