38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
optik ini, diperlukan pengamatan morfologi mikropartikel lebih lanjut dengan menggunakan SEM Scanning Electron Microscopy.
4.2.5 Uji Aktivitas Proteolitik Mikropartikel 4.2.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Tirosin
Penentuan panjang gelombang maksimum tirosin dibuat dalam larutan dengan konsentrasi 100 ppm pada medium aquadest dengan metode
spektrofotometri UV-Vis. Berdasarkan literatur, tirosin memiliki panjang gelombang 200-350 nm Jean, 2015. Dalam penelitian Rizki et al 2014, tirosin
memiliki panjang gelombang maksimum 274,80 nm. Berdasarkan hasil analisa menggunakan spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang maksimum tirosin
dalam aquadest sama dengan hasil penelitian Rizki et al 2014 yaitu 274 nm. Panjang gelombang maksimum tirosin yang dihasilkan, selanjutnya akan
digunakan untuk pengukuran kurva kalibrasi tirosin. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
4.2.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Tirosin
Kurva kalibrasi tirosin dibuat dalam medium aquadest dengan membuat seri pengenceran dari larutan induk 100 ppm yang diukur serapannnya pada
panjang gelombang maksimum 274 nm. Kurva kalibrasi tirosin dibuat antara konsentrasi larutan tirosin terhadap absorbansi berdasarkan hukum Lambert-Beer
Rizki et al., 2014. Keabsahan kurva kalibrasi tirosin dapat diuji dengan menentukan harga koefisien korelasi r yang menyatakan ukuran kesempurnaan
hubungan antara kosentrasi larutan standar dan absorbansinya Rizki et al., 2014. Korelasi dinyatakan sempurna jika nilai koefisien korelasi r mendekati 1
Rizki et al., 2014. Data persamaan regresi linier yang diperoleh yaitu y = 0,111x-0,006 dengan nilai koefisien korelasi r sebesar 0,999. Hasil kurva
kalibrasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai koefisien korelasi r yang diperoleh mendekati 1, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi layak, artinya titik-titik pada kurva kalibrasi mendekati kemiringannya Rizki et al., 2014. Kurva kalibrasi tirosin
digunakan untuk menentukan aktivitas proteolitik serbuk getah pepaya.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.5.3 Pengujian Aktivitas Proteolitik Tabel 4.8
Hasil Uji Aktivitas Proteolitik
Pengujian aktivitas proteolitik bertujuan untuk mengetahui aktivitas proteolitik enzim dari serbuk getah pepaya yang terdapat di dalam mikropartikel.
Pengujian aktivitas proteolitik serbuk getah pepaya pada penelitian ini menggunakan metode Walter. Metode Walter didasarkan pada kemampuan enzim
untuk menghidrolisis substrat kasein menjadi peptida dan asam amino tirosin Puspita et al., 2005. Tirosin yang terbentuk ini dijadikan dasar dalam penentuan
aktivitas proteolitik enzim Puspita et al., 2005. Hasil pengujian aktivitas proteolitik terhadap mikropartikel dan serbuk getah pepaya sangat kecil. Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.
Nilai aktivitas proteolitik yang sangat kecil ini kemungkinan disebabkan oleh kecilnyanya kandungan enzim yang terdapat di dalam serbuk getah pepaya.
Serbuk getah pepaya yang digunakan dalam penelitian ini merupakan serbuk getah pepaya komersial berupa crude papain papain kasar, di mana dalam
pembuatannya belum mengalami proses pemisahan dengan senyawa lain dan sering ditambahkan zat pengisi Jean, 2015. Menurut Winarno 2005, serbuk
getah pepaya crude papain komersial yang beredar di pasaran cenderung lebih rendah aktivitas proteolitiknya disebabkan oleh banyaknya bahan pengisi dalam
serbuk getah pepaya komersial Nugroho et al., 2013. Aktivitas proteolitik dalam bentuk mikropartikel lebih besar dibandingkan
dalam bentuk serbuk getah pepaya yaitu 0,0004624 untuk formula I dan 0,0007621 untuk formula II, sedangkan untuk aktivitas serbuk getah pepaya
sebesar 0,0000978. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perlindungan dari penyalutan polimer natrium alginat dalam bentuk mikropartikel, sehingga
dapat menjaga stabilitas dan meningkatkan aktivitas proteolitik. Berdasarkan
Formula Aktivitas Proteolitik TU
FI 0,0004624±2,28 x 10
-5
FII 0,0007621±1,19 x 10
-4
Serbuk Getah Pepaya 0,0000978±3,35 x 10
-6