Obat-obat Antiinflamasi Asam Asetil Salisilat Karagenan

11 Peradangan akut adalah tanggapan awal dari tubuh mengambil faktor risiko seperti infeksi atau trauma dan lain-lain, ini adalah garis tidak spesifik dan pertahanan pertama tubuh terhadap bahaya. Fitur utama dari peradangan akut termasuk : a akumulasi cairan dan plasma di lokasi yang terkena dampak b aktivasi intravaskular datar atau memungkinkan c polymorph-nuklir neutrofil sebagai sel inflamasi Sen et al., 2010. Ketika faktor-faktor risiko memperpanjang dan tidak dihapus, akan terjadi peradangan akut dan kemudian akan berubah menjadi peradangan kronis. Hal ini terjadi untuk durasi yang lebih lama dan terkait dengan adanya makrofagen, limfosit, sel darah proliferasi, fibrosis dan nekrosis jaringan. Para makrofagen menghasilkan sejumlah macam produk biologis aktif yang menyebabkan kerusakan jaringan dan karakteristik fibrosis peradangan kronis Sen et al., 2010.

2.4.4 Obat-obat Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi terbagi ke dalam golongan : a Antiinflamasi Steroid Obat ini bekerja dengan cara menghambat fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakidonat dari membran lipid. Termasuk golongan obat ini adalah: prednison, hidrokortison, deksametason, dan betametason Katzung, 2006. b Antiinflamasi Non Steroid Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. Termasuk golongan obat ini adalah : aspirin, ibuprofen, indometasin, diklofenak, fenilbutazon, dan pirosikam Katzung, 2006. 12

2.4.5 Asam Asetil Salisilat

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan aspirin atau asetosal adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas Gunawan, 2009. Gambar 2.2 Struktur Kimia Asam Asetil Salisilat Gunawan, 2009 Asam asetil salisilat bekerja menghambat enzim siklooksigenase secara irreversibel prostagladin sintetase, yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida. Pada dosis yang tepat obat ini akan menurunkan pembentukan prostagladin maupun tronboksan A 2 , tetapi tidak leukotrien Gunawan, 2009. Efek samping dari asam asetil salisilat adalah terjadinya gangguan pada lambung gastritis, pendarahan saluran cerna, muntah, tinusitus, penurunan pendengaran, vertigo, meningkatkan kadar asam urat serum dan hepatitis ringan Gunawan, 2009.

2.4.6 Metode Uji Antiinflamasi

1. UV-Eritema pada Hewan Babi

Level prostaglandin E PGE pada kulit babi telah menunjukkan adanya peningkatan selama 24 jam setelah terpapar radiasi UV 280-320 nm. Perkembangan dari peningkatan level PGE sejalan dengan perkembangan fase perlambatan terjadinya eritema. Perlambatan terjadinya UV-eritema pada hewan percobaan babi albino ini akibat diberikannya pretreatment 13 dengan fenilbutazon dan obat-obat NSAID lainnya. Eritema adalah tanda awal terjadinya inflamasi yang nantinya akan muncul tanda lainnya yakni eksudasi plasma dan terjadinya edema Patel, et al., 2012. Metode ini berdasarkan pengamatan secara visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bulunya. Hewan percobaan dihilangkan bulu menggunakan suspensi barium sulfat. Dua puluh menit kemudian dibersihkan menggunakan air panas. Hari berikutnya senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya diberikan 30 menit sebelum pemaparan UV. Setengah dosisnya lagi diberikan setelah 2 menit berjalan pemaparan UV. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV berjarak 20 cm di atas hewan. Eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan Vogel, 2002.

2. Permeabilitas Vaskular

Selama terjadinya inflamasi, permeabilitas vaskular meningkat sehingga memungkinkan komponen-komponen plasma seperti antibodi dan komponen lain menyebabkan luka atau infeksi jaringan. Uji digunakan untuk mengevaluasi aktivitas penghambatan obat terhadap peningkatan permeabilitas vaskular dengan induksi radang. Mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, dan leukotrin dilepaskan selama stimulasi terhadap sel mast. Hal ini digunakan untuk mendilatasi arteriola dan venula dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Sebagai konsekuensinya, cairan dan protein plasma dikeluarkan dan ternetuklah edema. Peningkatan permeabilitas dapat dikenali dengan infiltrasi dari injeksi pada kulit hewan percobaan dengan vital dye Evan’s blue Patel, et al., 2012. 14

3. Induksi Oxazolon pada Telinga Mencit

Metode ini adalah model penurunan kontak hipersensitivitas yang memungkinkan adanya evaluasi secara kuantitatif dari aktivitas antiinflamasi sistemik dan topikal dari pemberian senyawa-senyawa secara topikal. Oxazolon meningkatkan level Th 2 sitokin dan menurunkan level Th 1 sitokin pada kulit yang mengalami luka. Th 2 sitokin, terutama IL-4, berperan penting pada perkembangan dermatitis pada metode ini Patel, et al., 2012. Pada percobaan ini tikus telinga tikus diinduksi 0,01 ml 2 larutan oxazolon ke dalam telinga kanan. Inflamasi terjadi dalam24 jam. Kemudian hewan dikorbankan dengan anastesi lalu dibuat preparat dengan 8 mm dan perbedaan berat preparat menjadi indikator inflamasi udem Vogel, 2002.

