Kritik Matan Hadis Tentang Syair Puisi dan Nanah

Rangkaian sanad-sanady na adalah „Abdullâh, Abî Ahmad bin Hanbal, Muh ammad bin Ja„far, Syu„bah dan Hujjâj, Syu „bah, Qatâdah, Yunus bin Jubair, Muh ammad bin Jubair bin Sa„d dari Sa„d. Menurut penulis, secara keseluruhan sanad hadis mengenai syair puisi dan nanah berkualitas sahih. Hal itu disebabkan karena hadis di atas memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis. Di antaranya terdapatnya ketersambungan sanad, periwayat-periwayatnya bersifat „âdil dan dâbit. Perawi hadisnya juga harus terhindar dari ke-syaz-an dan terhindar dari „illat.

2. Kritik Matan

Untuk mengetahui kualitas matan hadis ini, penulis melakukan langkah- langkah sebagai berikut: Pertama, penulis meneliti melalui pendekatan bahasa. Dalam hal ini, penulis mengambil contoh sebuah kata yang dianggap penting, yaitu Syi„ran. Kata Syi„ran merupakan asal kata dari sya„ara yasy„uru fahuwa syi„ran, kata tersebut merupakan masdar yang berarti syair puisi. Kata tersebut sering digunakan oleh Rasulullah saw. ketika menunjukkan kebolehan maupun larangan bersyair puisi. Pada masa jahiliyah, salah satu kegiatan orang-orang Arab adalah membuat syair. Namun dalam hal ini, Nabi amat melarang penggunaan syair dengan kata-kata yang tidak baik. Dengan demikian kata tersebut bukanlah kata asing, amat banyak hadis yang menunjukkan hal itu. Kedua , penulis mengemukakan melalui pendekatan pendapat ulama. Hadis mengenai syair puisi ini merupakan larangan bagi mereka yang mendendangkannya, namun dalam hal ini terdapat batasan yang menyebabkan larangan untuk bersyair. Ulama melarang orang-orang mendendangkan syair 45 Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, juz I h.175, 181, II, 39, 288, 331, 355, 391, 478, 480, III, 41. karena ada suatu yang bersifat ejekan. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya kerukunan. Di tempat lain, ada pula ulama yang memubahkan bersyair, karena di dalamnya tidak terindikasi kata-kata kotor yang tidak diinginkan. 46 Ketiga , penulis menggunakan pendekatan sejarah. Hadis ini dikemukakan oleh Rasulullah saw. tatkala beliau mengadakan perjalanan ke kota al- „Araj. Kota tersebut merupakan pertemuan berbagai macam kafilah dan budaya. Tiba-tiba terdapat salah seorang dari mereka ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang kafir yang mendendangkan syair yang berisi ejekkan terhadap Nabi saw. Sebab itu, Rasulullah saw. mengeluarkan pernyataan sebagaimana hadis di atas. Dengan asbâb al-wurûd demikian, peristiwa itu pernah dialami oleh Rasulallah saw. Keempat , kesesuaian dengan prinsip agama. Agama melarang kepada siapa saja yang menggunakan kata-kata kotor, apalagi bentuknya penghinaan. Allah swt. berfirman,  Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki- laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim . QS. Al-Hujarat [49] : 11 Sebagaimana firman Allah swt. di atas, dapat dipahami bahwa perkataan maupun syair yang baik dan benar merupakan anjuran agama. Oleh karena itu, 46 al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, Juz 15 h. 14. hadis ini tidak bertentangan dengan agama. Dengan demikian setelah dikemukakan empat macam pendekatan kesahihan matan hadis, dapat penulis simpulkan bahwa matan hadis tersebut sahih.

3. Pemikiran M. Syuhudi Ismail Tentang Hadis Syair puisi dan Nanah