Magnitude Momen Mw Hubungan antar magnitude

23 dapat memiliki batasan 18 ≤T≤22 untuk hasil yang lebih teliti. D adalah jarak dalam geocentric degrees stasiun ke episenter dimana D ≤160°. Gambar 2.6. Penggunaan seismogram dalam penentuan mb, mB, Mw, Ms dan ML

2.3.5. Magnitude Momen Mw

Seismik MomentMo dianggap sebagai cara terbaik yang dapat dilakukan untuk memperoleh ukuran suatu gempabumi. Seismic moment Mo dirumuskan sebagai : Mo = æ D S............................................................................................2.6 Dimana: æ = harga rigiditas dibawah lapisan batuan D = nilai pergeseran dari rata-rata bidang sesar S = area bidang sesar. 24 Dengan M o adalah momen gempa, µ adalah rock regidity dalam Pa, µ pada kerak bumi sebesar 32 GPa dan pada mantel 75 GPa. A adalah luas daerah sesar atau rupture area, dan d adalah pergeseran slip atau displacement. Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskaan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar kepermukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalaranya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempabumi yang terjadi di hiposenter. Seperti halnya pada mekanika, dua gaya yang sama besar dan berlawanan arah menyebabkan suatu momen yang besarnya sama dengan gaya kali jarak antara kedua gaya tersebut. Dalam gempa bumi, sesuai dengan model dislokasi yang menyatakan bahwa gempa bumi disebabkan oleh adanya pergeseran yang diskontinu pada lapisan kulit bumi, ekivalen dengan kopel ganda double couple. Aki, K and Richards, P. 1980., Rybicki, K. 1981., Aki, K. 1966 . Bisa dikatakan pula bahwa moment gempa seismic moment adalah besarnya momen ekivalen dengan kopel ganda yang tersebar didalam bidang sesar. Gambar 2.7. Kopel ganda dan equivalen kopel ganda 25

2.3.6. Hubungan antar magnitude

Secara umum magnitude gempa dapat dicari dengan menggunakan rumus empirisnya, namun kadang-kadang dalam penerapanya kita terbentur dengan batasan persyaratan yang memaksa kita tidak dapat menggunakan rumus empirisnya. Dalam hal ini dapatlah digunakan menggunakan pencarian nilai magnitude berdasarkan hubungan antara magnitude. Penggunakan nilai rumus empiris ini telah ditetapkan formulanya oleh beberapa ahli, dimana disini nilai yang dicari adalah nilai derivatif dengan nilai magnitude lain yang telah didapat lebih dulu atau telah diketahui. Dalam menentukan magnitude, tidak ada keseragaman materi yang dipakai kecuali rumus umumnya, yaitu persamaan 2.1 sampai dengan persamaan 2.5. Untuk menentukan m b misalnya, orang dapat memakai data amplitudo gelombang badan P dan S dari sebarang fase seperti P, S, PP, SS, pP, sS yang jelas dalam seismogram. Seismogram yang dipakaipun dapat dipilih dari komponen vertikal maupun horisontal asal konsisten. Demikian juga untuk penentuan M S . Oleh karena itu, kiranya dapat dimengerti bahwa magnitude yang ditentukan oleh institusi yang berbeda akan bervariasi, walaupun mestinya tidak boleh terlalu besar. Namun demikian, tampaknya ada hubungan langsung antara Magnitude vang satu dengan yang lain secara empiris yang ditulis oleh Hirro Kanamori dan Tom Hanks sebagai berikut : 26 Hubungan magnitude momentMw dengan moment seismik Mo dalam satuan Newton-meter menurut Kanamori dan Hanks 1979 adalah : Mw = 23 Log Mo – 10.7.......................................................................2.7 Hubungan rumus empiris antara seismic moment MoNm dan magnitude surface Ms menurut Kanamori1977 adalah : Log Mo = 1.5 Ms + 9.1..........................................................................2.8 Berdasarkan hubungan rumus empiris diatas, Kanamori 1977 mendefinisikan sebuah moment magnitudeenergy Magnitude Mw sebagai berikut : Mw = Log Mo – 9.11.5......................................................................2.9 Berdasarkan hubungan rumus empiris antara mb dengan Ms, Kanamori 1977 juga mendefinisikan : mb = 0.56 Ms + 2.9..............................................................................2.10

2.4. Intensitas Gempabumi