14
diserap oleh usus sehingga dalam pemberiannya dosis Amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan dosis Ampisilin.
15
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan dengan Kloramfenikol sehingga jarang dijadikan pilihan untuk
terapi demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mgkgBBhari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intervena. Amoksisilin dengan dosis 100
mgkgBBhari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intervena. Amoksisilin dengan dosis 100 mgkgBBhari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral
memberaikan hasil yang setara dengan Kloramfenikol namun penurunan demam lebih lama.
15
2.7.3 Trimetoprim dan Sulfametoksazol TMP-SMZ
Efek antimikroba dari Trimetoprim adalah menghambat asam dihidrofolat reduktase bakteri, sedangkan kerja dari Sulfametoksazol adalah menghambat
sintesis asam folat dengan bekerja sebagai antagonis kompetitif dari p-amino benzoat PABA. Kombinasi dari Trimetoprim dan Sulfametiksazol akan
menghasilkan aktifitas sinergistis dalam penghambatan sisntesis asam folat. Trimetoprim diabsorbsi di usus kemudian didistribusikan keseluruh jaringan dan
cairan tubuh tidak terkecuali cairan serebrospinal. Volume distribusi dari Trimetoprim lebih besar jika dibandingkan dengan Sulfametoksazol karena
Trimetoprim lebih larut lama.
15
Kombinasi Trimethoprim dan Sulfametoksazol TMP-SMZ memberikan hasil yang kurang baik jika dibandingkan dengan Kloramfenikol disamping itu
penurunan demam juga lebih lama. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mgkgBBhari atau SMZ 50 mgkgBBhari dibagi dalam 2 dosis.
15
2.7.4 Sefalosporin Generasi Ketiga
Setelah maraknya kejadian resistensi terhadap Kloramfenikol, Ampislin, dan TMP-SMZ, sefalosporin generasi ketiga kini menjadi pilihan untuk terapi
demam tifoid, terutama seftriakson dan sefotaksim.
5
Aktifitas antimikrobanya sama denga penisilin yaitu mengikat protein pengikat penisilin yang spesifik yang
berfungsi sebagai reseptor obat pada bakteri, menghambat sintesis dinding sel