Pengertian Anak Yatim Piatu
tanggung jawab dan cinta kasih, untuk memberikan pertolongan atas ketidakmampuan seseorang dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, baik
yang berhubungan dengan harta maupun dengan dirinya
10
. Dalam terminologi fikih, wali didefinisikan sebagai orang yang memiliki
otoritas syar’i untuk mengelola dan mendistribusikan harta orang lain, tanpa
membutuhkan legalitas dari siapapun, termasuk pemerintah. Dalam konteks pembahasan anak yatim, wali yatim, menurut madzhab
syafi’I, secara berurut setelah ayah tiada mulai kakek dari ayah, lalu penerima wasiat dari orang
terakhir yang meninggal dari salah satu ayah dan kakek. Bila semua wali di atas tidak ada, maka status wilayah kewalian pindah pada qadli pemerintah
11
. Wali memiliki hak-hak sebagai berikut:
1. Hak hajr. Merupakan hak penuh yang dimiliki oleh seorang wali yatim.
Secara etimologi, hajr berarti mencegah dan mempersempit. Sementara dalam terminologi syara
’ berarti mencegah seseorang untuk mengelola hartanya sendiri. Semua penggunaan dan pengelolaan harta dari anak yatim, baik sudah
tamyiz atau belum, dihukumi batal selama status hajr masih melekat kepadanya. Dalam Islam, hajr diberlakukan sebagai rahmah dan saling
tolong-menolong. Dalam hal ini adalah mengasihi anak yatim yang masih belum bisa menangani dan mengelola harta kekayaannya sendiri dengan baik.
Jika harta itu terpaksa harus diberikan sebelum ia mampu mengelolanya, tentu akan berdampak negatif terhadap anak yatim itu sendiri. Tetapi jika anak
10
Ahmad Kamil, M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008, h.175
11
LPSI, op. cit., h.21
yatim itu sudah dianggap bisa mengelola hartanya dengan baik, maka harta yang sebelumnya ada pada pengaturan dan kekuasaan wali, harus diberikan
sepenuhnya kepada anak yatim itu. 2.
Hak finansial. Wali yatim berhak mengambil bagian dari harta anak yatim sekedar untuk memenuhi nafkahnya bila si wali memang fakir dan tidak bisa
bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya sebab mengurusi anak yatim yang menjadi tanggungannya tersebut. Tetapi jika si wali tersebut
kaya dan bisa memenuhi kebutuhan dari dan keluarganya, maka ia tidak boleh mengambil bagian dari harta anak yatim tersebut. Apabila wali yatim yang
fakir sudah menjadi kaya atau bisa memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, ia tidak lagi diperbolehkan untuk mengambil bagian dari harta yatim
12
. Selain itu, wali juga memiliki kewajiban. Seorang wali yatim
berkewajiban menjaga dan mengelolamengembangkan harta anak yatim dengan berlandaskan maslahah yang kembali pada diri yatim yang diasuhnya. Dan bentuk
kemaslahatan itu diserahkan sepenuhnya pada kebijakan dari wali yatim. Wali juga wajib menerima segala pemberian yang diberikan kepada anak yatim dan
tidak boleh menolaknya. Wali juga tidak diperbolehkan menghutangkan harta anak yatim, meskipun untuk keperluan wali itu sendiri
13
. Dari teori tersebut, dapat dikatakan bahwa anak yatim piatu adalah anak
yang tidak memiliki ayah dan ibu dikarenakan keduanya telah tiada dan membutuhkan orang untuk merawatnya sampai anak tersebut bisa mandiri dan
12
Ibid, h.22-27
13
Ibid, h.29-30
bisa mengelola hartanya dengan baik. Orang yang merawat anak yatim piatu sampai bisa mandiri dan bisa mengelola hartanya dengan baik disebut dengan
wali. Wali inilah yang menggantikan peran sebagai orang tua untuk menjaga dan melindungi anak yatim piatu sampai anak tersebut bisa mandiri.