IDL Tubex Test Penegakan Diagnosis Demam Tifoid

13 sisanya 10 masih dalam bentuk aktif. Pada pemberian Kloramfenikol sistemik untuk pasien dengan insufisiensi ginjal tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis, berbeda dengan pasien gagal hati dosis pemberian Kloramfenikol secara sistemik harus sangat dikurangi. 15 Dosis yang diberikan adalah 100 mgkgBBhari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus malnutrisi atau penyakit pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4-6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. 5 Salah satu efek samping dari Kloramfenikol adalah gangguan pada sumsum tulang hal ini diakibatkan oleh efek penghambatan sintesis protein mitokondria sumsum tulang yang dilakukan oleh obat ini. Pemberian Kloramfenikol lebih dari 50mgkgbbhari dalam waktu 1-2 minggu akan menunjukan penurunan maturasi sel darah merah. Pemberian Kloramfenikol dengan dosis lebih dari 75 mgkgbbhari pada neonatus akan menyebabkan gray baby syndrome yaitu muntah, lemas, hipotermia, warna kelabu, syok, dan kolaps. 15 Koramfenikol akan berinteraksi dengan fenitoin, tolbutamid, klorpropamid, dan warfarin. Interaksi yang timbul berupa perpanjangan waktu paruh dan peningkatan konsentrasi darah dari obat-obat tersebut. Kloramfenikol juga dapat mengendapkan obat lain dari larutannya, selain itu juga bekerja sebagai antagonis bakterisidal penisilin dan aminoglikosida. 15

2.7.2 Penisilin

Penisilin merupakan obat beta-laktam yang bekerja sebagai obat antimikroba dengan merusak dinding bakteri. 15 Golongan penisilin yang bisa digunakan untuk pengobatan demam tifoid adalah Ampisilin dan Amoksisilin. 5 Penisilin dapat diberikan secara parenteral maupun oral. Absorbsi obat akan berlangsung secara cepat dan lengkap setelah pemberian parenteral, sedangkan dengan pemberian secara oral absorpsi dapat berbeda sama sekali dipengaruhi oleh kestabilan asam dan ikatan protein. Setelah diabsorpsi penisilin akan didistribusikan ke dalam jaringan dan cairan tubuh, namun penisilin tidak menembus dinding sel dan tidak larut dalam sel. Amoksisilin dan Ampisilin mempunyai spektrum dan aktivitas yang sama hanya saja amoksisilin lebih mudah 14 diserap oleh usus sehingga dalam pemberiannya dosis Amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan dosis Ampisilin. 15 Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan dengan Kloramfenikol sehingga jarang dijadikan pilihan untuk terapi demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mgkgBBhari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intervena. Amoksisilin dengan dosis 100 mgkgBBhari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intervena. Amoksisilin dengan dosis 100 mgkgBBhari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral memberaikan hasil yang setara dengan Kloramfenikol namun penurunan demam lebih lama. 15

2.7.3 Trimetoprim dan Sulfametoksazol TMP-SMZ

Efek antimikroba dari Trimetoprim adalah menghambat asam dihidrofolat reduktase bakteri, sedangkan kerja dari Sulfametoksazol adalah menghambat sintesis asam folat dengan bekerja sebagai antagonis kompetitif dari p-amino benzoat PABA. Kombinasi dari Trimetoprim dan Sulfametiksazol akan menghasilkan aktifitas sinergistis dalam penghambatan sisntesis asam folat. Trimetoprim diabsorbsi di usus kemudian didistribusikan keseluruh jaringan dan cairan tubuh tidak terkecuali cairan serebrospinal. Volume distribusi dari Trimetoprim lebih besar jika dibandingkan dengan Sulfametoksazol karena Trimetoprim lebih larut lama. 15 Kombinasi Trimethoprim dan Sulfametoksazol TMP-SMZ memberikan hasil yang kurang baik jika dibandingkan dengan Kloramfenikol disamping itu penurunan demam juga lebih lama. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mgkgBBhari atau SMZ 50 mgkgBBhari dibagi dalam 2 dosis. 15

2.7.4 Sefalosporin Generasi Ketiga

Setelah maraknya kejadian resistensi terhadap Kloramfenikol, Ampislin, dan TMP-SMZ, sefalosporin generasi ketiga kini menjadi pilihan untuk terapi demam tifoid, terutama seftriakson dan sefotaksim. 5 Aktifitas antimikrobanya sama denga penisilin yaitu mengikat protein pengikat penisilin yang spesifik yang berfungsi sebagai reseptor obat pada bakteri, menghambat sintesis dinding sel

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

1 34 92

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

0 41 110

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

1 28 17

KAJIAN DOSIS PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI Kajian Dosis Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 1 10

KAJIAN DOSIS PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” TAHUN 2011 Kajian Dosis Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 1 15

POTENSIAL INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI Potensial Interaksi Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 2 13

POTENSIAL INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” Potensial Interaksi Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 2 13

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. R. SOETRASNO REMBANG TAHUN 2010.

0 1 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DEMAM TIFOID RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di RSUD Dr. R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Tahun 2010 Menggunakan Metode ATC/DDD.

0 4 15

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013.

0 0 16