Karakteristik Subjek Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

29 pasien 11,5. Di urutan keempat adalah kelompok usia 0-1 tahun sebanyak 8 pasien 6,22. Dan jumlah paling sedikit adalah kelompok usia 14-15 tahun yaitu hanya sebanyak 4 pasien 3,11 saja. Dapat disimpulkan bahwa demam tifoid banyak terjangkit pada usia antara 5 sampai 15 tahun, seperti yang tergambar dalam bagan berikut : Gambar 4.2 Karakteristik Usia Pasien Demam Tifoid Anak Penelitian di Pakistan menunjukkan hasil yang sama bahwa insiden terbanyak demam tifoid di Pakistan terjadi pada usia di atas 5 tahun dan di bawah 15 tahun. 18 Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan pada penelitian di Mesir yang menyebutkan bahwa demam tifoid paling banyak terjangkit di usia sekolah 5 sampai 9 tahun yaitu 143 dari 100.000 kasus pertahun dan usia 10 sampai 14 tahun yaitu 160 dari 100.000 kasus pertahun. Anak usia di bawah 5 tahun jarang terjangkit tifoid yaitu hanya 6 dari 100.000 kasus saja pertahun. 21 Penelitian yang dilakukan di Indonesia yaitu di RSUP Fatmawati menunjukkan hasil bahwa yang paling banyak terjangkit demam tifoid adalah anak usia 7-9 tahun yaitu sebanyak 51 pasien 28,02 dari total 182 pasien. 20 Terdapat persamaan hasil dari ketiga penelitian di empat tempat yang berbeda yaitu menunjukan bahwa yang paling banyak terjangkit demam tifoid adalah anak pada usia sekolah yaitu anak di atas usia 5 tahun dan di bawah 15 tahun dan jarang terjadi pada anak dengan usia di bawah 5 tahun. Anak usia sekolah lebih berisiko tinggi terpapar oleh Salmonella typhi karena kebiasaan jajan di luar rumah yang higienitas dari makanannya tidak terjamin sehingga 8 20 20 15 20 20 23 4 5 10 15 20 25 0-1 tahun 2-3 tahun 4-5 tahun 6-7 tahun 8-9 tahun 10-11 tahun 12-13 tahun 14-15 tahun Usia Usia 30 kemungkinan besar makanan tersebut sudah terkontaminasi oleh Salmonella typhi. 20,21 Beberapa literatur mengemukakan hal yang berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di empat tempat berbeda yaitu di Fayoum Mesir, RS Mayo Lahore Pakistan, RSUP Fatmawati, dan RSUD Tangerang. Literatur mengemukakan bahwa yang paling rentan terjangkit demam tifoid adalah usia- usia di bawah 5 tahun. 1,13,14 Pernyataan tersebut dihubungkan dengan hasil penelitian berbasis populasi di beberapa negara di Asia Tenggara yang hasilnya menyatakan bahwa banyak anak di bawah usia 5 tahun yang dirawat inap dengan diagnosis demam tifoid karena usia yang lebih muda akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi. 1 Pasien dalam penelitian ini berasal dari pasien yang dirawat mulai dari unit perawatan kelas III sampai kelas VIP, dengan persentase terbanyak merupakan pasien yang dirawat di kelas III sebanyak 88 pasien 67,7. Sebanyak 29 pasien 22,3 merupakan pasien kelas II, kelas I sebanyak 12 pasien 9,2, dan jumlah paling sedikit berasal dari pasien yang dirawat di kelas VIP yaitu sebanyak 1 pasien 0,8. Sebaran data tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut : Gambar 4.3 Karakteristik Unit Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Anak Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati pada tahun 2001-2002 pasien demam tifoid terbanyak dirawat di unit perawatan kelas III yaitu 81 pasien 44,1 dari 244 pasien, dan paling sedikit berasal dari pasien kelas VIP yaitu sebanyak 10 pasien 5,49. 20 Dari 2 penelitian yang dilakukan di dua rumah sakit yang berbeda menunjukan hasil yang sama bahwa pasien demam 88 29 12 1 20 40 60 80 100 Kelas III Kelas II Kelas I VIP Unit Rawat Inap Unit Rawat Inap 31 tifoid banyak dirawat di unit perawatan kelas III dan hanya sedikit pasien yang dirawat di unit perawatan VIP. Lama rawat inap dikelompokan menjadi 8 kategori, sebanyak 63 pasien 48,5 yang merupakan jumlah terbanyak dirawat dalam rentang 5-7 hari. Tiga puluh tujuh pasien 28,5 pasien dirawat dalam jangka waktu 2-4 hari. Dua puluh satu pasien 16,2 dirawat dalam rentang 8-10 hari. Tujuh pasien 5,4 dirawat di rumah sakit selama 11-13 hari. Hanya 1 pasien 0,8 saja yang