Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kepulauan Indonesia sebagai benua maritim maritime continent merupakan daerah rawan gempabumi karena dilaui oleh tiga pertemuan lempeng tektonik, yaitu: lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Auastralia bergerak relatif kearah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng pasifik bergerak relatif ke arah barat. Wilayah kepulauan Indonesia menjadi daerah pertemuan atau tumbukan tiga lempeng dunia, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik yang tidak mungkin lepas dari bahaya tsunami. Tumbukan lempeng Eurasia dan Indo- Australia membentang dari ujung utara Aceh sampai NTT. Tumbukan dua lempeng dunia tersebut membentuk palung laut yang sangat dalam dan telah diketahui sejak zaman penjajahan Belanda, sehingga dinamakan Java Trench. Pergerakan atau tumbukan lempeng tektonik bisa terjadi akibat dipicu oleh panas diinti bumi. Secara teoritis, inti bumi sangat panas karena mencapai ribuan derajat celcius. Diatas inti bumi relatif dingin, yaitu antara 30 sampai 50 derajat celcius. Di Indonesia seperti yang terjadi di wilayah Sumatera Barat, pergerakan antar lempeng tektonik termasuk dalam jenis tumbukan. Mengenai jenis pergerakan lempeng tektonik, ada tiga macam. Selain bertumbukan dua lainnya adalah pembukaan perpisahan dan pergeseran. Gempa bumi yang terjadi di 2 Indonesia termasuk jenis tumbukan. Gempa jenis pembukaan, umumnya terjadi di Samudera Atlantik. Sedangkan gempa bumi jenis pergeseran terjadi di California, Amerika Serikat. Pulau Sumatera dan sekitarnya terletak pada jalur gempa Mediteranian, dimana di daerah ini merupakan bagian dari daerah pertemuan lempengan Indo- Australia di Utara dan lempengan Eurasia di Selatan yang menyerong ke arah Barat Laut mengarah ke Teluk Andaman. Disamping itu kota-kota di Pulau Sumatera juga dilalui Sesar Minor atau patahan-patahan lokal. Wilayah Sumatera Barat merupakan salah satu kawasan yang terletak pada pinggiran lempeng aktif active plate margin dunia yang dicerminkan dengan tingginya frekuensi kejadian gempabumi di wilayah ini. Sebaran gempabumi di wilayah ini tidak hanya bersumber dari aktivitas zona subduksi, tetapi juga dari sistem sesar aktif di sepanjang Pulau Sumatera Gambar I.1 Gambar I.1: Seismisitas wilayah Sumatra Barat gempa merusak dan tidak merusak Periode 2000 – 2009 3 Musibah gempa bumi tektonik di Padang berdasarkan hasil data parameter BMKG, pusat gempa berada pada koordinat 0.81 LS – 99.97 BT atau terletak pada posisi ± 57 km barat daya kota Pariaman dengan kekuatan 7.6 SR MwmB dengan kedalaman gempa 71 km. Berdasar parameternya, gempa bumi tersebut diklasifikasikan sebagai gempa bumi besar dengan aktivitas subduksi yang aktif Hagiwara, 1964, sedangkan bila ditinjau dari sejarah gempa kuat dan merusak, wilayah Padang merupakan termasuk kawasan dengan kondisi tektonik seismik yang aktif dan kompleks. Gempa bumi Padang 30 September 2009 berdasarkan pendapat beberapa ahli dipicu oleh pelepasan energi di patahan Sumatera sesar Semangko yang melalui segmen Singkarak. Akibat desakan lempeng Indo-Australia menuju lempeng Eurasia yang pergerakanya diperkirakan 5-7 cm per tahun. Bagian barat bergerak ke selatan dan bagian timur bergerak ke utara. Jika pergerakan segmen itu sudah berlangsung cukup lama akan menjadi pemicu terjadinya gempa besar. Gempa yang terjadi di Padang berada pada lokasi di sebelah timur segmen Mentawai. Dimana, energi yang lepas masih di kawasan pinggir dari segmen mentawai. Segmen mentawai mulai dari pulau Siberut, pulau Sipora, sampai pulau Bagai. Menurut para ahli geologi secara historis pada segmen mentawai telah terjadi gempa besar dengan skala magnitudo lebih dari delapan, yaitu pada tahun 1833. dan gempa ini memiliki periode perulangan sekitar 200 tahunan. Diperkirakan pengumpulan energi pada segmen mentawai masih berlangsung hingga sekarang. 