Perbedaan Frame Kompas.com dan Republika Online dalam kasus

Republika Online pada tanggal 5 Agustus 2013 memilih narasumber seorang Menteri Agama terkait ledakan bom yang terjadi di sebuah sebuah Vihara. Kemudian pada berita kedua Republika Online menunjukan sisi nasionalismenya dengan menonjolkan isu penghinaan yang dilakukan pelaku terhadap Pancasila, sila Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan pada berita ketiga Republika Online menyertakan fakta lain selain peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana. Yakni, isu teror yang sebelumnya dialami oleh pihak kepolisian. Dalam pemberitaanya, Republika Online juga melakukan pemilihan fakta pengamana pihak kepolisian menjelang hari raya Idul Fitri yang dikaitkan dengan peningkatan keamanan pasca ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana. Pada berita terakhir, Republika Online memilih Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama. Menurut Redaktur Pelaksana Republika Online, hal ini merupakan bentuk konstruksi yang dilakukan media. Sesuai dengan ideologi Republika Online, maka dipilih narasumber yang memiliki ideologi Islam pula. Pada awalnya, Kompas.com dan Republika Online memberitakan ledakan bom di Vihara Ekayana dengan sudut pandang yang sama, yaitu permasalahan hukum. Karena aksi ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayan merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dalam agama apapun dan juga melanggar hukum karena aksi teror tersebut merugikan banyak pihak. Namun, pada teks berita berikutnya ada beberapa perbedaan dalam memandang kasus ledakan bom di Vihara Ekayana tersebut. Elemen pertama dalam model framing yang di tawarkan Robert N. Entman adalah problem identification. Kasus ini dimaknai sebagai apa dan bagaimana pandangan media terhadap peristiwa tersebut. Awalnya Kompas.com melihat kasus ini sebagai kasus hukum, yaitu aksi teror melalui ledakan bom di sebuah rumah Ibadah. Hal ini bisa dilihat pada judul berita pada tanggal 5 Agustus 2013 dengan judul “Menteri Agama: Ini Jelas Teror”. Kemudian pemberitaan tersebut berkembang di teks berita kedua, ketiga dan keempat. Pada teks kedua terdapat ketidaksetujuan pihak Hikmahbudhi dalam menanggapi pernyataan Menteri Agama yang memandang kasus ini sebagai bentuk balas dendan terkait konflik Rohingya di Myanmar. Dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan Redaktur Pelaksana Kompas.com diketahui bahwa pihaknya merupakan media nasional yang memiliki ideologi humanisme yang mengajak masyarakat untuk bersimpati kepada pihak-pihak yang dianggap sebagai korban. Hal ini terlihat dari teks berita ketiga dengan judul “Bom di Ekayana Bikin Orang Rohingya Susah”. Pada teks berita tersebut dijelaskan bahwa adanya kekhawatiran imigran Rohingya di Indonesia setelah sebelumnya aksi ledakan bom tersebut dikaitkan dengan konflik Rohingya di Myanmar. Pada teks keempat, realitas yang muncul berkembang menjadi permasalahan pemerintah Indonesia yang kurang berperan aktif dalam upaya penghentian konflik di Myanmar. Hal ini dapat dilihat dalam teks berita yang diberi ju dul “Cegar Terorisme, Pemerintah Harus Aktif Selesaikan Konflik Myanmar”. Sementara Republika Online sebagai media yang bernafaskan Islam dengan komunitas muslim terbesar pada berita pertama memandang peristiwa ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana merupakan kasus hukum. Namun, pada berita tersebuut Republika Online ingin menonjolkan sisi bulan Ramadhan yang tercoreng karena adanya aksi ledakan di sebuah rumah ibadah. Peristiwa ledakan bom yang terjadi di bulan Ramadhan yang menjadi bulan suci dalam agama Islam tersebut dianggap sebagai aksi yang tidak menghormatii bulan suci Ramadhan. Hal ini bisa di lihat dari pemilihan judul “Menag: Pelaku Tak Hormati Ramadhan”. Pada teks berita kedua Republika Online membuat judul berita “KWI: Peledakan Vihara Ekayana Hina Pancasila”. Dari judul berita tersebut dapat dilihat bahwa Republika Online merupakan media bernafaskan Islam yang berlandaskan NKRI. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Redaktur Pelaksana Republika Online dalam wawancara yang telah peneliti lakukan. Pada teks berita ketiga ada penonjolah Isu lain, yaitu aksi teror yang menjadikan polisi sebagai sasaranya. Kemudian berkembang menjadi peningkatan keamanan yang dilakukan pihak kepolisian pada Vihara- vihara dalam upaya mencegah aksi-aksi teror. Pada berita keempat Republika Online kembali melakukan kecaman terhadap aksi ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana dengan pemilihan narasumber yang sesuai dengan ideologi Islam yang dimiliki Republika Online. Hal ini dapat dilihat dalam pemilihan judul “Ikatan Sarjana NU kecam Peledakan di Vihara Ekayana”. Pada elemen kedua causal interpretation, terdapat perbedaan pandangan tentang siapa pelaku dibalik ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana. Kompas.com pada keempat beritanya menganggap bahwa ledakan yang terjadi di Vihara Ekayana merupakan aksi teror yang dilakukan oleh kelompok radikal untuk menunjukan solidaritas terhadap konflik Rohingya di Myanmar. Sedangkan Republika Online menilai aksi teror ini dilakukan untuk melakukan provokasi dan merusak keharmonisan antat umat beragama. Pada elemen Moral Evaluation, Kompas.com menganggap peran aktif pemerintah sangat diperlukan untuk menghentikan konflik di Myanmar. Hal ini untuk mencegah berlanjutnya aksi teror serupa. Sementara Republika Online menonjolkan kecaman yang disampaikan oleh banyak pihak. Pihaknya menganggap bahwa aksi yang dilakukan pelaku dengan meledakan bom di Vihara Ekayana merupakan tindakan yang biadab. Hal tersebut dipaparkan pada berita tanggal 5 Agustus 2013 dengan judul “Menag: Pelaku Bom tak Hormati Ramadhan” “Menteri Agama Menag Suryadharma Ali menilai pelaku bom Vihara Ekayana tidak menghargai bulan Ramadhan, sehingga dikategorikan terkutuk dan biadab.” 32 Selain itu dalam teks berita keempat yang berjudul “Ikatan Sarjana NU Kecam Peledakan di Vihara Ekayana” dipaparkan hal serupa. 32 Tabel IV.1, No.5. “Apapun alasanya berbuat kasar apalagi sampai menghilangkan nyawa sesama makhluk Tuhan adalah biadab dan tidak dibenarkan menurut agama”. 33 Selanjutnya, elemen terakhir Treatment Recommendation. Kompas.com dan Republika Online memberikan solusi yang sama yaitu adanya penegakan hukum dan juga penuntasan kasus ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana. Namun Republika Online menambahkan pula perlu adanya peningkatan pengamanan menjelang hari raya Idul Fitri. Berita-berita yang dimunculkan oleh Kompas.com dan Republika Online tentu tidak luput dari konstruksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Seperti yang telah dipaparkan sebelunya, menurut Berger dan juga Luckman, media melalui tiga proses dalam melakukan konstruksi. Yaitu objektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi. Proses tersebut meliputi konstruksi yang dilakukan oleh wartawan terhadap sesuatu sesuai dengan pandanganya. Dalam hal ini wartawan Kompas.com dan juga Republika Online dalam meliput peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana diberikan otoritas dalam meliput dan juga memilih narasumber. Setelah berita diliput oleh wartawan, selanjutnya terjadi proses eksternalisasi. Diaman realitas yang telah dipahami oleh wartawan dikonstruksi ulang oleh lembaga tempat ia bekerja. Hal tersebut juga terjadi di Kompas.com dan Republika Online. Berita yang telah dibuat oleh wartawan kemudian dikirim melalui e- 33 Tabel IV.1,No.8. mail kepada editor untuk diseleksi dan dikonstruksi ulang melalui proses editing. Hal itu juga disampaikan oleh Redaktur Pelaksana Kompas.com dalam wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti. “Tapi kemudian kami melihat narasumber yang berbicara. Siapa dia dan apakah dia memiliki kepentingan tertentu. Jadi tidak semua sumber kami naikan.” 