dirawat di rumah sakit dalam rentang waktu 14-16 hari dan 20-22 hari. Sebaran data seperti di atas dapat dilihat pada bagan berikut : Gambar 4.4 Karakteristik Lama Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Anak Pada penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Fatmawati jumlah terbanyak yaitu sebanyak 82 pasien 45,02 dirawat dalam retang waktu 5-6 hari. 20 Dari dua penelitian yang dilakukan di rumah sakit berbeda yaitu RSUD Tangerang dan RSUP Fatmawati didapatkan hasil yang sama yaitu pasien demam tifoid anak dirawat di rumah sakit selama 5-7 hari. Hal tersebut dikarenakan setelah terapi antibiotika terutama seftriakson yang mendominasi terapi antibiotika untuk demam tifoid anak di RSUD Tangerang, demam akan turun pada hari keempat disertai dengan hasil kultur akan menjadi negatif pada hari keempat pula sehingga setelah itu pasien bisa dipulangkan. Berat badan pasien dikelompokan menjadi 8 kelompok. Sebanyak 43 pasien 33,1 memiliki berat badan antara 6-15 kg dan jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak. Sebanyak 39 pasien 30,0 memiliki berat badan antara 16- 37 63 21 7 1 1 10 20 30 40 50 60 70 2-4 hari 5-7 hari 8-10 hari 11-13 hari 14-16 hari 17-19 hari 20-22 hari Lama Rawat Inap Lama Rawat Inap 32 23 kg. Pasien dengan berat badan antara 24-31 kg ada sebanyak 27 pasien 20,8. Sebanyak 12 pasien 9,2 memiliki berat badan antara 32-39 kg. Delapan pasien 6,2 memiliki berat badan antara 40-47 kg. Jumlah terkecil yaitu 1 pasien 0,8 yang termasuk dalam kelompok pasien dengan berat badan antara 64-71 kg. Hasil seperti di atas tergambar dalam bagan berikut : Gambar 4.5 Karakteristik Berat Badan Pasien Demam Tifoid Anak Terdapat perbedaan hasil dari penelitian yang dilakukan di RSUD Tangerang dan RSUP Fatmawati. Di RSUD Tangerang paling banyak pasien demam tifoid memiliki berat badan antara 6-15 kg sedangkan di RSUP Fatmawati sebanyak 50 pasien 27,47 memiliki berat badan 15-19 kg. 20 Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ada hasil positif pada pemeriksaan laboratorium yang menunjang diantaranya adalah pemeriksaan kultur darah, widal, IgM salmonella, dan Tubex. Pemeriksaan laboratorium yang menjadi pilihan utama untuk digunakan sebagai penegak diagnosis demam tifoid di RSUD Tangerang adalah pemeriksaan IgM Salmonella. Dari 130 pasien anak yang didiagnosis demam tifoid sebanyak 42 pasien 83,1 melakukan pemeriksaan IgM salmonella. Dua puluh dua pasien 15,4 yang diperiksa menunjukan hasil yang negatif. Dua pasien 1,5 menunjukan hasil borderline. Tujuh Belas pasien 13,1 menunjukan hasil positif lemah. Enam puluh sembilan pasien 53,1 menunjukan hasil postif kuat terdiagnosis demam tifoid. Sisanya sebanyak 22 pasien 16,9 tidak melakukan pemeriksaan IgM salmonella. Data-data seperti di atas tergambar dalam bagan berikut : 43 39 27 12 8 1 10 20 30 40 50 6-15 kg 16-23 kg 24-31 kg 32-39 kg 40-47 kg 64-71 kg Berat Badan Berat Badan 33 Gambar 4.6 Karakteristik Nilai IgM Salmonella Pasien Dema Tifoid Anak Sebanyak 56 pasien 41,3 melakukan tes Widal. Dua puluh delapan pasien 21,5 menunjukan hasil tes negatif dan 28 pasien 21,5 menunjukan hasil test yang positif. Sisanya sebanyak 79 pasien 56,9 tidak melakukan test Widal. Hasil seperti di atas tergambar dalam bagan berikut : Gambar 4.7 Karakteristik Hasil Uji Widal Pasien Demam Tifoid Anak Hanya 9 pasien 6,9 yang melakukan pemeriksaan Tubex. Tujuh pasien 5,4 menunjukan nilai Tubex positif kuat. Dua pasien 1,5 menunjukkan hasil Tubex negatif borderline, dan sisanya yaitu sebanyak 121 pasien 93,1 melakukan pemeriksaan laboratorium yang lainnya selain Tubex. Hanya 3 pasien 2,3 yang melakukan pemeriksaan kultur darah. Sebanyak 2 pasien 1,5 menunjukan hasil biakan yang negatif. Satu pasien 22 20 2 17 69 10 20 30 40 50 60 70 80 Nilai IgM Salmonella Nilai IgM Salmonella 74 28 28 20 40 60 80 Tidak diperiksa Negatif Positif Hasil Widal Hasil Widal 34 0,8 menunjukan hasil biakan yang positif. Sisanya sebanyak 127 pasien 97,7 tidak melakukan pemeriksaan kultur darah.

