BAB III BIOGRAFI SINGKAT NURCHOLISH MADJID
A. Latar Belakang Pendidikan
Nurcholish Madjid dilahirkan dari kampung kecil di desa Mojo Anyar, Jombang Jawa Timur, pada tanggal 17 Maret 1939. Seperti ayahnya ia disekolahkan
di Sekolah Rakyat SR pada pagi hari dan di Madrasah pada sore hari.
45
Nurcholish Madjid, yang biasa dipanggil sabagai “Cak Nur” telah meninggal dunia pada hari
senin, 29 Agustus 2005, pukul 14.05 WIB di RS Pondok Indah Jakarta.
46
Nurcholish lahir dari seorang petani, dari jombang, ia adalah Haji Abdul Madjid salah satu murid dari KH. Hasim Asyari. Abdul Madjid, yang memberikan
pengetahuan awal pada anaknya Nurcholish. Walaupun pendidikan beliau hanya tamatan Sekolah Rakyat SR, namun demikian pengetahuannya begitu luas. Abdul
Madjid menguasai keilmuan dalam hal agama dan pengetahuan umum, dan ia juga sangat mengakar dengan tradisi pesantren. Abdul Madjid sering disapa dengan sapaan
Kiayi Haji KH, walaupun secara pribadi beliau tidak pernah menyebut dirinya Kyai atau Ulama.
Ia Abdul Madjid mendirikan sekolah Madrasah dan dinamakan dengan Madrasah Al Wathoniyah, bertempat di Mojo Anyar, Jombang. Sekolahnya dibuka
pada sore hari karena diperuntukan bagi para siswa yang pagi harinya sekolah di Sekolah Rakyat SR.
45
Greg Berton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 2000 Cet. 1, h. 72
46
Adian Husaini, Nurcholish Madjid Kontroversi Kematian dan Pemikirannya, Jakarta: Khairul
Bayan Press, 2005, h. 13
Abdul Madjid tetap tinggal di Jombang sehingga dirinya tidak banyak dikenal di Jakarta. Kalaupun beliau dikemudian hari banyak dikenal pada tingkat nasional, itu
karena kepiawaian anaknya Nurcholish sebagai intelektual muda yang cukup terkemuka. Sikap Abdul Madjid yang sangat sederhana, rendah hati namun sangat
besar pengaruh terhadap anaknya.
47
Dalam dunia pendidikan pertamanya Nurcholish sudah memperlihatkan kemampuan akademisnya, ia selalu mendapatkan nilai tertinggi. Hal ini membuat
kagum sang ayah walaupun disisi lain ada rasa malu tidak enak , karena ayahnya sebagai pendiri sekolah tersebut.
48
Di usia remaja kurang lebih pada usia 14 tahun, Cak Nur sapaan akrab Nurcholish Madjid dikirim ayahnya untuk melanjutkan studi dipesantren Darul Ulum
Rejoso Jombang. Namun di pesantren ini ia hanya bertahan 2 tahun, karena ada persoalan yang membuatnya selalu risih. Beliau selalu diejek oleh teman-temannya
yang kebetulan secara umum santri dari kalangan Nahdatul Ulama NU. Sedangkan NU pada saat itu sudah keluar dari partai Masyumi dan mendirikan partai sendiri.
Abdul Madjid berpendirian tetap bertahan di Masyumi, itulah yang menyebabkan Nurcholish dikucilkan dari teman-temannya.
Nurcholish dipindahkan oleh ayahnya ke Pesantren Gontor, di Ponorogo, Jawa Timur. Gontor sebagai Institusi pendidikan yang cukup modern banyak sekali
mempengaruhi diri Nurcholish, terutama budaya keterbukaan, rasionalis, dan moderen. Gontor mnciptakan pendidikan cukup liberal, dimana tradisi belajar klasik
dipadukan dengan gaya modern barat.
47
Greg Berton, Op Cit, h. 73
Pesantren Gontor mengajarkan dua bahasa dunia, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris. Gontor sebagai tempat pendidikan pesantren pada umumnya yang ada
di Jawa, sehingga membuat Gontor begitu populer hingga pada tingkat Nasional. Pendidikan Gontor yang sangat berkualitas menjadi andalan bagi kelanjutan belajar
Nurcholish Madjid. Dengan kecerdasannya sehingga ia begitu mudah untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi.
Nurcholish pada tahun 1961 dengan bermodalkan surat memo dari gurunya, ia pergi ke Jakarta untuk masuk IAIN Syarif Hidayatullah. Ia masuk pada Fakultas
Adab, jurusan Sastra Arab. Pada tahun 1968 menyandang gelar sarjana dengan predikat terbaik.
Setelah lulus dari IAIN, Nurcholish banyak disibukkan dengan tugasnya sebagai ketua HMI dan sebagai intelektual muda yang banyak menggulirkan ide-ide
penyegaran keagamaan ummat Pada tahun 1973 datang dua orang intelektual terkemuka ke Indonesia, dia
adalah Leonard Binder dan Fazlur Rahman. Kedatangan dua intelektual senior ini untuk mencari peserta seminar dan loka karya yang bertempat di University of
Chicago yang didanai Ford Fondation. Sebenarnya kedua orang ini jatuh pilihannya pada HM Rasyidi, namun HM Rasyidi sudah terlalu tua sehingga pilihan berikutnya
jatuh pada Nurcholish Madjid.
49
Untuk mengikuti program peserta seminar dan loka karya itu Nurcholish harus menjadi pegawai negeri sipil PNS terlebih dahulu. Ia dilantik menjadi tenaga
LIPI yang menurut Komarudin Hidayat pilihannya sebagai tenaga LIPI sangat tepat
48
Ibid, h. 74
49
Ibid, h. 84
untuk menunjang intelektualnya. Karena di LIPI dibiasakan ilmiah, empiris, dan rasionalis, serta pergaulannya dengan para ilmuwan yang relatif setia dengan etik
keilmuan. Selesainya program tersebut Nurcholish meminta kepada Leonard Binder agar
ia dapat kembali ke Chicago untuk melanjutkan studi ke pasca sarjana. Sebetulnya minat awal Nurcholish dalam kajian politik di bawah bimbingan Leonard Binder,
namun Fazlur Rahman mengajaknya untuk studi kajian ke Islaman di bawah bimbingannya.
50
Selama di Chicago, Nurcholish semakin jelas arah dan bentuk pemikirannya yang sangat dipengaruhi oleh gagasan Neo Modernisme Fazlur Rahman, ia berusaha
memadukan Tradisi Islam klasik dengan Dunia Modern, atau dengan kata lain menjadi moderen dengan tetap mengapresiasi tradisi. Hal ini bisa kita lihat dari
karya-karya Nurcholish yang selalu bercorak keislaman dan kemoderenan.
51
Nurcholish menyelesaikan kuliahnya di Chicago pada tahun 1984 dengan predikat Cum Laude, dengan judul disertasi ‘Ibn Taymiya on Kalam and Falsafah :
Abdul Madjid Problem of reason and Revelation in Islam’ Ibn Taymiyah Dalam ilmu Kalam dan Filsafat : masalah akal dan wahyu dalam Islam.
52
50
Ibid, h. 85
51
Muhammad Afif, Teologi Islam Tentang Agama-Agama, Studi Kritis Terhadap Pemikiran Nurcholis Majid, Tesis Sarjana Pemikiran Islam, h. 29
52
Ibid., 29
B. Aktivitas dan Kegiatan Intelektualnya