34 Berdasarkan pemaparan teori dan analisa sebelumnya, diketahui media memiliki peran yang sangat besar dalam masyarakat. Mulai dari mengarahkan perhatian sampai dengan membentuk persepsi. Dalam kasus ledakan bom di Vihara Ekayana, media massa khususnya Kompas.com dan Republika Online melakukan konstruksi berdasarkan ideologi dan sudut pandang mereka. Seperti yang dijelaskan oleh Dennis McQuail, media merupakan alat yang efektif dalam memberikan status dan juga mendefinisikan sesuatu. Contohnya Kompas.com yang memberikan label kaum radikal pada pelaku pengeboman. Kemudian Republika Online dalam menggunakan kata “biadab” dalam menyampaikan beritanya tentu akan memengaruhi para pembaca. Pemilihan judul, narasumber, serta penonjolan isu yang berbeda dari keduanya juga akan membuat perbedaan persepsi dari masing-masing pembacanya. Pembaca Kompas.com akan beranggapan bahwa peristiwa ledakan bom dilakukan oleh kelompok radikal yang ingin melakukan aksi balas dendam. Sementara pembaca Republika Online akan memiliki pandangan yang berbeda, yakni aksi ledakan 34 Wawancara dengan Redaktur Pelaksana Kompas.com, Jakarta, 15 November 2013. dilakukan oleh kelompok orang yang ingin memecah belah kerukunan umat beragama. Walaupun kemudian diketahui bahwa aksi ledakan bom di Vihara Ekayana dilakukan oleh kelompok jaringan Abu Roban yang tertangkap pada malam pergantian tahun 2013. Kelompok jaringan Abu Roban yang telah melakukan pengeboman di rumah ibadah dikategorikan sebagai nonstate-supported group. Hal ini dapat dilihat dari tujuan mereka untuk melakukan aksi pengeboman di berbagai Vihara di Jakarta. mereka memiliki kepentingan khusus untuk melakuakan aksi teror di rumah ibadah, memiliki kemampuan yang terbatas dan tidak dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai untuk mendukung keberlangsungan hidup kelompoknya. Walaupun tergolong kelompok teroris kecil, aksi teror yang mereka lakukan cukup berhasil membuat kepanikan di masyarakat dan pemerintah. Hal ini didukung oleh gencarnya pemberitaan di media massa dalam menyajikan informasi-informasi terkait aksi teror. Dalam buku karangan Adjie S, dijelaskan bahwa efek yang diinginkan oleh teroris salah satunya adalah membuat masyarakat mendukung alasan mereka. Dalam kasus aksi ledakan bom di Vihara Ekayana, pelaku teror meninggalkan pesan khusus melalui kertas yang bertuliskan “Kami Balaskan Jeritan Rohingya”. Kata “Balaskan” pada kalimat tersebut memiliki makna bahwa sebelumnya mereka para pelaku aksi teror yang bermpati terhadap etnis Rohingya merasa pihaknya telah tersakiti. Untuk itu, perlu adanya tindakan pembalasan sebagai wujud solidaritas. Salah satunya dengan menjadikan Vihara sebagai sasaran ledakan bom. Namun, banyak pihak yang menyayangkan tindakan pemerintah dalam menangani aksi terorisme di Indonesia. Hal ini dikarenakan pemerintah melalui densus 88 sering kali melakukan aksi tembak di tempat, seperti yang dilakukan 31 Desember 2013 di Tangerang Selatan. Enam orang terduga teroris tewas tertembak. Tindakan tersebut dianggap berpotensi terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM. Bahkan kepala Bidang Penyelesaian Kasus Lembaga Bantuan Hukum LBH Jakarta menganggap bahwa aksi penembakan di tempat merupakan extra judicial killing atau eksekusi di luar perintah pengadilan. 96 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melewati proses analisa dalam penelitian terkait konstruksi pemberitaan ledakan bom Vihara Ekayana oleh Kompas.com dan Republika Online dengan menggunakan analisis framing Robert N. Entmant maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Kompas.com dan Republika Online memiliki perbedaan dalam memandang peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana. Kompas.com menganggap bahwa peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana dilakukan oleh kelompok radikal yang ingin melakukan aksi solidaritas kepada etnis Rohingya. Sementara Republika Online menilai ledakan bom dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin merusak keharmonisan antar umat beragama. Kompas.com dan Republika Online sama-sama memilih Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai narasumber rujukan semua media. Dalam pemberitaanya, Kompas.com sebagai media massa yang berlandaskan kepada humanisme mengangkat isu Rohingya ke dalam teks beritanya. Sementara Republika Online sebagai media bernafaskan Islam menonjolkan isu ledakan yang terjadi di bulan suci Ramadhan. Kedua media ini memberikan solusi yang sama. Yakni, penegakan hukum dan penangkapan pelaku peledakan bom di Vihara Ekayana. 