4 Bila membahas gempabumi tidak akan lepas dari apa yang disebut Magnitude atau kekuatan gempa. Dimana pengertian Magnitude itu sendiri adalah ukuran kekuatan gempabumi yang menggambarkan besarnya energi seismik yang dipancarkan oleh sumber gempa dan merupakan hasil pengamatan seismograf. Besaran ini akan berharga sama, meskipun dihitung dari tempat yang berbeda. Skala yang kerap digunakan untuk menyatakan magnitudo gempa ini adalah skala Richter Richter Scale. Beberapa hal yang melatarbelakangi penelitian ini menggunakan event gempabumi Padang antara lain : 1. Data magnitude gempabumi Padang 30 September 2009 yang dirilis BMKG mengalami perubahan Updating dari magnitude 7.6SR MwmB berubah menjadi 7.9SR MwmB. Hal ini menarik untuk dikaji mengenai seberapa besar kekuatan gempa Padang yang dianggap stabil sehingga dianggap sepadan dengan dampak dari korban jiwa maupun fisik yang begitu besar. Gempabumi Padang berdasarkan kekuatan gempa magnitude yang pertama kali dirilis BMKG kekuatanya adalah 7.6 MwmB. Dampak goncangan yang ditimbulkan gempa padang ternyata begitu kuat, rambatan energinya terasa hingga Kepulauan Riau, Singapura bahkan sampai ke Malaysia. Dengan tingkat kekuatan tersebut mengakibatkan dampak kerusakan bangunan yang begitu hebat dan korban jiwa yang begitu banyak, tercatat sekitar 711 orang meninggal dan ribuan orang menderita luka-luka dan juga beberapa bangunan seperti hotel, sekolah, kantor pemerintah, tempat-tempat ibadah, rumah-rumah penduduk dan berbagai fasilitas publik lainya-pun ikut hancur dan roboh. 5 Bahkan ada satu perkampungan di daerah Pariaman yang tertimbun longsor yang ditimbulkan dari dampak sekunder sebuah gempa. 2. Lokasi gempabumi Padang berada pada jalur pertemuan antar dua lempeng dan jalur sesar patahan yang melingkupinya. Dimana wilayah Provinsi Sumatera Barat yang terletak di bagian barat Pulau Sumatera merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak sangat lambat dan relatif ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm per tahun. Relatif berada di bagian barat provinsi ini, terdapat interaksi antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Samudera Hindia yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan mencapai 7 cm per tahun. Interaksi ini menghasilkan pola penunjaman atau subduksi menyudut oblique yang diperkirakan telah terbentuk sejak zaman kapur dan masih terus berlangsung hingga kini. Selain subduksi, interaksi kedua lempeng ini juga menghasilkan pola struktur utama Sumatera, yang dikenal sebagai Zona Sesar Sumatera dan Zona Sesar Mentawai. 3. Berdasarkan pandangan orang awam, bisa membantu memberikan pemahaman bagaimana sebenarnya rumus – rumus yang dipakai dalam menentukan kekuatan gempa, khususnya Gempabumi Padang sehingga bisa diperoleh beberapa parameter magnitude dari sebuah gempa tersebut . Hal ini perlu diketahui lebih lanjut melalui sebuah penelitian tentang perhitungan parameter magnitude yang bersumber dari konstanta dari pembacaan seismogram dari event gempa, seperti gempabumi Padang. 