5
siklik diklorinasi bis-bibenzyls, dimana tidak ada diterpenoids dan dimer herbertane yang telah terdeteksi.
Menurut Asakawa 2004, data ini menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga ras geografis M. diclados di Asia, tipe bis-bibenzyl
di Jepang, jenis mastigophorene di borneo Malaysia Timur, dan jenis pimarane serta turunan pimarane trachylobane diterpenoid di Taiwan
dan Malaysia Barat .
2.1.3 Aktivitas Biologis
M. diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HL-60 dan KB, antioksidan, dan aktivitas antimikrobial terhadap Bacillus
subtilis Komala, 2010 ; Komala, et al., 2010
2.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan mineral. Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari
tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni Depkes RI, 2000.
2.3 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan. Depkes RI, 2000.
6
Faktor-faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah : 1. Faktor biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal tumbuhan obat, dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi
tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan Depkes RI, 2000.
2. Faktor kimia Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal tumbuhan obat,
dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu : a.
Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.
b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat
ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan Depkes RI, 2000.
2.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
pelarut cair Depkes RI, 2000. Kelarutan dan stabilitas senyawa pada simplisia terhadap
pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman dipengaruhi oleh struktur kimia yang berbeda-beda Depkes RI, 2000.
Simplisia yang lunak seperti rimpang, akar dan daun mudah diserap oleh pelarut, sehingga pada proses ekstraksi tidak perlu
diserbuk sampai halus. Sedangkan simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu, dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu
diserbuk sampai halus. Selain sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia, senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia seperti
protein, karbohidrat, lemak dan gula juga harus diperhatikan Depkes RI, 2000.
7
2.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut
Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya:
a. Cara Dingin 1. Maserasi
Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan kamar. Secara teknologi
termasuk ekstraksi
dengan prinsip
metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik
berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang
tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan Depkes RI, 2000.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna exhaustive extraction yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak, terus menerus sampai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya
1-5 kali bahan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak Depkes RI,2000.
8
b. Cara Panas 1. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna Depkes RI, 2000.
2. Soxhletasi
Soxhletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik Depkes RI, 2000.
3. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik dengan pengadukan kontinyu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur
ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50
o
C Depkes RI, 2000.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96
o
C-98
o
C selama waktu tertentu 15-20 menit. Infus pada umumnya digunakan
untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan
zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak
boleh disimpan lebih dari 24 jam Depkes RI, 2000.
9
5. Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama lebih dari 30 menit dan temperatur sampai titik didih air Depkes RI,
2000.
2.4 Inflamasi