4.2 Analisis Penggunaan Antibiotika

Ada 2 jenis antibiotika yang menjadi pilihan utama dokter untuk penatalaksanaan demam tifod anak yang dirawat inap di RSUD Tangerang yaitu Seftriakson dan Sefotaksim dengan persentase penggunaan seperti yang tersaji dalam tabel berikut : Tabel 4.2 Persentase Penggunaan Antibiotika Nama Antibiotika N Seftriakson 100 76,9 Sefotaksim 30 23,1 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis antibiotika yang paling banyak digunakan untuk penatalaksanaan demam tifoid anak di RSUD Tangerang adalah seftriakson yang digunakan oleh 100 pasien 76,9 sedangkan sefotaksim digunakan oleh 30 pasien 23,1. Data seperti di atas dapat dilihat pula dalam bagan berikut : Gambar 4.8 Jenis Antibiotika Yang Digunakan Untuk Pasien Demam Tifoid Anak Digunakannya Seftriakson sebagai pilihan utama terapi antibiotika untuk pasien anak dengan diagnosis demam tifoid yang dirawat inap di RSUD Tangerang dikarenakan Seftriakson memiliki beberapa keunggulan diantaranya angka resistensi terhadap Seftriakson yang rendah, efek samping lebih rendah, 100 30 20 40 60 80 100 120 Seftriakson Sefotaksim Jenis Antibiotika Jenis Antibiotika 35 demam turun lebih cepat yaitu turun pada hari ke 4 begitu juga hasil kultur akan menjadi negatif pada hari ke 4 sehingga durasi terapi lebih pendek, pemberian Seftriakson untuk anak dinyatakan aman dengan dosis 50-100 mgkgBBhari. Harga Seftriakson memang lebih mahal jika dibandingkan dengan harga antibiotik lainnya yang diindikasikan untuk terapi demam tifoid seperti misalnya Kloramfenikol namun karena durasi terapi yang lebih singkat jadi biaya terapi demam tifoid dengan menggunakan Seftriakson lebih rendah. 16 Penelitian yang dilakukan pada pasien demam tifoid anak di RSUP Fatmawati menunjukan bahwa Kloramfenikol masih menjadi antibiotika yang paling banyak dijadikan pilihan terapi oleh para dokter. Dari 185 peresepan, Kloramfenikol diresepkan sebanyak 97 resep 53,55. Hal tersebut karena meskipun angka MDRST terhadap kloramfenikol dan risiko terjadinya relaps tinggi tetapi efektivitas terapi kloramfenikol masih baik ditunjang pula dengan harganya yang murah. Dari penelitian tersebut juga terlihat bahwa penggunaan Seftriakson juga tergolong tinggi yaitu sebanyak 49 resep 26,92. Hal tersebut karena Seftriakson merupakan antibiotik yang memiliki efektivitas tinggi untuk terapi demam tifoid, bekerja selektif dengan menghancurkan struktur kuman tanpa mengganggu sel tubuh manusia, kemampuan penetrasi pada jaringan yang baik, serta angka resistensinya yang rendah. 20 Tabel 4.3 Tingkat Rasionalitas Pemberian Antibiotika Kategori N Kategori V Kategori IIIB 23 17,7 44 33,8 Kategori IIa Kategori IIb Kategori I 18 13,8 12 9,2 33 25,4 Penilaian tingkat rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam tifoid anak pada penelitian ini menggunakan alogaritma Gyssen dengan memperhatikan beberapa komponen yang terdiri dari indikasi terapi, karakteristik antibiotika efikasi, keamanan penggunaan, harga, serta spektrum, dosis, interval, serta waktu pemberian. 6 36 Setelah melewati proses penilaian dengan menggunakan alogaritma Gyssen didapatkan hasil berupa penggunaan antibiotika untuk pasien demam tifoid anak yang dirawat inap di RSUD Tangerang sebanyak 44 peresepan 33,8 yang merupakan jumlah tertinggi termasuk kedalam kategori IIIb. Durasi pemberian antibiotik dikatakan terlalu pendek karena pemberian Seftriakson dan Sefotaksim sebagai pilihan antibiotika yang digunakan para dokter di RSUD Tangerang seharusnya minimal 5 hari ketika hasil kultur bakteri menjadi negatif pada hari keempat pemberian antibiotika. 9 Jumlah terbanyak kedua yaitu sebanyak 33 peresepan 25,4 termasuk ke dalam kategori I, artinya peresepan antibiotika memenuhi kriteria rasional yaitu antibiotika diberikan dengan indikasi yang jelas, pilihan antibiotika tepat sesuai dengan kebutuhan pasien dinilai dari segi efikasi, keamanan, kesesuaian, serta biaya yang dibutuhkan untuk terapi, serta dosis, interval, durasi, dan rute pemberian tepat. Jumlah terbanyak ketiga yaitu sebanya 23 peresepan 17,7 termasuk kategori V yang merupakan pertimbangan paling tidak rasional dalam pemberian terapi antibiotika karena tidak didasari oleh indikasi yang jelas dalam artian tidak ada keterangan penunjang yang menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi bakteri dalam hal ini Salmonella typhi dan membutuhkan terapi antibiotika dan pemberian antibiotika harus segera dihentikan. 