Aspek Yuridis Perusahaan Grup

pandang induk perusahaan, anggota perusahaan grup yang ditunjuk untuk menjadi holding disebut sebagai subholding company atau holding antara. Sesuai dengan arahan induk perusahaan, subholding company atau holding antara menjalankan pengendalian dan koordinasi terhadap anak-anak perusahaan. Perusahaan grup biasanya menggunakan konstruksi ini untuk mengurangi kompleksitas pengendalian anak-anak perusahaan yang terdiversifikasi dan berjumlah banyak sehingga induk perusahaan mendesentralisasikan sebagian kewenangannya kepada subholding company. 38

F. Aspek Yuridis Perusahaan Grup

Keberadaan perusahaan dalam bentuk holding bukanlah suatu hal yang baru dalam perusahaan Indonesia. Hal ini juga mempengaruhi berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia dan ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia. Hal ini ditandai juga dengan makin maraknya perusahaan- perusahaan baik di bidang perdagangan maupun jasa melakukan holding. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai perusahaan grup. Kerangka pengaturan terhadap perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan hanya mengatur keterkaitan antara induk dan anak perusahaan sehingga tidak mengatur mengenai perusahaan grup. 39 38 Ibid. 39 Ibid., hlm. 31. Keberadaan perusahaan grup menimbulkan perdebatan terkait pengetian yuridis mengenai perusahaan grup. Perbedaan pandangan mengenai aspek yuridis perusahaan grup ini ditimbulkan oleh dimasukannya pengendalian induk terhadap anak perusahaan dalam ranah hukum perseroan yang berdampingan dengan prinsip hukum mengenai pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Implikasinya, suatu perseroan dapat dikendalikan oleh perseroan lain, walaupun memiliki status sebagai subjek hukum mandiri. 40 Pada awal perkembangannya, pengendalian suatu perseroan terhadap perseroan lain dianggap melanggar prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis suatu perseroan sebagai suatu subjek hukum mandiri karena suatu perseroan tidak mungkin menjadi badan hukum yang mandiri yang dikendalikan oleh perseroan lain. Perubahan drastis terjadi ketika hukum perseroan memberikan legitimasi terhadap suatu perseroan untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain. Kepemilikan suatu perseroan atas saham perseroan lain melahirkan keterikatan induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan memiliki kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan. 41 Perbuatan hukum dalam mendirikan anak perusahaan, pemisahan usaha, atau pengambilalihan saham berimplikasi pada timbulnya keterkaitan antara induk Hukum perseroan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk perusahaan. 40 Ibid., hlm. 32. 41 Ibid. dan anak perusahaan, baik melalui kepemilikan saham induk pada anak perusahaan, kontrak pengendalian induk terhadap anak perusahaan, maupun kendali dalam penempatan direksikomisaris anak perusahaan. Keterkaitan antara induk dan anak perusahaan ini memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasi anak-anak perusahaan dalam tatanan manajemen sehingga terbentuk kesatuan ekonomi. 42 Pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini bersifat faktual dari realitas bisnis perusahaan grup. Fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini tidak dapat dikualisifikasikan hanya berdasar jumlah kepemilikan induk atas saham anak perusahaan saja. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan mengacu kepada aktualisasi kewenangan induk perusahaan melalui kebijakan atau instruksi untuk mengarahkan kegiatan usaha anak perusahaan dalam mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi. 43 Secara yuridis, fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis badan hukum anak perusahaan. Hal ini menyebabkan dualitas anak perusahaan sebagai badan hukum yang mandiri tunduk di bawah kendali induk perusahaan. Pengakuan yuridis terhadap keterkaitan induk dan anak perusahaan sebagai hubungan khusus di antara badan hukum mandiri menimbulkan kontradiksi antara realitas bisnis perusahaan grup 42 Ibid. 43 Ibid., hlm. 33. sebagai kesatuan ekonomi dan aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Perkembangan dan dominasi perusahaan grup dalam kegiatan bisnis Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peraturan perundang-undangan. UUPT mengizinkan kepada seseorang untuk mendirikan suatu perseroan. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat 1 UUPT menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat 1 UUPT memang tidak ditujukan secara khusus sebagai bentuk perusahaan grup. Namun, perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham. Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak memuat pengertian perusahaan grup ataupun sebab lahirnya anak perusahaan. Berbeda dengan UUPT No. 40 Tahun 2007, Undang-Undang Perseroan Terbatas sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah memuat mengenai kausa lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat pada Memori Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995. Anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena : a. Lebih dari 50 lima puluh persen sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya; b. Lebih dari 50 lima puluh persen suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaanya; dan atau c. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. Berbeda dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 yang memuat sedikitnya lima pasal yang mengatur mengenai relasi antara induk dan anak perusahaan, yaitu diantaranya Pasal 30, “Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan : a. Dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan undang- undang ini. b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi 10 sepuluh persen dari jumlah modal yang ditempatkan. Pasal 33 Ayat 2, “Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalama menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini atau Anggaran Dasar.” Pasal 56 huruf b, “Dalam waktu 5 lima bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan unttuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya: b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut.” Pasal 72 Ayat 3, “Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.” UUPT hanya memuat satu Pasal yang menyebutkan tentang “induk dan anak perusahaan” yang terdapat pada Pasal 84 Ayat 2 huruf b, “Saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung.” Berdasarkan analisis mengenai kerangka pengaturan mengenai keterkaitan antara induk dan anak perusahaan pada UUPT No. 40 Tahun 2007, melalui ketentuan Pasal 84 Ayat 2 huruf b, kedudukan induk dan anak perusahaan sebenarnya diakui. Tetapi tidak ada pengaturan mengenai siapa yang disebut induk perusahaan dan siapa yang menjadi anak perusahannya. Jadi, perusahaan grup sebenarnya tidak dikenal dalam UUPT. Perusahaan grup didirikan oleh orang perorangan atau perseroan terbatas sebagai subjek hukum. Konsep perusahaan grup yang berkembang saat ini, dasarnya adalah kepemilikan saham. Kepemilikan saham lebih dari 50 yang dianggap sebagai induk perusahaan merupakan pemahaman yang dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, dan berkembang hingga saat ini. Kepemilikan saham induk pada anak perusahaan ini tidak menghilangkan status induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Induk perusahaan dan anak perusahaan dianggap satu kesatuan jika dipandang melalui pendekatan ekonomi. Apabila ditinjau secara hukum, maka masing-masing induk dan anak perusahaan tersebut berkedudukan mandiri. Hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri adalah hubungan lewat kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang sahamnya yakni dalam hal kepemilikan saham dalam RUPS.

G. Realitas Bisnis Perusahaan Grup