Metode Pembuatan Mikropartikel Mikropartikel sebagai Sistem Penghantaran Obat
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
polimer tidak larut dalam minyak, sehingga akan terjadi kopresipitasi obat dan polimer akibat dari partisi campuran ke dalam minyak. Hasil akan tergantung
pada kelarutan obat. Jika obat larut dalam larutan polimer, obat dan polimer akan mengalami partisi secara bersamaan. Jika obat tertahan dalam larutan polimer,
polimer akan mengalami presipitasi di antara partikel obat. Ukuran mikropartikel yang dihasilkan cukup besar dan beragam tergantung laju alir dan diameter jarum
yang digunakan untuk menginjeksikan campuran obat-polimer. Parameter- parameter yang mempengaruhi metode ini meliputi rasio polimer, laju alir
minyak mineral, dan polimer yang digunakan Muhaimin, 2013. c. Semprot Kering
Dalam metode semprot kering, obat dilarutkan ke dalam larutan polimer dan campuran tersebut dimasukkan ke dalam alat semprot kering untuk
membentuk mikropartikel. Keuntungan dari metode ini adalah pada senyawa yang larut maupun tidak larut dapat dibuat menjadi sferik, tidak seperti metode
emulsifikasi tunggal OW yang tidak cocok untuk senyawa yang larut air. Metode ini dapat menghasilkan mikropartikel dengan ukuran diameter 5-125 µm
Muhaimin, 2013. d. Metode Ekstraksi dengan Fluida Superkritis
Penggunaan fluida superkritis sebagai media ektraksi merupakan alternatif yang menjanjikan untuk pembentukan mikropartikel obat dan eksipien farmasi.
Ada dua alasan utama untuk menggunakan metode ini, pertama pemilihan kemampuan melarut dari pelarut untuk memisahkan komponen partikular dari
campuran multikomponen. Kedua, keuntungan transfer masa bebas dan tingginya solubilitas pelarut dalam fluida superkritis membuat pengeringan mikropartikel
cepat dan efisien dengan sedikit residu pelarut Muhaimin, 2013. e. Metode Penguapan Pelarut
Metode ini telah digunakan secara luas untuk membuat mikropartikel yang mengandung obat. Parameter-parameter yang mempengaruhi sifat
mikropartikel yang terbentuk yaitu kelarutan obat, morfologi, tipe pelarut, laju difusi, suhu, komposisi polimer, viskositas polimer, dan muatan obat. Keefektifan
dari metode penguapan pelarut adalah untuk menghasilkan mikropartikel bergantung pada keberhasilan zat aktif terperangkap dalam partikel dan proses ini
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih sering berhasil pada obat yang tidak larut atau kelarutannya yang buruk di dalam air. Ada beberapa perbedaan pembuatan mikropartikel dengan metode
penguapan pelarut. Pemilihan metode ini dapat memberikan peningkatan efisiensi enkapsulasi obat, tergantung dari sifat obat hidrofilik atau hidrofobik Muhaimin,
2013. 1. Proses Emulsi Tunggal
Proses ini melibatkan emulsi minyak dalam air. Sistem emulsi yang mengandung fase organik terdiri dari pelarut yang mudah menguap dengan
melarutkan polimer dan obat yang akan dienkapsulasi, kemudian dienkapsulasi dalam fase air yang mengandung surfaktan terlarut. Metode ini banyak digunakan
untuk obat yang tidak larut dan memiliki kelarutan yang buruk di dalam air. Metode ini merupakan metode paling sederhana di antara metode lain dalam
penguapan pelarut Muhaimin, 2013. Kebanyakan sistem menggunakan emulsi minyak dalam air untuk
membentuk mikropartikel, di mana pada fase organik mengandung pelarut yang mudah menguap pada polimer terlarut dan obat untuk dienkapsulasi sementara
pada fase air yang mengandung surfaktan terlarut. Surfaktan organik dimasukkan ke dalam fase air untuk mencegah koalesen ketika droplet terbentuk. Larutan
obat-polimer-pelarut diemulsifikasikan untuk membentuk emulsi OW. emulsi dibuat dengan menggunakan pengaduk propeller atau batang magnetik untuk
mencampur fase organik dan fase air. Surfaktan digunakan untuk menyetabilkan droplet yang terbentuk pada fase dispersi selama emulsifikasi dan mencegah
koalesen. Ketika emulsi terbentuk, kemudian terfokus pada penghilangan pelarut dengan cara penguapan atau ekstraksi untuk mengambil droplet mikropartikel.
