Suryosubroto, Tatalaksana Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, Cet. I, h. 143

Dalam hal evaluasi, pesantren khalafiyah berbeda jauh dengan pesantren sebelumnya salafiyah. Sistem evaluasi ini sudah menggunakan alat evaluasi modern juga, yaitu berupates formatif, sub sumatif, sumatif dan EBTA Evaluasi Belajar TahapAkhir 42 yang sekarang berubah menjadi Ujian Akhir Nasional UAN. Kesimpulannya, ada perbedaan yang menurut penulis sangat diametral di antara pesantren salaf dan khalaf, baik dari sisi kurikulumnya, tujuan, proses belajar mengajar, bahan ajar dan evaluasinya, termasuk juga dari sisi perangkat lainnya yang sudah lebih maju pendidikan khalaf dari pada salaf. Akan tetapi yang paling jelas perbedaan itu dapat dilihat dari sistem dan jenis pendidikan yang diselenggarakan keduanya antara modern dan tradisional.

3. Pesantren Semi Modern

Model pesantren yang terakhir ini disebutkan oleh H Abdullah Sukarta sebagai pesantren konvergensi, yaitu pesantren kombinasi antara model pesantren salaf dan khalaf. Sehingga dalam praksisnya, jenis pendidikan dan kurikulum maupun yang digunakannya bersifat variatif. Dalam masalah kurukulum pendidikannya misalnya, pesantren semi modern ini memiliki tiga bentuk kurikulum yang digunakan, yaitu kurikulum DEPAG untuk madrasah, kurikulum DEPDIKBUD untuk sekolah umum dan kurikulum yang berdasarkan perjenjangan untuk pengajian kitab yang pada umumnya dibuat oleh pesantren yang bersangkutan. 42

B. Suryosubroto, Tatalaksana Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, Cet. I, h. 143

Untuk gambaran jelasnya, penulis akan menguraikan secara lebih sederhana kurikulum pesantren semi modern ini berdasarkan tujuan, bahan pelajaran, dan proses belajar mengajar serta evaluasinya. a. Tujuan Salah satu tujuan dari pesantren kombinasi ini dalam rangkuman Mastuhu, dari beberapa pengamatannya di beberapa pesantren dan wawancaranya dengan pengasuh pesantren kombinasi ini menyebutkan dalam bukunya Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren adalah Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kaula atau abdi masyarakat seperti Rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagimana kepribadian Nabi Muhammad saw mengikuti sunnah nabi, mampu berdiri sendiri,bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya kepribadian yang dituju adalah kepribadian muslim. 43 Dari uraian tujuan di atas dapat dianalisis, bahwa yang dapat membedakan tujuan pesantren kombinasi ini dengan pesantren salaf maupun khalaf murni adalah tujuannya yang lebih koprehensif, yaitu selain lebih menekankan pembinaan moralnilai kepada santri, ia juga diperkaya dengan tujuan lain dalam pendidikan foramal yang diselenggarakannya. Selain itu, dengan memasukkan kurikulum DEPAG dan DEPDIKNAS ke dalam kurikulum pesantren ini, berarti pesantren ini sudah merupakan subsatansi dari pendidikan nasional. b. Bahan pelajaran 43 Zuhairani, et. al., Op Cit, 55 Bahan pelajaran dalam kurikulum mata pelajran yang digunakan dalam pesantren ini disesuaikan dengan jenis pendidikannya. Untuk pendidikan pesantren, kurikulumnya tidak berbeda dengan kurikulum yang digunakan oleh pesantren salafiyah, yaitu berdasarkan kemudahan dan kompleksiatas kitab-kitab atau berdasarkan perjenjangan kitab. Mengenai kitab-kitab yang dipelajari ditetapkan oleh pesantren sendiri. c. Proses Belajar Mengajar Untuk pendidikan nonformalpesantren, pelaksanaan pendidikan semi modern ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pengajian kitab di pesantren salafiyah, yaitu dengan menggunakan sistem sorogan, bandongan, halaqah, lalaran dan hafalan serta musyawarah. 44 Akan tetapi tidak semua pesantren jenis ini menggunakan kelima metode di atas, ada juga yang hanya menggunakan satu atau dua metode saja. Walaupun pada umumnya hampir semua pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab kuning menggunakan salah satu dari lima metode tradisional tersebut. d. Evaluasi Dalam pelaksanaan evaluasinya, pesantren semi modern ini menerapkan sistem evalusi sesuai dengan jenis pendidikannya yaitu formal dan nonformal. Untuk pendidikan formal dapat diketahui hasil evaluasi 44 Ibid, h. 155 belajarnya pada nilai rapor siswa atau ijazah yang diterima siswa pada akhir masa belajar untuk satu jenjang pendidikan. Sedang untuk evaluasi pendidikan pesantren nonformal hampir sama dengan evaluasi yang dilakukan pada pengajian yang diselenggarakan di pesantren salafiyah murni sebagaimana telah dideskripsikan di muka. Dengan demikian dapat dianalisa bahwa pendidikan baik modern atau tradisional sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun dalam asumsi penulis, dalam era global ini pendidikan modern ini lebih relevan dan replesentatif karena memiliki kurikulum komprehensif yang lebih memungkinkan untuk menjawab tantangan zaman globalisasi.

BAB III BIOGRAFI SINGKAT NURCHOLISH MADJID

A. Latar Belakang Pendidikan

Nurcholish Madjid dilahirkan dari kampung kecil di desa Mojo Anyar, Jombang Jawa Timur, pada tanggal 17 Maret 1939. Seperti ayahnya ia disekolahkan di Sekolah Rakyat SR pada pagi hari dan di Madrasah pada sore hari. 45 Nurcholish Madjid, yang biasa dipanggil sabagai “Cak Nur” telah meninggal dunia pada hari senin, 29 Agustus 2005, pukul 14.05 WIB di RS Pondok Indah Jakarta. 46 Nurcholish lahir dari seorang petani, dari jombang, ia adalah Haji Abdul Madjid salah satu murid dari KH. Hasim Asyari. Abdul Madjid, yang memberikan pengetahuan awal pada anaknya Nurcholish. Walaupun pendidikan beliau hanya tamatan Sekolah Rakyat SR, namun demikian pengetahuannya begitu luas. Abdul Madjid menguasai keilmuan dalam hal agama dan pengetahuan umum, dan ia juga sangat mengakar dengan tradisi pesantren. Abdul Madjid sering disapa dengan sapaan Kiayi Haji KH, walaupun secara pribadi beliau tidak pernah menyebut dirinya Kyai atau Ulama. Ia Abdul Madjid mendirikan sekolah Madrasah dan dinamakan dengan Madrasah Al Wathoniyah, bertempat di Mojo Anyar, Jombang. Sekolahnya dibuka pada sore hari karena diperuntukan bagi para siswa yang pagi harinya sekolah di Sekolah Rakyat SR. 45 Greg Berton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 2000 Cet. 1, h. 72 46 Adian Husaini, Nurcholish Madjid Kontroversi Kematian dan Pemikirannya, Jakarta: Khairul Bayan Press, 2005, h. 13