Pesantren Salaf Tradisional Tipologi

mempunyai kurikulum dan menggunakan sistem klasikal. Pesantren ini selanjutnya diistilahkan oleh penulis dengan pesantren semi modern. Dari tiga tipologi pengklasifikasian di atas selanjutnya akan penulis uraikan satu persatu lebih mendetail di bawah ini, baik dari segi model pembelajarannya, kurikulum yang dikembangkan maupun dari sisi kelengkapan sarana dan prasarana pendukungnya.

1. Pesantren Salaf Tradisional

Dari uraian singkat pengertian tipologi pesantren di atas, dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan ini hanya menyelenggakan satu jenis pendidikan, yaitu pendidikan pesantrennonformal. Dalam sejarah perkembangannya, model pembelajaran yang diterapkan biasanya bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan yang menggunakan alat pengajaran tradisional, maka tidak heran kalau model pesantren seperti ini disebut juga dengan pesantren tradisional. Sesuai dengan sistem pendidikan yang diselenggarakannya, yaitu pendidikan yang berinti pada kitab-kitab klasik kuning, maka kurikulum yang digunakan pun didasarkan pada perjenjangan atau tingkat kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. 34 Di bawah ini akan dideskripsikan beberapa kriteria dasar kurikulum pendidikan pesantren salaf dari sisi tujuan, bahan pelajaran, proses beajar mengajar, dan evaluasinya. a. Tujuan 34 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, h. 156 Tujuan pesantren salaf sebenarnya telah tersirat dalam definisi pesantren itu sendiri. Dalam buku Zamakhsyari Dhofier, dijelaskan misalnya salah satu tujuannya adalah tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengerjakan kepentingan kekuasaan, uang, keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan. 35 Dari uraian di atas, secara mendasar dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan pesantren salaf sangatlah sederhana, yaitu mencetak santri-santri anak didik untuk mengetahui dasar-dasar keislaman secara murni, sebagai bekal hidup baik dalam rangka beribadah kepada Allah swt, maupun bersosialisasi dengan masyarakat dalam pengertian yang sangat sederhana. Selain itu, tujuan dari pendidikan pesantren ini juga lebih difokuskan kepada hal-hal yang bersifat ukhrawi dari pada hal-hal yang bersifat keduniaan. b. Bahan Pelajaran Sesuai dengan karakteristiknya, bahan-bahan pelajaran yang dijadikan pedoman atau pegangan terfokus kepada pengajian- pengajian kitab-kitab kuning secara murni, atau kitab-kitab klasik keagamaan karangan para ulama abad pertengahan. Bidang-bidang studi yang diajarkan di antara kitab-kitab klasik tersebut pada umumnya meliputi bidang-bidang studi sebagai berikut: ushuluddin tauhid, tafsir, fiqih, tasawuf, bahasa arab, nahwu, sharaf, balaghah, tajwid, mantiq serta akhlak. 36 Dari sinilah dapat dilihat bedanya antara pesantren salaf dengan pesantren lainnya, yaitu tidak adanya keseragaman antara satu pesantren dengan pesantren lainnya dalam menetapkan bahan-bahan ajarnya. Ini membuktikan 35 Marwan Sarijo, Op Cit, h. 21 36 Mastuhu, Op Cit, h. 142 bahwa pembelajaran dalam pesantren tradisional didasarkan pada kreasi dan inisiatif pendirinya kyai yang bersangkutan. c. Proses Belajar Mengajar Setidaknya ada lima metode pengajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar di pesantren salaf, yaitu: sorogan, bandonganwetonan, halaqah, lalaran, dan musyawarah. 1 Sorogan Istilah sorogan berasal dari bahasa Jawa sorog yang berarti menyodorkan. Sorogan artinya belajar secara individual di mana seorang santri berhadap-hadapan dengan seorang guru, keduanya saling berinteraksi dan saling mengenal. 37 Sistem sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan islam tradisional. Sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplinan pribadi murid. 2 BadonganWetonan Kata badongan berasal dari bahasa Jawa bandong yang artinya pergi berbondong-bondong secara kelompok, sedangkan weton berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian modelini dilakukan pada waktu-waktu tertentu setelah shalat fardhu. Bandongan artinya belajar secara kelompok yang diikuti seluruh santri. Dalam metode ini kyai menterjemahkan kitab kata demi kata atau kalimat demi kalimat dari isi kitab tanpa ada tanya jawab. Santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan 37 Mastuhu, Op Cit, h. 61 memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya serta dengan kode- kode tertentu pula. 3 Halaqah Metode halaqah sebenarnya termasuk ke dalam sistem badongan yang merupakan model pengajian di mana para santri mengitari gurunya untuk mempelajari atau mendiskusikan suatu masalah di bawah bimbingan guru tersebut. Halaqah adalah belajar bersama dengan cara berdiskusi untuk saling mencocokkan pemahaman mengenai arti terjemahan dari isi kitab. Jadi bukan mendikusikan tentang isi kitab dan terjemahan yang diberikan oleh kyai itu benar atau salah. Atau dengan kata lain, mendiskusikan dari segi apanya bukan dari segi mengapanya. 