Dalam penghilangan pelarut dengan cara penguapan, emulsi dijaga pada tekanan rendah atau tekanan atmosfer dan kecepatan pengadukan dikurangi untuk
menguapkan pelarut Muhaimin, 2013. Untuk cara ektraksi, emulsi ditransfer ke dalam air atau medium lainnya
yang mengandung droplet minyak. Laju penghilangan pelarut dengan cara ekstraksi tergantung pada suhu dari medium, rasio volume emulsi untuk medium,
dan karakteristik kelarutan dari polimer, pelarut, dan medium pendispersi. Konsentrsi tinggi akan menghasilkan partikel dengan porositas tinggi yang dapat
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memberikan profil pelepasan yang tidak diinginkan. Metode penghilangan pelarut dengan cara ekstraksi lebih cepat dibandingkan dengan proses penguapan pelarut.
Salah satu kekurangan emulsifikasi OW yaitu efisiensi ekapsulasi yang buruk untuk obat yang memiliki kelarutan sedang di dalam air. Proses emulsifikasi OW
paling banyak digunakan untuk enkapsulasi obat yang larut lemak. Untuk meningkatkan efisiensi enkapsulasi obat yang larut air digunakan metode
emulsifikasi OO, dalam metode ini obat dapat terlarut atau tertahan dalam fase minyak sebelum didispersikan dalam fase minyak lainnya Muhaimin, 2013.
2. Proses Emulsi Ganda Metode OW tidak cocok untuk enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik.
Hal ini dikarenakan oleh obat hidrofilik tidak dapat larut dalam pelarut organik dan obat akan berdifusi ke dalam fase kontinyu selama emulsifikasi yang akan
menghasilkan kehilangan obat dalam jumlah besar Muhaimin, 2013. Ada empat metode alternatif untuk proses enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik, yaitu :
a. Emulsi ganda WOW Dalam metode ini, larutan dari obat yang bersifat hidrofilik diemulsifikasi
dengan fase organik emulsi WO. Emulsi kemudian didispersikan ke dalam air untuk membentuk emulsi ganda WOW.
b. Metode kosolven OW Ketika obat tidak larut dalam pelarut organik utama, pelarut kedua yang
disebut kosolven dibutuhkan untuk melarutkan obat. c. Metode dispersi OW
Obat didispersikan untuk membentuk bubuk padatan pada larutan polimer dan pelarut organik.
d. Metode penguapan pelarut non air OO Pada metode ini, fase air untuk mendisfersikan obat diganti dengan
minyak, contohnya minyak mineral Muhaimin, 2013. Proses emulsi ganda biasanya digunakan untuk obat yang tidak larut dalam
pelarut organik. Proses emulsi padatan dalam minyak dalam air SOW dapat digunakan untuk enkapsulasi obat dalam ukuran kecil. Ukuran diameter kristal
harus lebih kecil dibandingkan dengan diameter mikropartikel yang diinginkan untuk menghindari ledakan besar terkait proses disolusi. Ukuran kristal yang lebih
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kecil akan terdistribusi homogen dalam droplet organik membentuk emulsi Muhaimin, 2013.
Masalah dalam enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik adalah kehilangan obat ke dalam fase air ekternal selama pembentukan mikropartikel. Bersamaan
dengan kehilangan obat dalam fase air ekternal, obat yang tersisa akan berpindah menuju ke permukaan droplet sebelum mengeras. Untuk meminimalisir masalah
tersebut, droplet organik harus dikeraskan menjadi mikropartikel secepatnya dan semaksimal mungkin dengan cara menggunakan pelarut organik kental dari
polimer dan obat. Volume terbesar kedua dari air dapat menarik larutan organik ke dalam fase air dengan segera. Fase dispersi kental meminimalisir volume
pelarut organik, memberikan penghilangan yang cepat pada droplet dan membuat partikel obat sulit berpindah menuju permukaan, menghasilkan distribusi obat
yang lebih homogen pada mikropartikel Muhaimin, 2013. Alternatif lain untuk enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik adalah
dengan proses emulsi air dalam minyak dalam air WOW. Larutan air dari obat ditambahkan ke dalam fase organik yang mengandung polimer dan pelarut
organik dengan pengadukan konstan untuk membentuk emulsi WO. Emulsi WO yang terbentuk didispersikan ke dalam fase air lainnya yang mengandung
surfaktan untuk membentuk emulsi WOW. Masalah yang muncul dalam emulsi ini adalah ketika emulsi pertama tidak stabil, sehingga akan menghasilkan
kehilangan droplet air yang mengandung obat dalam fase air kedua. Pemilihan surfaktan yang dapat digunakan untuk menyetabilkan emulsi pertama terbatas
pada bahan yang dapat melarut dalam pelarut organik. Surfaktan yang sering digunakan seperti ester asam lemak dari polioksietilen atau sorbitan, karena
memiliki kelarutan yang tinggi dalam pelarut organik, dan biokompatibilitas yang baik Muhaimin, 2013.