8
Tabel 2.1 Gejala Demam Tifoid
PERIODE PENYAKIT
KELUHAN GEJALA
PATOLOGI Minggu Pertama
Panas berlangsung terus-menerus, tipe
panas step ladder yang mencapai 30-
40 C, mengigil,
nyeri kepala Gangguan saluran cerna Bakterimia
Minggu Kedua Rash, nyeri abdomen,
konstipasi, derllirium Rose spots,
splenomegali, hepatomegali
Vaskulitis disertai adanya hiperplasia
pada payer’s patches.
Minggu Ketiga Komplikasi :
perdarahan saluran cerna, perforasi, syok
Melena, ileus, ketegangan abdomen,
koma Ulserasi pada pater
payer’s patch. Disertai ploriferasi
disertai peritonitis Minggu Keempat,dst.
Keluhan menurun, relaps, penurunan
berat badan Tampak sakit berat
Kolesistitis, karier kronik
Sumber : Nasronudin dkk, 2007.
2.6 Penegakan Diagnosis Demam Tifoid
Penegakan diagnosis untuk demam tifoid didasarkan dengan gejala klinis berupa demam, keluhan gastrointestinal dan dapat disertai dengan keluhan
penurunan kesadaran yang ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti atau diagnosis definitif demam tifoid ditegakkan ketika ditemukannya
Salmonella typhi pada hasil kultur darah, sumsum tulang, atau lesi anatomi lain.
11
Berikut adalah kriteria yang bisa membantu penegakan diagnosis untuk demam tifoid :
a Kasus demam tifoid yang sudah dikonfirmasi. Apabila pasien demam dengan suhu 38
C atau lebih yang sudah diderita minimal 3 hari dengan hasil kultur darah, sumsum tulang, cairan usus
positif ditemukan Salmonella typhi.
9
b Kemungkinan kasus demam tifoid. Apabila ada pasien demam dengan suhu 38
C atau lebih yang sudah diderita minimal 3 hari dengan hasil uji serodiagnosis atau deteksi
antigen yang positif tapi tanpa pemeriksaan kultur Salmonella typhi. c Kronik Karier.
Ekskresi dari Salmonella typhi di urin atau di feses setelah 1 tahun atau lebih setelah terserang demam tifoid akut.
11
2.6.1 Kultur
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa diagnosis definitif untuk demam tifoid adalah ditemukannya Salmonella typhi pada darah. Pada dua
minggu pertama sakit kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih besar dibandingkan dengan minggu-minggu berikutnya yaitu sekitar 85-90 kasus.
2,5
Biakan dari spesimen yang berasal dari urin dan feses memiliki kemungkinan keberhasilan yang rendah, sedangkan biakan dari hasil aspirasi sumsum tulang
memiliki sensitivitas paling tinggi dengan hasil sensitivitas mencapai 90 kasus. Metode kultur pada sumsum tulang ini jarang dipakai saat praktik karena
merupakan prosedur yang sangat invasif. Pada keadaan-keadaan tertentu spesimen untuk kultur diambil dari empedu yang diambil melalui duodenum dan hasil
kultur dari spesimen empedu ini memberikan hasil yang cukup baik.
5
Tabel 2.2 Perbandingan Sensitivitas Kultur dari Berbagai spesimen
Inkubasi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Aspirasi sumsum tulang 90 biakan akan menurun pada hari kelima
pemberian antibiotik
Kultur darah 10-30 mL, feses, aspirasi duodenum
40-80 20
20-80 Urin
25-30, waktu tidak dapat diprediksi Sumber : John L Brusch, 2011.
Kelemahan dari penegakan diagnosis dengan menggunakan kultur itu adalah masalah waktu, karena untuk melakukan pemeriksaan kultur sampai