BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP ZEN DI JEPANG DAN NOVEL
THE HARSH CRY OF THE HERON
2.1. Sejarah Perkembangan Zen
2.1.1. Sejarah Munculnya Zen
Agama Budha memiliki tiga aliran utama, yaitu : Mahayana, Hinayana, dan Vajrana
. Zen Buddhism merupakan salah satu aliran utama dalam Buddhisme Mahayana. Mahayana
sendiri memiliki dua pandangan tentang bagaimana mencapai keselamatan, yaitu Jiriki upaya sendiri dan Tariki upaya dari ‘yang lain’. Zen menganut pandangan
pertama yaitu Jiriki, bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh dengan usaha dan upaya sendiri. Kata ‘Zen’ itu sendiri setidaknya mempunyai tiga arti berbeda, tetapi saling
berkaitan. Menurut Christmas Humpreys dalam Wong Kiew Kit 2004:4, ketiga arti kata Zen
tersebut berarti meditasi, pemahaman dan kenyataan kosmis tertinggi yang merupakan panduan terbaik.
Zen Buddhism yang berkembang di Jepang tidak terjadi begitu saja, tetapi
mempunyai hubungan yang erat dengan Zen yang ada di Cina. Orang yang paling berjasa memperkenalkan ajaran Zen di Cina adalah Bodhidharma 440-528, seorang biarawan
India yang nantinya disebut Patriarki Pertama dalam penyebaran ajaran Zen di Cina. Disebutkan bahwa ketika Bodhidharma tiba di Cina itulah saat lahirnya aliran Zen yang
dalam bahasa Cina disebut Chan.. Bodhidarma tiba di Cina tahun 520 kemudian dia diundang kaisar Liang Wu Di, kaisar yang berkuasa di Cina pada saat itu, mereka terlibat
dialog tentang ajaran Zen. Pengajaran Bodhidharma tentang Zen adalah bahwa perbuatan
Universitas Sumatera Utara
baik saja tidak cukup tetapi melalui perbuatan baik akan mendorong kemurnian moral, suatu syarat mutlak bagi pencerahan. Pada tingkatan pencerahan tertinggi, tidak ada
pemikiran dualistis Wong Kiew Kit, 2004:103-104. Kaisar Liang Wu Di tidak siap menerima ajaran Bodhidharma karena itu dia melewatkan kesempatan untuk memperoleh
pencerahan atau kesadaran. Bodhidharma
pergi ke kuil Shaolin dan tiba tahun 527 untuk mengajar Zen. Di kuil tersebut Bodhidharma mengajarkan kepada para rahib tentang pentingnya menjaga
kebugaran tubuh, emosi, dan mental untuk pengembangan spiritual. Oleh karena itu, dia mengajarkan dua bentuk latihan, yaitu Delapan belas Tangan Lohan dan Metamorfosis
Otot, yang akhirnya berkembang menjadi Kungfu Shaolin dan Chi kung Shaolin. Bodhidharma
menemukan penggantinya sebagai Patriarki kedua di kuil tersebut. Orang itu bernama Ji Guang 487-583 atau Hui Ke, dan Eka dalam bahasa Jepang. Bodhidharma
mengajarkan kepada Hui Ke tentang arti penting bermeditasi, dia sendiri pernah bermeditasi selama sembilan tahun di sebuah gua, yang disebut Gua Bodhidharma. Ajaran
Zen tidak bergantung pada kitab-kitab, dokumen-dokumen ataupun teori-teori keagamaan
dalam penyebarannya, tetapi disampaikan dari hati ke hati. Demikian jugalah yang dilakukan Hui Ke untuk mencari penerusnya sebagai Patriarki Ketiga. Seng Can yang
diangkat sebagai penerus Hui Ke juga berasal dari kuil Shaolin dan mendapat pencerahan setelah berdialog dengan Hui Ke.
Seng Can kemudian membimbing muridnya Dao Xin 580-651 di kuil Shaolin
selama sembilan tahun, dan menggantikannya sebagai Patriarki Keempat. Dao Xin kemudian digantikan muridnya Hong Jen sebagai Patriarki Kelima. Tetapi dalam mencari
Patriarki Keenam, terjadi perpecahan diantara murid Dao Xin. Seorang muridnya yang buta
Universitas Sumatera Utara
huruf, Hui Neng, dianggap lebih layak untuk menggantikannya, tetapi murid seniornya Shen Xiu
tidak mengakuinya. Sejak itu, pengajaran Zen di Cina terpecah dua, yang satu disebut aliran Utara Shen Xiu dan yang lainnya disebut aliran Selatan Hui Neng. Dalam
perkembangannya, aliran Utara tidak dapat bertahan lama, akhirnya lenyap.
2.1.2. Perkembangan Zen Di Jepang