6 Sebanyak 18 peresepan 13,8 termasuk kategori IIa yaitu dosis yang diberikan tidak tepat baik melampaui dosis maksimal maupun kurang dari dosis minimal. Dosis Seftriakson yang seharusnya diberikan adalah 50-100 mgkgBBhari dan untuk Sefotaksim adalah 50-200 mgkgBBhari. 22 Sisanya sebanyak 12 peresepan 9,2 termasuk kedalam kategori IIb artinya interval pemberian antibiotika tidak tepat dan ini terjadi pada pemberian Sefotaksim yang seharunya diberikan 4-6 dosis dalam sehari kebanyakan hanya diberikan 2-3 dosis dalam sehari. 22 Hasil seperti di atas tergambar dalam diagram berikut : 37 Gambar 4.9 Tingkat Rasionalitas Pemberian Antibiotika Untuk Pasien Demam Tifoid Anak Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotika secara tidak rasional masih mendominasi dalam peresepan antibiotika untuk pasien demam tifoid anak di RSUD Tangerang. Terlihat perbedaan hasil dari evaluasi rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam tifoid yang dilakukan di RSUD Tangerang dengan yang dilakukan di RSUP DR. Kariadi Semarang. Hasil evaluasi di RSUD Tangerang menunjukan peresepan antibiotika untuk pasien demam tifoid anak didominasi oleh kategori IIIb yaitu durasi terapi yang terlalu singkat sebanyak 44 peresepan 33,8, sedangkan di RSUP DR. Kariadi Semarang yang mendominasi adalah kategori IVc yaitu ada alternatif antibiotika yang memiliki harga lebih murah dari antibiotik pilihan terapi sebanyak 92 peresepan. 9 Di RSUD Tangerang peresepan yang memenuhi syarat rasional atau yang termasuk kategori I ada sebanyak 33 peresepan 25,4 resep dari total 130 peresepan, sedangkan di RSUP DR. Kariadi Semarang hanya 11 peresepan saja dari total 137 peresepan yang termasuk kedalam kategori peresepan antibiotik rasional atau kategori I, 9 Dapat disimpulkan bahwa pemberian antibiotik untuk pasien demam tifoid di RSUD Tangerang lebih baik dibandingkan dengan pemberian antibiotik di RSUP DR. Kariadi Semarang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adalah kurangnya kepatuhan dokter terhadap pedoman penggunaan antibiotika, serta ketidak mampuan pasien terkait masalah biaya sehingga mengharuskan terputusnya penggunaan lebih awal ketika target terapi belum tercapai. Kesadaran dokter akan pentingnya rasionalitas dalam peresepan antibiotika harus 23 44 18 12 33 10 20 30 40 50 Kategori V Kategori IIIB Kategori IIa Kategori Iib Kategori I Tingakat Rasionalitas Pemberian Antibiotika Tingakat Rasionalitas Pemberian Antibiotika

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

1 34 92

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

0 41 110

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

1 28 17

KAJIAN DOSIS PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI Kajian Dosis Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 1 10

KAJIAN DOSIS PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” TAHUN 2011 Kajian Dosis Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 1 15

POTENSIAL INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI Potensial Interaksi Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 2 13

POTENSIAL INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” Potensial Interaksi Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 2 13

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. R. SOETRASNO REMBANG TAHUN 2010.

0 1 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DEMAM TIFOID RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di RSUD Dr. R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Tahun 2010 Menggunakan Metode ATC/DDD.

0 4 15

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013.

0 0 16