12
2.4.5 Asam Asetil Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan aspirin atau asetosal adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas Gunawan, 2009.
Gambar 2.2 Struktur Kimia Asam Asetil Salisilat
Gunawan, 2009
Asam asetil salisilat bekerja menghambat enzim siklooksigenase secara irreversibel prostagladin sintetase, yang mengkatalisis
perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida. Pada dosis yang tepat obat ini akan menurunkan pembentukan prostagladin
maupun tronboksan A
2
, tetapi tidak leukotrien Gunawan, 2009. Efek samping dari asam asetil salisilat adalah terjadinya
gangguan pada lambung gastritis, pendarahan saluran cerna, muntah, tinusitus, penurunan pendengaran, vertigo, meningkatkan kadar asam
urat serum dan hepatitis ringan Gunawan, 2009.
2.4.6 Metode Uji Antiinflamasi
1. UV-Eritema pada Hewan Babi
Level prostaglandin E PGE pada kulit babi telah menunjukkan adanya peningkatan selama 24 jam setelah terpapar
radiasi UV 280-320 nm. Perkembangan dari peningkatan level PGE sejalan dengan perkembangan fase perlambatan terjadinya
eritema. Perlambatan terjadinya UV-eritema pada hewan percobaan babi albino ini akibat diberikannya pretreatment
13
dengan fenilbutazon dan obat-obat NSAID lainnya. Eritema adalah tanda awal terjadinya inflamasi yang nantinya akan muncul
tanda lainnya yakni eksudasi plasma dan terjadinya edema Patel, et al., 2012.
Metode ini berdasarkan pengamatan secara visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bulunya. Hewan
percobaan dihilangkan bulu menggunakan suspensi barium sulfat. Dua puluh menit kemudian dibersihkan menggunakan air panas.
Hari berikutnya senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya diberikan 30 menit sebelum pemaparan UV. Setengah dosisnya
lagi diberikan setelah 2 menit berjalan pemaparan UV. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV berjarak 20 cm di atas hewan.
Eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan Vogel, 2002.
2. Permeabilitas Vaskular
Selama terjadinya
inflamasi, permeabilitas
vaskular meningkat sehingga memungkinkan komponen-komponen plasma
seperti antibodi dan komponen lain menyebabkan luka atau infeksi jaringan.
Uji digunakan
untuk mengevaluasi
aktivitas penghambatan obat terhadap peningkatan permeabilitas vaskular
dengan induksi radang. Mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, dan leukotrin dilepaskan selama stimulasi
terhadap sel mast. Hal ini digunakan untuk mendilatasi arteriola dan venula dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Sebagai
konsekuensinya, cairan dan protein plasma dikeluarkan dan ternetuklah edema. Peningkatan permeabilitas dapat dikenali
dengan infiltrasi dari injeksi pada kulit hewan percobaan dengan vital dye Evan’s blue Patel, et al., 2012.
14
3. Induksi Oxazolon pada Telinga Mencit