6 Tingkat keakurasian kestabilan kekuatan sebuah gempa sangtlah begitu penting, Sebab hal ini berkaitan erat dengan pengambilan keputusan dan antisipasi teknis yang harus dilakukan terhadap dampak yang terjadi. Jika terjadi gempa berkekuatan kecil tetapi mengakibatkan tingkat kerusakan yang begitu parah, tentunya ini akan menjadi masalah dan tanda tanya besar dikemudian hari. Atau sebaliknya terjadi gempa dengan kekuatan yang dipublikasi begitu besar dan dampak kerusakan yang terjadi tidak terlalu signifikan, ini hanya mengurangi tingkat kepercayan publik terhadap kevalidan informasi yang telah beredar. Harapanya adalah keakurasian kestabilan data kekuatan magnitude selalu valid dan stabil, sehingga memiliki korelasi dengan dampak yang terjadi akibat gempa. Bila terjadi gempa dengan kekuatan yang besar, maka informasi ini akan dianggap sebagai gempa merusak atau bahkan berpotensi tsunami jika memang telah terpenuhi persyaratanya. BMKG sendiri menetapkan gempa berpotensi tsunami jika magnitudenya ≥ 7.5 dengan kedalaman gempa ≤70 km dan gempa berada dilaut. Jika syarat-syarat yang ada terpenuhi maka BMKG akan mengeluarkan warning tsunami yang dirilis ke media masa dan diteruskan ke aparat terkait. Informasi ini akan direspon masyarakat secara meluas. Daerah yang berpotensi tsunami akan dievakuasi demi menyelamatkan dan meminimalisir korban. Kalaupun tidak terjadi tsunami maka informasi ini akan bermanfaat sebagai dasar upaya penanganan pasca gempa. Tetapi disinilah permasalahanya, bagaimana magnitude atau kekuatan dari sebuah event gempa menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan dalam mempertimbangkan apakah gempa tersebut termasuk dalam kategori potensi tsunami atau tidak berpotensi. 7 Aktifitas pelepasan energi pada deformasi lempeng gempabumi di Padang 30 September 2009 yang memiliki kekuatan magnitude yang cukup besar, seberapa besar kekuatan magnitudenya perlu untuk dikaji lebih lanjut. Untuk mengawalinya akan dihitung seberapa besar kekuatan magnitude gempanya berdasarkan rumus empiris yang bersumber dari konstanta pembacaan seismogram dari event gempa. Sehingga dapat diperoleh seberapa besar kekuatan gempanya yang terdiri dari berbagai parameter magnitude seperti: ML, mb, mB, Ms, Mw dan Mo. Untuk melengkapi datanya menjadi parameter gempabumi dapat pula diketahui energi momen seismik dan mekanisme focalnya dengan menggunakan software CMT. Jika dalam perhitungan maupun menggunakan manual CMT dapat diperoleh seberapa kekuatan magnitude yang berupa ML, mb, mB, Ms, Mw dan Mo serta mekanisme focalnya dari gempa padang. Data ini akan menjadi data parameter gempabumi. Data parameter ini dapat pula diperbandingkan dengan institusi kegempaan seperti BMKG dan USGS. Tentunya ini sangat bermanfat sebagai salah satu analisis pendahuluan mengenai tingkat keakurasian kekuatan gempa magnitude pada salah satu event gempabumi, khususnya pada event gempabumi Padang. 1.2. Tujuan Penulisan Penelitian ini mempunyai tujuan diantaranya adalah 1. Menentukan beberapa jenis parameter Magnitude event gempa berdasarkan Rumus Empiris yang bersumber pada data seismogram gempabumi Padang. 8 2. Menentukan tingkat keakurasian kestabilan perhitungan beberapa Magnitude berdasarkan metode statistic RMS Root Mean Square. 3. Membandingkan mengkomparasikan hasil parameter Magnitude gempabumi berdasarkan Rumus Empiris dengan dari Institusi lain seperti BMKG maupun USGS. 4. Menentukan besarnya energi Moment Seismic Mo dan mekanisme focal gempa padang dari hasil secara manual.

1.3. Manfaat Penulisan