33
Adapun menurut Wahbah Zuhaili memakai istilah fiqih muamalat dalam arti luas yang dihubungkan dengan kata ahkam ahkam al-muamalahhukum
muamalah sebagai bandingan dari ahkam al-ibadah hukum ibadah menurutnya hukum muamalah merupakan hukum yang mengatur hubungan antara manusia
baik yang bersifat individual maupun kolektif, yang berdiri dari hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum pidana, hukum acara, perundang-undangan, hukum
internasional, hukum ekonomi dan hukum keuangan.
36
Sedangkan muamalah dalam arti sempit hanya dibatasi pada hubungan hukum yang terkait dengan
persoalan harta benda.
3. Prinsip – Prinsip Dasar Fiqih Muamalah
Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dijaga dalam menjalankan fiqih muamalah diantaranya:
a. Seluruh Tindakan Muamalah dilakukan atas Dasar Nilai-Nilai Ketuhanan
Tauhid. Artinya apapun jenis Muamalah yang dilakukan oleh seorang Muslim harus senantiasa berprinsip bahwa Allah selalu mengontrol dan
mengawasi tindakan tersebut. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah dalam surat Al-Dzariyat yang berbunyi:
51 56
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Adz-Dzariyat51: 56
36
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqih al-Islamy wa Adillatuhu, Beirut:Dar al-Fikr, 2002 cet 4, hal 33- 34
34
b. Muamalah harus didasarkan pada pertimbangan moral yang luhur.
Islam adalah agama yang tidak memisahkan antara akhlak dengan ekonomi, keduanya harus berjalan seiring. Tidak bisa saling dipisahkan bila kedua
prinsip ini dipisahkan maka yang terjadi adalah yang kuat akan memangsa yang lemah.
Atas dasar prinsip ini maka segala kegiatan muamalah harus dilakukan dengan mengedepankan nilai-nilai moral yang luhur seperti kejujuran,
keterbukaan, kasih sayang, kesetiakawanan, suka sama suka, persamaan, tanggung jawab, dan profesional.
Dengan demikian, segala bentuk transaksi bisnis yang mengandung riba, penipuan, ketidakpastian, pemerasan, diskriminatif, pemaksaan, penyogokan dan
unsur-unsur lain yang merugikan harus dihindarkan dan apabila telah berjalan harus dihindarkan dan apabila telah berjalan maka harus dibatalkan karena
bertentangan dengan prinsip- prinsip moral dalam syari‟at Islam.
37
4. Kedudukan Muamalah dalam Islam
Secara garis besar ajaran Islam membagi kedalam dua bagian yaitu ibadah dan muamalah. Kaidah fiqih ibadah :
Artinya: Hukum asal dalam ibadah adalah menunggu dan mengikuti tuntunan
38
37
Ah. Azharudin, Op.Cit, hal. 6-7
38
Ibnu Taimiyah, Juz II, hal. 306
35
Artinya: Hukum Asal dalam ibadah mahdhah adalah batal sampai ada dalil yang memerintahkannya”
Dari kedua kaidah diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam bidang ibadah itu tidak boleh dikerjakan sebelum ada dalil yang memerintahkannya, contohnya
pada dasarnya sholat dilarang untuk dilakukan akan tetapi ada dalil, hadisnya dan bahkan dicontohkan oleh Rasullah untuk mengerjakan sholat makan umat Islam
wajib mendirikan sholat. Sedangkan Kaidah fiqih muamalah :
Artinya: Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang menghara
mkannya”
39
Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dalam transaksi pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama,
mudharabah atau musyarakah, perwakilan dan lain-lain, kecuali tegas-tegas diharamkan seperti mengakibatkan kemudharatan, tipuan, judi dan riba.
Ibnu Taimiyah menggunakan ungkapan lain:
Artinya: Hukum asal dalam muamalah adalah pemaafan, tidak ada yang diharamkan kecuali apa yang diharamkan Allah SWT, tidak ada
yang diharamkan kecuali apa yang diharamkan Allah SWT.
40
39
Prof. H. A. Djazuli, Kaidah – Kaidah Fikih, Kencana : Jakarta, 2007 cet. 2 hal. 130
40
Ibnu Taimiyah, al- Qawa‟id al-Nuraniyah al-Fiqhyah, Riyadh: Maktabah al-Rusysd, 1422
H2001 M cet.1, Juz, hal. 306
36
Artinya: Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan.
41
Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada kedua belah pihak. Artinya tidak
suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa atau juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi
kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka akad tersebut bisa batal.
Dari beberapa pengertian diatas jelas dikatakan bahwa bermuamalah didalam Islam diperbolehkan dan memang diatur keberadaannya, asalkan tidak
bertentangan dengan syari‟at yang ada. Selain itu juga pada tulisan diatas ada prinsip-prinsip muamalah yang harus kita taati sehingga bermuamalah tidak
menjadi haram dilakukan. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bersama bahwa dalam bidang
ibadah ahrus ada dalilnya, baik dari Al-Quran maupun Al-Hadis Nabi. Sebab, ibadah itu tidak akan sah apabila tanpa dalil yang memerintahkannya atau
menganjurkannya. Sedangkan dalam bidang muamalah justru sebaliknya, pada dasarnya
muamalah boleh dilakukan akan tetapi menjadi haram dilakukan apabila diketemukan dalil yang mengharamkan melakukan kegiatan muamalah.
41
Prof H. A. Djazuli, Op.Cit, hal. 130
37
BAB III PROFIL PD. PK KEC. PARUNG
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Perusahaan
Sebelum saya membahas sejarah singkat PD.PK Parung penulis sedikit menjelaskan istilah-istilah sebagai berikut: LPK, PD.PK dan PD.BPR
pada dasarnya perusahaan ini adalah sama akan tetapi perbedaanya terletak pada permodalan, yaitu jika perusahaan kecamatan bernama LPK berarti
permodalan yang diterima LPK hanya dari Pemda saja, jika bernama PD.PK maka permodalan perusahaan tersebut diberikan oleh Propinsi dan Pemda
sedangkan jika bernama PD.BPR maka permodalan perusahaan tersebut diberikan oleh Propinsi, Pemda dan Bank Jabar.
Pada awal pendirian pada tahun 1993 Pemda Kab. Bogor mendirikan perusahaan tersebut sebanyak 40 PD.PK, seiring berjalannya waktu dari 40
PD.PK banyak yang mengalami kebangkrutan akibat krisis pada tahun 1998 sehingga banyak nasabah yang tidak mampu mengembalikan pinjaman
akibatnya beberapa PD.PK kehabisan modal untuk menjalankan perusahaan.
1
Pada tahun 2000 dikeluarkanlah Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 25 tahun 2000 untuk mendirikan kembali PDPK yang mengalami
1
Wawan Cara, Ade Marpensyah, Pimpinan PD. PK Parung. , Jum’at 13 Agustus 2010 Jam. 09.30