38 4 Lalaranhafalan Lalaran adalah sistem belajar sendiri secara individual dengan jalan menghafal. Biasanya dilakukan di mana saja, di dekat serambi kamar atau di masjid dan sebagainya. Metode belajar ini akan berjalan efektif jika didukung oleh motivasi dari dalam diri santri itu sendiri, serta situasi dan kondisi yang kondusif. 5 Musyawarah Musyawarah adalah metode lain yang diterapkan dalam pesantren salaf murni, yaitu di mana seorang kyai memimpin pembelajaran seperti halnya moderator. Metode ini biasanya dipakai untuk para santri senior yang sudah banyak menguasai bahan-bahan kitab kuning, karena secara praksisnya metode musyawarah ini menuntut mereka untuk banyak menguasai bahan materi yang telah ditentukan kyai untuk dimusyawarahkan. d. Evaluasi Dalam pesantren salaftradisional, evaluasi keberhasilan belajar identik dengan penguasaan santri pada kitab kuning. Yaitu sejauh mana santri mampu memahami isi kitab kuning dan mengajarkannya kepada orang lain. Ukurannya adalah jika audiens pendengar merasa puas dan menurut kyai sidah baik,maka santri tersebut sudah dianggap berhasil dan dinyatakan lulus. Sebagai kelegalisasi kelulusan biasanya dimanifestasikan dengan restu kyai dengan diperbolehkannya sang santri pindah kepada kitab lain yang lebih tinggi tongkatannya. Jadi perbedaan mendasar dari sistem pesantren salaf ini dengan pesantren lainnya dari sisi sistem evaluasinya adalah tetap difokuskan kepada inti pendidikan pesantren itu sendiri yaitu penguasaan kitab kuning, sejauh mana pemahaman santri dalam memahami kompleksitas kitab klasik tersebut. 2. Pesantren KhalafModern Model pesantren ini sebagaimana telah dideskripsikan sedikit di atas adalah lembaga pendidikan dan pengajaran yang bersifat umum. Pendidikan yang tidak lagi berkutat dengan kitab-kitab klasik kuning sebagai inti pendidikannya. 38 Imam Bawani, Op Cit, h. 144 Istilah lain dari pesantren Khalaf ini dikenal dengan boording School Sekolah yang diasramakan, dalam hal ini siswa-siswa yang belajar di madrasah atau sekolah umum ini tinggal di dalam satu asrama tanpa diberikan pengajian. 39 Dalam prakteknya, karena pesantren ini hanya menyelenggrakan pendidikan formal, maka kurikulum yang digunakannya pun disesuaikan dengan jenis dan jenjang pendidikan formal yang diselenggarakannya. Untuk pendidikan madrasah misalnya berafilisiasi pada kurikulum Departemen Agama DEPAG sedang untuk sekolah umum bersinergi pada kurikulum SISDIKNAS, walaupun ada juga pesantren lain yang menggunakan dan memformat kurikulum sendiri, seperti pesantren modern Gontor yang menyelenggrakan KMI Kulliyatul Muaallimin Islamiyah yaitu pendidikan Tsanawiyah, Aliyah dan Institut Pendidikan Darussalam. 40 Adapun tujuan pendidikan pesantren Khalaf ini secara garis besar dapat dirumuskan pada dua kecenderungan, yaitu profan oriented, dan tetapi juga tidak meninggalkan hal-hal yang bersifat ukhrawi sakral. Sedangkan metode yang digunakan dalam proses balajar mengajar di pesantren model ini, baik di madrasah maupuin di sekolah sudah dikolaborasikan dengan metode-metode belajar modern, seperti metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, sosio drama, resitasi, dan sebagainya. 41 39 Djamaluddin dan Abdullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997, Cet. I, h. 104 40 Imam Bawani, Op Cit, h. 245 41 Zuhairani, et. al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1981, h. 82 Dalam hal evaluasi, pesantren khalafiyah berbeda jauh dengan pesantren sebelumnya salafiyah. Sistem evaluasi ini sudah menggunakan alat evaluasi modern juga, yaitu berupates formatif, sub sumatif, sumatif dan EBTA Evaluasi Belajar TahapAkhir 42 yang sekarang berubah menjadi Ujian Akhir Nasional UAN. Kesimpulannya, ada perbedaan yang menurut penulis sangat diametral di antara pesantren salaf dan khalaf, baik dari sisi kurikulumnya, tujuan, proses belajar mengajar, bahan ajar dan evaluasinya, termasuk juga dari sisi perangkat lainnya yang sudah lebih maju pendidikan khalaf dari pada salaf. Akan tetapi yang paling jelas perbedaan itu dapat dilihat dari sistem dan jenis pendidikan yang diselenggarakan keduanya antara modern dan tradisional.

3. Pesantren Semi Modern