2. Kompas.com sebagai media nasional dengan ideologi humanisme tentu berbeda dengan Republika Online dalam mengemas berita. Republika Online sebagai media bernafaskan Islam dengan komunitas muslim terbesar di Indonesia memberatkan pemberitaanya kepada isu yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam. Tujuan utamanya dalah membela umat Islam. Sementara Kompas.com membela kemanusiaan. Perbedaan mengonstruksi berita ini dapat dilihat pada pemilihan judul, sudut pandang dan pemilihan narasumber. Republika Online menonjolkan isu bulan suci Ramadhan dalam kasus ini. Sementara Kompas.com lebih memilih mengangkat isu Rohingya. Pada aspek pemilihan narasumber juga terdapat perbedaan. Pada tanggal 5 Agustus keduanya memilih Menteri Agama, namun pada hari berikutnya terjadi konstruksi melalui pemilihan narasumber. Republika Online memilih narasumber yang memiliki ideologi Islam dan nasionalis dalam setiap beritanya. Sementara Kompas.com sebagai media umum memilih pakar terorisme.

B. Saran

1. Akademis Semoga dengan adanya skripsi ini bisa menjadi bahan tambahan referensi di dunia praktisi media massa. Peneliti berharap skripsi ini layak untuk dijadikan acuan pembelajaran dari segi teoritis. 2. Saran yang dapat disampaikan oleh peneliti kepada kedua media massa adalah agar terus memberikan informasi kepada masyarakat dengan mengedepankan fakta dan memberi pencerahan dalam setiap pemberitaanya. 3. Bagaimana pun media massa adalah social control dalam kehidupan masyarakat. Media sangat berpengaruh dalam memberikan kontribusi kepada setiap perubahan di masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya pemilihan kata yang tepat dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Agar berita yang disampaikan bukan hanya informatif tapi juga edukatif. Pada Republika Online misalnya, banyak ditemukan kata “biadab” yang berkonotasi buruk dalam pemberitaannya. Pemilihan kata tersebut dikhawatirkan akan berdampak buruk pada pembaca. 4. Sebagai media online, peneliti berharap kedua media tetap mengutamakan akurasi dan juga fakta yang sebenarnya. Tidak hanya mengutamakan kecepatan dalam mengolah berita sebagai media online. 98 DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Irfan. Media dan integrasi Sosial Jembatan antara Umat Beragama. Jakarta: Center for The Study of Religionn and Culture CSRC Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Ardianto, Elvirano dan Erdiana, Lukiati Komala. Komunikasi massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat, 2005. Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger Tomas Luckman Jakarta: Kencana, 2011. Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Dosi, Eduardus. Media Massa Dalam Jaring Kekuasaan. NTT: Ledalero. 2012. Eriyanto,. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media Yogyakarta:Lkis, 2002. Hamad, Ibnu. Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis. Jakarta: Granit, 2004. Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Yogyakarta: UIN-Maliki Press, 2010. Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006. Mc Quail, Denis. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga, 1987. Nazin, Moh. MetodePenelitian. Bandung: Ghalia Indonesia, 1999. Nurudin. Komunikasi Massa. Yogyakarta: Cespur,2004. Rachmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004. Cetakan ke-21. Saverin, Warner J. dan Tankard, James. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan dalam Media Massa. Jakarta: Pranada Media Group,2007. Seokamto,Soejono. Sosiologi Pengantar. Jakarta: PT Rajawali Pers, 1987. Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2006.