37
Gambar 4.9 Tingkat Rasionalitas Pemberian Antibiotika Untuk Pasien Demam Tifoid Anak
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotika secara tidak rasional masih mendominasi dalam peresepan antibiotika untuk pasien demam
tifoid anak di RSUD Tangerang. Terlihat perbedaan hasil dari evaluasi rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam tifoid yang dilakukan di
RSUD Tangerang dengan yang dilakukan di RSUP DR. Kariadi Semarang. Hasil evaluasi di RSUD Tangerang menunjukan peresepan antibiotika untuk pasien
demam tifoid anak didominasi oleh kategori IIIb yaitu durasi terapi yang terlalu singkat sebanyak 44 peresepan 33,8, sedangkan di RSUP DR. Kariadi
Semarang yang mendominasi adalah kategori IVc yaitu ada alternatif antibiotika yang memiliki harga lebih murah dari antibiotik pilihan terapi sebanyak 92
peresepan.
9
Di RSUD Tangerang peresepan yang memenuhi syarat rasional atau yang termasuk kategori I ada sebanyak 33 peresepan 25,4 resep dari total 130
peresepan, sedangkan di RSUP DR. Kariadi Semarang hanya 11 peresepan saja dari total 137 peresepan yang termasuk kedalam kategori peresepan antibiotik
rasional atau kategori I,
9
Dapat disimpulkan bahwa pemberian antibiotik untuk pasien demam tifoid di RSUD Tangerang lebih baik dibandingkan dengan
pemberian antibiotik di RSUP DR. Kariadi Semarang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adalah
kurangnya kepatuhan dokter terhadap pedoman penggunaan antibiotika, serta ketidak mampuan pasien terkait masalah biaya sehingga mengharuskan
terputusnya penggunaan lebih awal ketika target terapi belum tercapai. Kesadaran dokter akan pentingnya rasionalitas dalam peresepan antibiotika harus
23 44
18 12
33 10
20 30
40 50
Kategori V
Kategori IIIB
Kategori IIa
Kategori Iib
Kategori I
Tingakat Rasionalitas Pemberian Antibiotika
Tingakat Rasionalitas Pemberian Antibiotika
38
ditingkatkan karena pemberian antibiotika yang tidak rasional dapat menyebabkan AMR atau antimicrobial resistance
6,23
khususnya dalam hal ini untuk demam tifoid bisa menyebabkan MDRST atau Multidrugs Resistance Salmonella typhi
yang sudah terjadi pada obat lini pertama untuk terapi demam tifoid yaitu Kloramfenikol, Ampisilin, Trimetoprim dan Sulfametoksazol sedang menjadi
permasalahan global saat ini.
24
Pemberian antibiotika yang tepat dan rasional juga memberikan manfaat yang besar bagi pasien. Pasien diuntungkan karena terapi
yang diberikan akan mencapai hasil yang maksimal dengan risiko terjadinya efek samping yang rendah, penyembuhan berlangsung cepat, dan biaya pengobatan
menjadi lebih rendah.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan terkait penilaian rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam tifoid anak di RSUD Tangerang ini memiliki
beberapa ketebatasan, yang diantaranya sebagai berikut : 1. Waktu penelitian yang pendek sehingga hanya bisa mengevaluasi
sebanyak 130 peresepan saja. Lebih baik lagi jika pada penelitian selanjutnya jumlah sampel diperbanyak dengan memperpanjang waktu
penelitian agar lebih mewakili keadaan yang sesungguhnya. 2. Penelitian ini hanya menggambarkan seberapa tepat dan rasional
antibiotika yang diberikan kepada pasien demam tifoid tanpa menghubungkan dengan kefektifan terapi yang bisa dilihat dari lama
proses penyembuhan. Peneliti menyarankan jika akan dilakukan penelitian selanjutnya, dilihat juga hubungan tingkat rasionalitas pemberian
antibiotika dengan lama proses penyembuhan pasien agar tergambar dengan jelas bahwa pemberian antibiotika yang rasional sangat
menguntungkan bagi pasien. Salah satu dampaknya akan mempercepat proses penyembuhan.