4. Edema Minyak Croton pada Tikus dan Mencit

Minyak croton mengandung 12-o-tetracanoilphorbol-13- asetat TPA dan ester probol yang lain sebagai agen iritasi utama. TPA mampu mengaktivasi protein kinase C PKC, yang mampu mengaktivasi enzim lain seprti mitogen activated protein kinases MPAK dan phospholipase A2 PLA2 yang menstimulasi pelepasan platelet activation factor PAF dan AA. Hal ini menstimulasi permeabilitas vaskular, vasodilatasi, polymorphonuclear leukocytes migration, pengeluaran histamin dan serotonin dan sintesis moderat dari inflammatory eicosanoids oleh enzim siklooksigenase COX dan 5-lipooksigenase 5-LOX. Inhibitor COX dan 5-LOX, antagonis leukotrin B4 LTB4 dan kortikosteroid menunjukkan efek antiinflamasi secara topikal dengan metode ini Patel, et al., 2012. 15

5. Induksi Radang Pada Tikus

Kemampuan obat-obat antiinflamasi untuk menghambat radang pada telapak kaki tikus setelah diinjeksikan agen penginduksi radang. Beberapa senyawa penginduksi radang iritan telah digunkan, misalnya brewer’s yeast, formaldehid, dextran, egg albumin, kaolin, aerosil, sulfated polysaccharides like carrageenan atau naphthoylheparamine. Volume telapak kaki tikus diukur sebelum dan sesudah diinjeksikannya senyawa penginduksi radang dan tikus yang diberi perlakuan dibandingkan hasilnya dengan tikus yang tidak diberi perlakuan kontrol dengan menggunakan pletismograf. Induksi radang dengan karagenan berhubungan dengan 3 fase, yakni pada fase pertama terjadi degranulasi oleh sel mast sehingga terjadilah pelepasan histamin dan serotonin 1 jam, fase kedua 60-150 menit dikarakterisasi oleh pelepasan bradikinin dan nyeri serta produksi eikosanoid pada fase terakhir 3-4 jam Patel, et al., 2012.

6. Uji Pleura

Dapat digunakan beberapa iritan, seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, degranulator sel mast, dextran, enzim, antigen, mikroba, dan iritan non spesifik seperti turpentin dan karagenan. Induksi karagenan pada tes pleura ini merupakan metode yang paling baik untuk pengukuran inflamasi akut dimana metode ini mampu dengan mudah untuk mengukur fluid extravasation, migrasi leukosit, dan beberapa parameter biokimia yang termasuk dalam respon inflamasi Patel, et al., 2012. Prosedur untuk pengujian ini adalah pleura tikus mula-mula diinduksi dengan injeksi intrapleural 0,1 mL karagenan 1. Setelah 4 jam, hewan tersebut dibunuh dengan pemberian eter kemudian toraks dibuka dan pleural cavity dicuci dengna 1,0 mL steril PBS, yang mengandung heparin 20 IU per mL. Sampel dari 16 pleura tersebut diambil dan dideterminasi exudasi, myeloperoksidase, aktivitas adenosin deaminase, dan level nitrat oksida sebagaimana pada determinasi dari total perhitungan leukosit. Hitung leukosit total dilakukan dengan Neubauer chamber Patel, et al., 2012.

7. Teknik Pembentukan Kantong Granuloma

Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan senyawa iritan secara subkutan pada hewan percobaan. Granulasi jaringan mulai membelah dan akan terus membelah sampai menutupi bagian dalam kantong granuloma. Jaringan ini terdiri dari fibroblas, sel-sel endotel, dan infiltrasi makrofag dan leukosit polimorfonuklear. Pada GPA, jaringan yang terus tumbuh ini dapat mengarah menjadi senyawa karsinogenik dan mutagenik. Salah satu keuntungan dari teknik ini adalah kemungkinan untuk membawa senyawa uji untuk kontak langsung dengan sel target dengan menginjeksikannya pada kantong granuloma. Senyawa dapat diberikan per oral atu injeksi parenteral Patel, et al., 2012. Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pellet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbul granuloma Vogel, 2002.

2.4.7 Karagenan

Karagenan adalah polimer linear yang tersusun dari sekitar 25.000 turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi ekstraksi. Karagenan dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lambdakaragenin. Karagenan lambda λ karagenin adalah karagenan yang diisolasi dari ganggang Gigartina 17 pistillataatau atau Chondrus crispus, yang dapat larut dalam air dingin Annis Hidayati, 2008. Sedangkan karagenan kappa dan iota larut dalam air pada suhu 80 C Rowe, et al., 2006. Karagenan sebagai suatu turunan polisakarida akan dikenali tubuh sebagai suatu substansi asing sehingga mampu menginduksi terjadinya edema melalui berbagai mekanisme. Karagenan akan merangsang fosfolipida membran sel mast yang terdapat di jaringan ikat di sekitar telapak kaki tikus untuk mengeluarkan asam arakidonat dengan bantuan enzim fosfolipase A 2 sehingga menghasilkan berbagai macam produk mediator inflamasi dengan bantuan Radical Oxygen Spesies Nuswantoro, 2011. Setelah pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi Hidayati, 2008. Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi karagenan merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang sederhana, mudah dilakukan dan sering dipakai. Selain itu, pembentukan radang oleh karagenan tidak menyebabkan kerusakan jaringan Fitriyani, 2011. Karagenan digunakan sebagai penginduksi inflamasi karena ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi Vogel, 2002.

2.4.8 Natrium Karboksimetil Selulosa Na CMC