39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai profil pemberian antibiotika rasional untuk pasien demam tifoid anak yang dirawat inap di RSUD Tangerang pada
Tahun 2010-2011 didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Pasien demam tifoid anak disominasi oleh anak laki-laki yaitu sebanyak
68 pasien 52,3. 2. Pasien demam tifoid anak paling banyak terdapat pada kelompok usia 12-
13 tahun yaitu sebanyak 23 pasien 17,7. 3. Pasien demam tifoid anak paling banyak dirawat di unit rawat inap kelas
III yaitu sebanyak 88 pasien 67,7. 4. Pasien demam tifoid anak paling banyak dirawat selama 5-7 hari yaitu
sebanyak 63 pasien 48,5. 5. Pasien demam tifoid anak paling banyak memiliki berat badan 6-15 kg
yaitu sebanyak 43 pasien 33,1. 6. Nilai Igm Salmonella positif kuat sebanyak 69 pasien 53,1.
7. Hasil widal positif sebanyak 28 pasien 21,5. 8. Hasil Tubex positif sebanyak 7 pasien 5,4.
9. Hasil kultur darah positif sebanyak 2 pasien 1,5 10. Antibiotika yang paling banyak diresepkan dokter adalah Seftriakson yaitu
sebanyak 100 resep 76,9. 11. Jika dinilai dari tingkat rasionalitasnya, peresepan antibiotika yang paling
banyak yaitu sebanyak 44 resep 33,8 termasuk ke dalam kategori IIIb yaitu durasi pemberian antibiotika terlalu pendek.
40
5.2 SARAN
1. Bagi RSUD Tangerang dalam hal ini tim dokter diharapkan dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap pentingnya pemberian antibiotika
secara rasional khususnya dalam hal ini untuk terapi demam tifoid untuk menekan kejadian MDRST
2. Bagi masyarakat diharapkan agar meningkatkan kepatuhan selama menjalankan terapi antibiotika sampai tuntas untuk menekan kejadian
MDRST 3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian serupa di rumah sakit
yang lainnya agar tercapainya perbaikan tingkat rasionalitas dalam pemberian antibiotika.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmed Zulfikar Bhutta. Enteric fever Typhoid fever. In : Nelson Text Book of Pediatric. 19
th
edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.954-958.
2. Brush L John . Typhoid fever
.
emedichine. 2011. [Cited 1
st
November 2011].
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2007. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. h.14.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta ; 2011. h.57.
5. Soedarmo Sumarmo SP, Gama Herry, Rezki Sri SH, Irawan HS. Demam Tifoid. Dalam : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Edisi ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Indonesia; 2012. h.338-345.
6. Gyssen Inge C. Audits for monitoring the quality of antimicrobial prescriptions. In: Antibiotic Policies Fighting Resistance. New York :
Springer; 2005. p.197-208. 7. Van der Meer J.W.M, Gyssen I C. Quality of Antimicrobial Drug
Prescription in Hospital. Europian Sociaty of Clinical Microbiology and Infectious Diseases. 2001; 7 supplement 6: 12-15 [Cited 28
th
May 2012]. 8. Nagshetty Kavita, Channappa TS, Gaddad MS. Antimicrobial
Susceptibility of Salmonella Typhi in India. The Journal of Infection In Develoving Coutries. 2010; 42: 070-073 [ Cited 6
st
September 2012]. 9. Santoso Henry. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik pada kasus
demam tifoid yang dirawat pada bangsal penyakit dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2008. Diponogoro University Institutional
Repository. 2009 [Diunduh tanggal 11 November 2011]. 10. Nasronudin. Demam tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi di Indonesia.
Surabaya: Airlangga University Press; 2007. h.121-136.